Bahar Makkutana Bicara Luwu Utara, IPM dan Sejumlah Kabar Baik

  • Whatsapp
Penulis bersama Bahar Makkutana, Fasilitator Kabupaten Luwu Utara untuk Program ERAT di Soft Cafe (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

Keterlibatan perempuan sebagai profesional di Luwu Utara lebih baik dibanding rerata di Sulsel.

____
PELAKITA.ID
– Penulis mengenal Bahar Makkutana tahun 2000-an. Kira-kira tahun 2007. Dia menulis tentang satu desa di Enrekang yang kepala desanya mempromosikan Desa Bebas Rokok. Informasi yang diberikan unik dan menginspirasi.

Dia pernah menulis kisah sukses warga memanfaatkan air untuk proyek mikrohidro di Desa Kaseralau, Kecamatan Batulappa, Pinrang.

Read More

Kesan saya, Bahar adalah sosok yang berdedikasi dan peduli pembangunan desa. Dia alumni Jurusan Sastra Arab Unhas angkatan 1994.

Pekan ini penulis berkunjung ke empat kabupaten di Sulawesi Selatansemacam pelesiran sekaligus silaturahmi dan mendengarkan cerita sejumlah kawan. Salah satunya Bahar.

Dua kolega Kelautan yang sedianya mau ditemui sedang tidak berada di Masamba.  Mereka lagi tugas di Malangke.

Membincang Luwu Utara

Bahar yang saya kenal sejak tahun 2000-an itu menyambut hangat dan menemui saya di Soft Café.

Di Soft Café itu pula, perbincangan mengalir dengannya.

Saya memang sungguh ingin mendengarkan tanggapannya, pokok pikirannya tentang pernah Pernik Lutra, isu kemiskinan, potensi sumberdaya alam dan kapasitas sumberdaya manusia dan cita-cita para pihak.

Sosodara, jika dua pewarta dan praktisi Pembangunan desa bertemu, apa yang mereka bincangkan?

Yang pasti, Bahar bukan sembarang Bahar. Dia fasilitator salah satu proyek Usaid bernama ERAT.

Proyek ini sungguh pas untuk bisa membantu Pemda Lutra dalam memperbaiki mekanisme perencanaan, mendorong partisipasi publik dalam pembangunan serta memperkuat kapasitas aparatur, mitra organisasi masyarakat sipil dan masyarakat luas.

Juga concern pada isu-isu ‘kekinian’ seperti stunting, perkawinan anak, dan ‘pelurusan cara pandang’ publik tentang difabel dan bagaimana seharusnya bersikap dan berwacana.

“Masa’ sih, Lutra identik dengan kabupaten miskin. Setahu saya daerah ini kaya.” Semacam pemantik obrolan.

Menurut pria kelahiran Lembang, titik antara Pinrang dan Enrekang ini, kalau terkait isu kemiskinan atau realitas kehidupan sosial ekonomi di Luwu Utara,  IPM adalah salah satu yang kerap diungkit.

“IPM Luwu Utara sudah di atas atau membaik, yang masih lemah adalah pendidikan atau kualitas pendidikannya.” Dia masuk obrolan.

“Karena harapan lama sekolah. Rata-rata di atas SMP tetapi harapan lama sekolah terbentur karena tidak ada perguruan tinggi di sini,” kata dia.

“Perguruan tinggi? Iya, Prof Darmawan Salman juga pernah bilang begitu. Kalau mau tingkatkan IPM daerah, perbanyak perguruan tinggi,” tanggapku.

Di balik derajat IPM Lutra

Dikatakan, IPM agak stagnan di tengah realitas bahwa banyak orang ke Luwu Utara dengan latar belakang pendidikan tak sebagus jika dibandingkan dengan Luwu Timur misalnya.

Di Luwu Timur, banyak orang datang dengan bekal pendidikan bagus. Rerata di atas SMA karena berburu pekerjaan di tambang dan asosiasinya.

Sementara Luwu Utara, mereka datang untuk kerja di lahan perkebunan, pertanian, peternakan, membuka lahan, dengan latar belakang umumnya tanpa sekolah tinggi.

Secara tidak langsung mereka yang datang ke Luwu Utara pun menjadi beban APBD.

Dalam bahasa Bahar, Luwu Utara tidak punya alat proteksi.

“Tidak ada prasyarat minimal standar pendidikan,” kata Bahar yang juga jebolan Magister Pemberdayaan Masyarakat Unhas yang beberapa tahun lalu kelasnya tutup karena kekurangan pendaftar.

Meski, lanjut pria yang mengaku punya istri ASN dan berdomisli di Masamba ini, sudah ada inisiatif untuk membenahinya dengan mendorong apa yang disebut PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.

“Ibu Bupati Indah Putri sudah punya inisiatif untuk mengisi gap itu, demi mengunrai persoalan bagi anak tidak sekolah,” tambah alumni Tanoto Foundation bertahun silam ini.

Di Tanoto dia mengaku punya posisi bagus meski panggilan daerah dan keluarga menjadi alasan dia ke kampung halaman.

Dia pun kerap travel ke Sumatera, ke Kalimantan.

