Inisiatif dari Tanjung Parasulu, benteng terakhir pesisir laut Teluk Bone

  • Whatsapp
Pelakita.ID saat bertemu Nasruddin Nakir (ujung kiri) dan Andi Madras Ambasong (kedua dari kiri) di Kota Malili (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Luas terumbu karang di Indonesia disebut mencapai 60 ribu km persegi dimana seperdelapan luas terumbu karang dunia berada di wilayah indonesia. Meski demikian, jumlah ini sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karang yang sangat baik malah hanya sekitar 25 persen.

Adanya aktivitas perikanan merusak seperti penggunaan bom dan bius, konversi laut menjadi daratan melalui reklamasi, perubahan iklim hingga sedimentasi yang hebat karena aktivitas manusia di pesisir membuat terumbu karang terancam.

Read More

Salah satu kawasan di Indonesia yang disebut juga mengalami hal serupa adalah Teluk Bone.

Teluk Bone adalah perairan semi tertutup yang terletak di antara provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Perairan ini dibatasi oleh Laut Flores di bagian selatan sehingga massa air di dalam teluk Bone sangat dipengaruhi oleh massa air yang ada di luar teluk khususnya Laut Flores.

“Teluk Bone ini terutama di bagian Teluk Malili di utara, punya potensi kelautan dan perikanan yang besar. Saya beberapa kali menyelam dan masih mendapati biota ukuran besar seperti kima, penyu hingga jenis karang tertentu dan Nudibranchia,” kata alumni Kelautan Unhas, Nasruddin Nakir yang saat ini berdomisili di Malili.

Menurut Nas, meski demikian, Teluk Malili kini dalam tekanan karena adanya aktivitas tambang dan semakin bertambahnya warga yang bermukim di pesisir, dari Kota Malili hingga Lampia atau Desa Harapan.

“Saya menyelam sejak tahun 2000-an di sana dan memang karang atau biota lautnya masih bagus tetapi kalau lihat situasi saat ini memang diperlukan upaya pengelolaan yang lebihi baik,” imbuh penyuka offroad ini yang punya lisensi selam Dive Master sejak tahun 2000.  Dia peserta  angkatan 3 Pelatihan Pemandu Selam Wisata di Lampung.

Bagi sosok yang pernah jadi ketua Marine Sceince Diving Club (MSDC) Unhas dan ikut membidani lahirnya POSSI Kota Palopo ini, terumbu karang adalah salah satu makhluk hidup yang berada di dasar laut dan perlu dijaga agar kualitas air tidak tercemar. Jika sedimentasi tinggi, atau ada polusi maka nasib karang akan nelangsa.

”Terumbu karang ini berfungsi sebagai habitat bagi tumbuhan laut, hewan laut, maupun mikrorganisme yang ada di Teluk Bone, kualitas air yang buruk akan merusak karang,” kata Nasruddin Nakir, aktivis LSM pesisir dan penggiat maritim Luwu Timur saat ditemui Pelakita.ID di Warkop Punggawa Kota Malili, 7/2/2022.

Rumah Apung Parasulu

Selain Nasruddin, Pelakita.ID juga bertemu pendiri Mori Dive Club. Andi Madras Ambasong.  Pria yang biasa disapa Opu Madras itu bercerita kalau salah satu upaya untuk mencegah semakin memburuknya ekosistem pesisir dan laut Teluk Malili terutama di sekitar perbatasan Luwu Timur dan Kolaka adalah dengan membangun apa yang dia sebut Rumah Apung.

“Kami membangun Rumah Apung itu untuk pelestarian kawasan pesisir dan laut. Ini merupakan kerjasama dengan Angkatan Laut Lanal Makassar yang mempunyai pos di Dusun Lampia,” jelasnya.

Pria yang pernah mengabdi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Tanah Jawa ini mengaku terpanggil untuk berbuat bagi Luwu Timur.

“Ada cita-cita sebagai penjaga bentang pesisir dan laut Malili atau Luwu Timur secara umum sebab hampir semua kawasan pesisir dan laut di Teluk Bone telah tercemar atau rusak. Tanjung Parasulu adalah benteng terakhir kami,” katanya.

 Menurut Opu Madras, pendirian Rumah Apung adalah bentuk komitmen dan kesempatan untuk memberikan manfaat ke nelayan yang butuh rumah singgah. “Mereka bisa mampir dan menjaga aset yang ada,” ujarnya.

MDC, menurut Opu Madras, punya perangkat selam, lengkap termasuk kompresor dan akan digunakan untuk mendukung pengembangan pariwisata bahari dan konservasi pesisir dan laut di Luwu Timur.

Kami kerjasama dengan Angkatan Laut, dengan Pemda Luwu Timur, dengan PT Vale dalam konteks kolaborasi sebab mengelola laut tidak bsia sendiri. “Kami ikut membantu dalam instalasi apartemen ikan, sesuai kemampuan kami di MDC,” imbuhnya.

