OBROLAN BILIK SEBELAH #17: Di balik berita kemiskinan daerah di Sulsel

  • Whatsapp
10 kabupaten dengan jumlah warga miskisn (infografis Pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Obrolan Bilik Sebelah WAG Kolaborasi Alumni Unhas bagian 17 tentang hakikat pembangunan daerah dan bagaimana seharusnya inisiatif kepala daerah pada breakthrough perencanaan dan implementasi pembangunan daerah mengemuka di WAG Kolaborasi Alumni Unhas, Kamis, 1/3/2023.

Itu setelah Upi Asmaradana CEO Kabar Group Indonesia membagikan informasi tentang beberapa kabupaten di Sulsel yang dibelit jerat kemiskinan akut dan ironi. “Bak tikus mati di lumbung padi.”

Lima kabupaten teratas di Sulsel dengan jumlah warga miskin adalah Pangkep 13,92 persen atau sekitar 47 ribu, Jeneponto 13,73 persen atau sekitar 50 ribu.

Read More

Yang ketiga adalah Luwu Utara sekitar 13,22 persen atau 42 ribu, Luwu 12,49 persen atau 46 ribu persen dan Enrekang, 12,39 persen atau 26 ribu.

Lalu lima berikutnya adalah  Tana Toraja sekitar 12,28 persen atau sejumlah 29 ribu, disusul Selayar 12,24 persen atau setara 16,9 ribu jiwa, lalu peringkat kedelapan, Toraja Utara 11,6 persen atau setara 23 ribu, Bone 10,53 persen atau setara 80 ribu jiwa.

Yang kesepuluh terbanyak miskin adalah Maros 9,4 persen atau setara 33 ribu.  Kalau ihwal jumlah orang, Bone yang paling besar mencapai 80 ribu jiwa penduduk miskin diikuti Jeneponto mencapai 50 ribuan.  

Indikator kemiskinan ala BPS

Tentang predikat miskin oleh BPS itu, Anwar Ilyas bertanya tentang kriteria miskin. “Indikator kemiskinan apa ya?” tanyanya.

Jawaban menurut BPS adalah sebagai berikut.  Pertama, tingkat Kemiskinan (P0).  Melihat proporsi penduduk yang mengeluarkan pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan atau disebut GK.

GK mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang, seperti kebutuhan makanan (GKM) maupun non-makanan (GKNM).

GKM dilihat dari kebutuhan seseorang yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita. Paket harian ini seperti dari jenis bahan baku padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak.

Sementara GKNM merupakan kebutuhan di luar makanan. Hal ini dapat berupa perumahan, sandang, pendidikan, serta kesehatan. Diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Dua, Kedalaman Kemiskinan (P1). Ditunjukan dengan kode P1. Caranya dengan melihat rata-rata selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin dengan garis kemiskinan yang terjadi di masyarakat.

Jika dilihat bahwa P1 semakin tinggi, maka angka kemiskinan penduduk juga semakin jauh dari rata-rat pengeluargan penduduk per kapita. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeks maka semakin mendekati garis kemiskinan.

Ketiga, Keparahan Kemiskinan (P2) . Dengan kode P2. Hitungannya adalah rata-rata dari kuadrat selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Jika nilai indeks semakin tinggi, semakin tinggi juga ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Mencari hakikat

Ilham Hanafie, alumni Fakultas Hukum Unhas angkatan 83 yang mengaku berdarah Pangkep mengaku terenyuh dengan predikat Pangkep sebagai yang pertama dari 24 kabupaten-kota di Sulsel termiskin.

“Yang saya lihat dan saksikan, hingga saat ini, penambahan infrastruktur di Pangkep nyaris tidak ada. Kalaupun ada, sangat minim. Dan kemiskinan tetap merajalela.  Itu rekaman otak saya tentang Pangkep hingga kini,” sebut Ilham.

Ode Sukiman anggota WAG Kolaborasi seakan ingin mencandai Ilham.