Terkait PKBM, dia menyebut itu adalah harapan baik sebab bisa menerbitkan Intu namanya lembaga informasil namun bisa menerbitkan ijazah sekoah umum.

Di balik cerita itu, terkuak pula bahwa sesungguhnya anggaran pendidikan sudah maksimal di Luwu Utara.

“Tetapi banyaknya anggaran tidak berbanding lurus dengan output,” nilainya.

Realitas Sosial Ekonomi

Jika dilihat secara kasat mata, di Luwu Utara segala produk modernitas ada. “Merfeka bisa beli mobil, hape terbaru, mereka belanja online,” imbuhnya.

“Predikat miskin adalah jika rumah tanpa fondasi, tanpa WC, padahal mereka bisa saja punya lahan 20 hektar.”

Dia menilai Limbong, Seko dan Rampi dari dulu adalah faktor ‘penghambat’ naiknya skor IPM Lutra.

Bagi Bahar, ketiga kecamatan itu perlu dukungan perbaikan aksesibilitas, transportasi dan sarana prasarana yang kondusif serta pembukaan akses berusaha yang memberdayakan.

Dia bilang, itu, tak harus besar tetapi bisa memanfaatkan potensi sumberdaya perkebunan, pertanian dan peternakan yang ada.

Ada sejumlah poin atau kabar baik yang layak dibagikan terkait IPM dan posisi Luwu Utara. Bahwa keterlibatan Perempuan sebagai profesional di Luwu Utara lebih baik dibanding rerata di Sulsel.

Dari empat indikator IPM seperti angka harapan hidup, harapan lama sekolah, pendapatan per kapita per tahun dan rata-rata lama sekolah, Luwu Utara memiliki kinerja lebih rendah dari rata-rata provinsi.

“Kecuali pengeluaran per kapita sedikit lebih  tinggi dari rerata provisni,” ungkap dia.

“Ada sejumlah poin menarik yang perlu direnungkan, bahwa keterlibatan perempuan sebagai profesional di Luwu Utara lebih baik dibanding rerata di Sulsel, ini tentu tidak lepas dari upaya Pemda mengungkit keberdayaan mereka,” kata dia.

Indikator IPM

Menurut fasilitator Program ERAT Usaid Luwu Utara ini, daerah yang kini dipimpin Indah Putri Indriani itu telah mengungguli Sulsel dalam keberlibatan perempuan sebagai profesional.

“Meski kontribusi pendapatan dan keterlibatan dalam politik masih jauh tertinggal,” ujar dia.

Untuk penngkatan Indeks Pembangunan Gender IPG, pengeluaran perkapita, perempuan masih jauh di bawah laki-laki.

“Harapan Lama Sekolah, HLS relatif berimbang namun Rata-rata Lama Sekolah lebih rendah,” ungkapnya.

Dia juga membagikan pembacaannya, saat terpilih, Gubernur Nurdin Abdullah dan Andi Sulaiman berkomitmen untuk membenahi jalur transportasi darat Masamba ke Seko dan Rampi.

Dia mencatat, pernah pula ada momen dimana masyarakat Seko mulai menikmati kendaraan seperti roda empat masuk ke sana, tetapi karena Nurdin tersangkut kasus, jalan pun tidak berlanjut, padahal sudah sempat dibuka, diperlebar dan hendak diaspal.

Kata Bahar, ada pesan menarik dari gagasan Pak Nurdin saat itu, adaa harapan agar alokasi APBD, dikontribusikan oleh tiga provinsi, ada Sulsel, Sulbar dan Sulteng.

“Di segitiga emas itu, harapan lainnya adalah akan semakin mudahnya Pemerintah Pusat mengalokasikan angaran karena sudah ada atensi dari ketiga provinsi,” tambah Bahar.

Dikisahkan pula kalau untuk isu Zero Defecation Lutra. “Lutra pernah masuk ke nomor urut 2 di Sulsel tetapi kemudian bergeser ke level 18. Salah satu alasannya adalah tata kelola yang tidak konsisten,” jelas pria yang nama Makkutana yang disandangnya sering dicandai sebagai ‘Mangkutana’ ini.

Peran Aparatur dan Pengambil Kebijakan

Koordinasi antar pihak atau sektor juga menjadi persoalan sebab selama ini sejumlah pihak masuk pada sejumlah program seperti stunting.

“Belum kuatnya model kolaborasi atas sunting,” kata Bahar. Itu yang perlu didorong bersama oleh elite, pengambil kebijakan, aparatur, swasta, perguruan tinggi hingga organisasi masyarakat sipil.

“Ini yang kami urusi sekarang, bagaimana bersama mendorong perubahan berbasis masalah dengan mitra utama Bappeda,” tambahnya.

Dia juga mengapresiasi bahwa Pemda Lutra telah mengambil sejumlah inisiatif tentang adopsi perencanaan partisipatif.

“Termasuk menyusun mekanisme, proses, pelaksanaan perencanaan yang mestinya bisa dikerjakan bersama. Dianisisasi oleh para pihak di Luwu Utara sendiri,”  pungkasnya.

Penulis: K. Azis

Related posts