 Apartemen Ikan yang dimaksud adalah jalinan beton yang ditempatkan di laut sekitar Lampia Desa Harapan yang dimaksudkan sebagai rumah ikan.  “Lokasinya pada kedalaman sekitar 10 sampai 20 meter,” jelas Opu Madras

Terkait Rumah Apung, inisiasinya saat melakukan diving di daerah Tanjung Parasulu,  dimana di daerah tersebut kondisinya masih terjaga, alam bawah lautnya sangat indah. “Kami pun niatkan untuk buatkan Rumah Apung untuk menjaga indahnya daerah tanjung dan sekitarnya,” tambahnya.

Mengapa Tanjung Parasulu, lanjut Madras, lokasinya sangat strategis karena terlindungi dari hantaman angin dan ombak.

“Kami secara perlahan memperkenalkan Rumah Apung ini, tidak ingin gegabah untuk umum sebab perlu memastikan kesiapannya. apalagi di sekitar lokasi tersebut terdapat biota-biota laut yang endemik seperti ikan kerapu, penyu dan padang lamun untuk dugong,” sebutnya.

 Menurutnya, sebagai anak yang dibesarkan dari keluarga nelayan, telah meniatkan agar laut ini selain diambil hasilnya juga harus dijaga kelestariannya sehingga sumber penghasilan nelayan bisa berkelajutan.

“Banyak orang hanya ingin mengambil hasil laut bahkan dengan cara yang merusak lingkungan, tetapi tidak banyak orang yang mau memelihara dan melestarikan laut. Inilah yang mendorong kami untuk mengambil peran itu dengan mengajak para relawan yang selama ini aktif di kegiatan diving dan kemanusiaan, seperti Club Diving, PMI, SAR dan TNI AL,” lanjutnya.

Swadaya

Dengan merogoh kocek hingga sebanyak 150 juta, Rumah Apung Parasulu yang diidamkan Opu Madras pun berdiri. “Dalam waktu dua biulan kami pun bisa melihat Rumah Apung berdiri. Senang melihat bisa berdiri di sana,” lanjutnya.

 Dia menyebut bahwa motifnya adalah tetap bekerja di laut bukan karena proyek, tetapi panggilan hati selain sebagai pencinta alam juga untuk melestarikan kehidupan nelayan secara berkelanjutan.

“Laut kita luas, tetapi banyak orang yang tidak memiliki perhatian terhadap kelestarian pesisir dan laut.  Kita semua punya kesalahan dan kekurangan tetapi setidaknya apa yang dilakukan bisa berkontribusi untuk menjaga dan melestarikan alam khususnya pesisir laut dan sekitar,” tuturnya.

 Menurutnya, program Pengembangan Kawasan dan Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) yang ada saat ini sangat bagus karena memikirkan masa depan kawasan.

“Bukan semata bicara ekonomi atau bantuan fisik, infrastruktur, tetapi bagaimana menyiapkan masa depan bagi masyarakat Luwu Timur, mangrove yang terjaga, apartemen ikan yang terpasang meski belum ideal telah menjadi rumah bagi ikan,” jelasnya.

“Ada beberapa nelayan yang memancing di sana, mengaku mendapat banyak ikan saat memancing di sana,” imbuh pria yang menjadi inisiator pelaksanaan FGD Pengelolaan Pesisir dan Laut Malili tahun lalu yang dihadiri oleh Bupati Lutim Budiman dan didukung  TNI Angkatan Laut, Komunitas Merah Putih Parasulu dan PT Vale ini.

Pengakuan terkait fungsi apartemen ikan dan mangrove yang telah ditanam di Lampia tersebut juga disampaikan oleh salah seorang warga Desa Pasi-pasi yang menyebut warga mengakui ada dampak baik sejak adanya program itu.

Opu Madras berharap upaya menjadikan Tanjung Parasulu sebagai pusat kajian, daerah konservasi, dan ruang bersama masyarakat pesisir yang akan dapat mengurangi tekanan atau praktk-praktik tidak ramah lingkungan di sekitar Teluk Bone terutama Malili, seperti penggunaan bom, bius atau bahkan pencemaran laut.

Apa yang disampaikan tersebut  telah dibuktikan oleh Pelakita.ID yang berkunjung ke Rumah Apung. Tempat dan posisi bangunan ini sangat eksotik di beranda bukit, ikan-ikan seperti beronang, ekor kuning hingga kerapu yang terlihat bermain di tepi rumah.

Ikan-ikan ekor kuning yang selama ini jarang terlihat schooling, di sekitar pantai, di Tanjung Parasulu, di Rumah Apung dapat dilihat dan diajak bermain. Dengan menaburkan bisikuit atau makanan berkarbohidrat, mereka datang dan menghibur kita.

Tidak jauh dari Rumah Apung, atau di tepi poros Lampia – Kolaka, ratusan mangrove usia tiga tahun tumbuh menghijau menjadi calon pelindung sekaligus rumah bagi ikan dan biota laut lainnya.

Jika apartemen ikan, ekosistem karang dan ekosistem mangrove dijaga, harapan melihat Teluk Malili bergelimang biota laut akan terwujud. Terumbu karang akan pulih, dan bisa menjadi rumah bagi ikan, wahana wisata bahari. Tentu, jika tekanan dari daratan dan praktik-praktik yang dapat merusak kualitas air dan ekosistem dapat dikendalikan.

 

Penulis: K. Azis

Related posts