Pencinta sejati itu menjumpai kekasih hatinya

  • Whatsapp
Pak Saleh memeluk dan menciumi istrinya, Mama Isah. Panutan dan pemberi bukti cinta anak manusia (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Saya tidak ingat persis kapan terakhir kali bertemu Pak Saleh. Apakah di dermaga Kayu Bangkoa atau saat dia datang ke rumah kami di Tamarunang membawa ikan kering.

Sudah lama sekali. Bisa jadi yang di Kayu Bangkoa, saat saya berfoto bertiga dengan senior angkatan 88 Kelautan Unhas, Amrullah Taqwa.

Read More

Sekitar 6 tahun lalu, lelaki itu datang ke Tamarunang, di Gowa. Kedatangan tak terduga. Iya, karena memang dia datang untuk tandang ke rumah Basri Gani Ottoh, almarhum, keluarga Zulfikli Gani Ottoh, jurnalis senior Makassar.

“Anrinniko pale ammantang Komar?” serunya saat melihat saya di pintu rumah.

Yang kenal Pak Saleh pasti menyungging senyum kalau mengenang bagaimana pria pengrajin suvenir ini bicara dan selalu antusias. Seperti tak pernah ada dalam belitan kesulitan. Easy going dan bersahabat.

Beberapa hari kemudian, tidak sampai sebulan, dia datang ke rumah membawa ikan kering yang diceritakan di awal itu.

Saya masih ingat penggalan katanya . “Kebetulang tong anne ka niajja kappala’ ,” katanya saat itu yang artinya kebetulan juga ada kapal dari Barrang, pulau dimana ia tinggal bertahun-tahun. Tapi bukan saya sebagai tujuan utamanya.

Dia nyeberang Makassar mencarikan obat untuk istrinya yang sedang sakit.

La mangea amboyangi pa’balle amma’nu,” katanya.

Saya akan cari obat untuk mamamu. Mama yang dia maksud adalah Mama Isah istrinya.

Istirinya, memang sudah lama sakit lumpuh. Penyakit ini mendera sudah belasan tahun.

Selama itu pula, Pak Saleh tidak pernah kehilangan semangat untuk mencari obat, ke dokter, ke rumah sakit, hingga ke tabib atau ahli akupuntur.

Dia menyigi Makassar, Gowa, Makassar hingga luar Sulawesi demi mencari obat yang manjur untuk istrinya.

Perhatian dan daya juang Pak Saleh pada istrinya agar sang istri sembuh sudah teruji.

Kami, anak-anak Kelautan yang sejak lama mengenal keluarga Pak Saleh paham persis bahwa pria ini sungguh menyenangkan, perhatian, saat memberi informasi, saat berbagi pandangan dan sikap ingin tahunya yang luar biasa termasuk mencari informasi obat dan solusi untuk istrinya.

Dan kabar duka itu pun datang. Setelah shalat ashar, saya buka gadget dan mendapati info WA grup Kelautan.

“73 hari nyusul ma’leku. Bapak meninggal dunia.” Demikian status FB Ima, anak Pak Saleh atas kepulangan ayahnya Muhammad Saleh.

Bagi yang mengenal Ima di laman Facebook, putri Pak Saleh inilah yang kerap berbagi kabar ke anak-anak Kelautan Unhas tentang situasi ayah dan ibunya.

Saat ibunya masih ada, teman Facebooker pasti menyaksikan bagaimana ketelatenan Pak Saleh menjaga istrinya. Membangunkan, membopong, memandikan hingga menyuapi. Kebersamaan yang manis.

Tidak akan ada yang membantah bahwa inilah hakikat sekaligus wujud cinta nan sejati khas Adam-Hawa itu.

Mengunjungi keluarga Pak Saleh di Pulau Barrang Lompo. Bersua Pak Saleh, Mama Isah dan Ami’ (dok: istimewa)

Kami jadi saksinya. Pada tanggal 1 Juni 2011, bersama kawan alumni di Kelautan Unhas, ada Imran Lapong (Kelautan 97) dan Muhammad Syakir (Kelautan 94), kami sempat datang menjenguk Mama Isah, menghabiskan malam sambil bercerita tentang pengalaman kami selama mahasiswa dan praktik lapang di Barrang Lompo.

Innalillahi wa innailaihi rajiun. Turut berduka cita untuk Pak Saleh, untuk Mama Isa, untuk Ami anaknya yang telah lebih dulu berpulang.

Bagi kami, keluarga Pak Salah adalah pengayom, adalah sahabat menyenangkan, kerabat dan amat dekat dengan anak Kelautan Unhas.

Bagi yang sering ke Barrang Lompo di tahun 90-an awal, keluarga ini adalah tempat bersandar untuk segala macam urusan: istirahat seusai praktik lapang, mandi, makan dan tidur.

Siapa yang masih ingat nikmatnya makan ikan bakar buruan spear fishing Ulla’ anak Pak Saleh di rumah ini?

Atau terkenang sayur kelor atau buah kelor bersantan hingga raca-raca mangga racikan Mama Isah di rumah Pak Saleh nun lampau?

Tak berlebihan, bagi kami, bila menyebut rumahnya yang ada persis di pintu gerbang pulau adalah naungan paling teduh di Barrang Lompo.

Dan semua ini karena sosok Pak Saleh yang tak pernah sungkan meminta, di rumah mako tidur, tidur di rumah saja. 

Selamat jalan Pak Saleh, selamat berjumpa Mama Isah, kekasihmu.

Rawajati, 12 Agustus 2020

K. Azis (Kelautan Unhas 89)

 

Related posts