“Yang punya tambak di Pangkep sekarang orang Makassar. Yang punya tambang juga bukan orang Pangkep. Terus, Pangkep jumlah penduduknya sedikit. Alokasi anggarannya dari pusat juga pasti sedikit,” sentil Ode.

Syamsir Anchi ikut ngomporin. “Selain itu sumber daya alam bisa jadi juga dikuasai bukan dari sana, misal Semen. Berapa kontribusinya ke Pemkab Pangkep?” tanya dia.

Meski demikian, Kamaruddin Azis menanggapi bahwa ada banyak hal yang perlu didalami sebelum menyimpulkan predikat miskin baik pribadi maupun daerah administrasi.

“Kita perlu mendiskusikan juga bagaimana hakikat pembangunan daerah, perencanaan, kreativitas tokoh politik atau kepala daerah di konteks Sulsel merespons kondisi spesifik dan umum daerahnya,” sebutnya.

Dia lalu mengutip pendapat Wakil Ketua DPRD Sulsel yang menekankan bahwa sesungguhnya ada banyak contoh kepala daerah yang bisa menggambarkan seperti responsif dan kreatif dalam menyusun program kerja pengentasan kemisikian atau kualitas kehidupan di daerahnya.

“Intinya, mereka konsisten, fokus dan itu berkaitan dengan pemenuhan indikator IPM,” kurang lebih begitu kata Ketua Besar.

Menurut Ni’matullah yang dikonformasi Admin WAG Kolaborasi Alumni Unhas, tetap perlu menimbang bagaimana misalnya kemampuan daya beli warga, bagaimana kualitas pendidikand an kesehatan mereka.

“Jadi ada dua hal, pertama tentang  pemenuhan kebutuhan warga melalui daya beli serta kebutuhan mendasar dan penting untuk bisa bekerja, apa itu, kesehatan dan pendidikan,” ujarnya saat ditemui Admin di Gedung DPRD Sulsel, Rabu, 1/3/2023.

Bagi Ulla, begitu sapaannya, dia melihat kondisi kemiskinan daerah terkait dengan kreativitas kepala daerah masing-masing.

“Bisa jadi mengapa Gowa tidak masuk daerah dengan IPM rendah sebab bagus pengelolaan pendidikan dan kesehatannya, apalagi warganya banyak bekerja di Makassar,” katanya.

“Saya salut itu pada almarhum Pak Ichsan Yasin Limpo, fokus dan konsistensi pada pendidikan dan kesehatan, jadinya berpengaruh dengan indeks pembangunan mereka,” tambahnya.

Bagi Ulla daerah seperti Maros dan Pangkep memang menghadapi persoalan besar antara potensi sumber daya alam yang melimpah dan dinamika sosial kemasyarakatannya.

“Intinya aspek pendidikan dan kesehatan itu harus jadi prioritas, kepala daerah harus buat terobosan program. Tidak perlu muluk-muluk tetapi menyelesaikan persoalan bahkan bisa jadi legacy,” terangnya.

“Ambil contoh di Maroslah. Maros itu jalan rayanya bagus-bagus sejak Hatta Rahman, sampai pelosok bagus-bagus, betonisasi. Nah perlu program ikutanya misalnya penataan drainase, fokus di drainase saja ini sudah luar biasa,” tambahnya.

Bagi Ulla, daerah seperti Pangkep, perlu inovasi program dan kerjasama para pihak terutama Pemerintah Provinsi dan Pusat. Alasannya daerahnya luas dan perlu akses dan sarana prasarana transportasi laut hingga udara yang memadai.

“Kalau saya,  bangun saja sentra misalnya usaha kelautan, perikanan ataau komoditi. Cari lahan misalnya di daerah Labakkang dan keloloa dengan baik, jadi sentra usaha, jadi pasar komoditi. Kalah itu Makassar sebab nelayan kita dari pulau-pulau Pangkep sangat banyak,” ujar Ulla.

Apa yang disampaikan Ni’matullah itu sebangun dengan harapan Acram Mappona Azis.

“Secara kasat mata, daerah Kabupaten Kota itu biasanya diukur dengan kehadiran perbankan di daerah tersebut, biasanya variabel standar pengusaha itu BCA dsn Mandiri,” ucapnya.

Dia juga menyebut banyak daerah yang bisa memanfaatkan potensi daerah dengan baik, IPM bagus dan jauh dari kemiskinan ekstrem. “Soppeng yang tidak punya laut, justeru baik-baik saja,” imbuhnya.

“Padahal Pangkep punya sumber daya alam melimpah, ada pabrik, ada potensi kelautan dan perikanan,” ucapnya lagi.

Oleh sebab itu, Acram berharap ada terobosan dari kepala daerah yang daerahnya tetap terbelit persoalan kemiskinan dengan menentukan skala prioritas dan solusi yang tepat.

“Barru justeru lepas dari peringkat, padahala Investasi Pabrik semen baru dimulai beberapa waktu lalu,”lanjutnya.

“Potensi kelautan di pulau² pangkep juga mungkin terkendala sarana dan prasarana, meskipun sudah ada kapal perintis yang melintas,” ucapnya.

“Kalau memang persoalan inovasi program, terobosan, kreativitas dan konsistensi, maka maka elite di sana yang punya jawabannya,” sambut Ostaf Al Mustafa.

Sehingga, lanjut Ostaf, kita jadi bertanya-tanya, untuk apa dana 500 triliun uang negara untuk pembiayaan pengentasan kemiskinan  yang hanya habis di seminar-seminar hotel.

“Seingat saya, sejak dulu ikan bandeng (bolu) di Makassar dipasok dari Pangkep. Beberapa tahun terakhir, kabarnya ikan bandeng banyak yang didatangkan dari Tarakan, Kalimantan Timur,” tambah Ilham Hanafie.

Kesimpulan

Pertama, realitas kabupaten kota di Sulawesi Selatan sejatinya punya potensi sumber daya alam yang melimpah. Hanya saja tidak banyak terobosan pembangunan daerah yang dijalankan melalui perencanaan pembangunan yang menjawab realitas spesifik dan kondisi umum mereka.

Kedua, faktor penganggaran sebagai bagian integral dalam perencanaan harusnya bisa dikelola dengan baik dengan memanfaatkan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang sudah ada sejauih ini.

Caranya dengan menentukan skala priorotas, menentukan area fokus dan bisa menjawab peningkatan daya saing daerah hingga layanan dasar dan tata kelola.

Ketiga, kemiskinan sekurangnya terbagi atas kemiskinan relatif dan absolut. Meski demikian para pihak terutama kepala daerah yang daerahnya dilabeli miskin atau tinggi jumlah orang miskinnya harusnya bisa membuat rencana berkala, semisal target tahun pertama, tahun kedua, dan seterrusnya.

Terlalu berambisi membangun infrastrruktur dengan ‘bedol desa’ anggaran ke infrastruktur tidak selalu berdampak positif pada IPM atau Gini Ratio.

Keempat, ada banyak contoh pemimpin di Sulsel yang bisa fokus pada pe,bangunan daerah dan berhasil dalam memperbaiki indeks pembangunan masyarakatnya, Gowa salah satunya dengan adanya terobosan gratis pendidikan dasar menengah sejak lama.

Kelima, daerah-daerah yang diklaim BPS 10 besar termiskin di Sulawesi Selatan itu bsia mulai secara perlahan berbenah. Membangun sumber daya alam dengan pendekatan berkelanjutan dan menyejahterakan, memperbaiki tata kelola atau norma, dan intensi memperkuat kapasitas organisasi pemerintahan dan masyarakat sipil.

“Mana yang lebih prioritas dan perlu diintervensi secara berjenjang,” kata Ni’matullah.

Sebagaimana kata Syamsir Anchi, tetap perlu dikembalikan kepada pemimpin masing-masing kabupaten-kota.

“Sedikit nyambung ke politik, ke depan, saatnya pilih pemimpin yang menjual program, solutif, dan efektif, siap kalah, siap mundur jika gagal dalam menjalankan program,” pungkasnya.

 

Editor: K. Azis

 

Related posts