Hakikat pembangunan masyarakat, inisiatif dari Bapelkes Antang dan optimisme publilk

  • Whatsapp
DPRD Sulsel, Tim Calcaneus FK Unhas, Pihak Bapelkes Antang Kementerian Kesehatan, menyatu di halaman Bapelkes Antang. Satu ikhtiar pengalokasi sumberdaya pembangunan di tengah pandemi secara kolaboratif. (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pendekatan pembangunan manusia sejatinya harus bertumpu pada masyarakat itu sendiri. Tak harus bergantung sepenuhnya pada pihak eksternalnya. Pembangunan, atau perubahan yang direncanakan memang harus dari dalam masyarakat sebab merekalah yang paham realitasnya, gejalanya, masalahnya.

Jadi, pada isu seperti sanitasi dan kesehatan, peran serta masyarakat sungguh sangat esensil.

Read More

Pengalaman program pada isu-isu sanitasi seperti tidak buang air besar sembarang, cuci tangan sebelum makan, buang sampah pada tempatnya (STBM) , sebagai misal, tanpa peran serta dan kesadaran masyarakat tidak akan pernah berhasil.

Percuma melarang BAB, membangunkan fasilitasi Manci Cuci Kakus, (MCK) jika masyarakat tak sadar. Pantai, laut, sungai yang luas adalah pilihan bagi mereka untuk ‘jongkok’. Meski sudah dibangunkan fasilitas.

Di tengah merebaknya pandemi COVID-19 hingga tahun kedua in, jelas sekali bahwa Pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Uluran tangan pihak lain sangat dibutuhkan.  Pemerintah tak punya dana memadai untuk bisa meng-cover seluruh persoalan dan kebutuhan.

Pandemi yang hebat telah mengempiskan pundi-pundi negara. Hutang negara pun kian membubung. Harus ada inisiatif dari mitra pembangunan lainnya.

 “Apa jadinya bangsa ini jika biar urusan menutup jalan berlubang 10 centi di pedalaman Luwu Timur, harus menunggu tahun anggaran APBN berikutnya?” demikian kata penganjur perubahan sosial terkait perlunya inisiatif dari dalam masyarakat. 

Mengapa harus masyarakat? Karena merekalah subyek, obyek, sekaligus perawat, penjaga dan penjamin keberlanjutan. Proyek boleh datang dan pergi, rezim boleh berganti, masyarakatlah yang akan merasakan dan mengurus hidupnya di area itu.

Jadi, sosodara, jika menyinggung rencana pemanfaatan kapal laut oleh Pemerintah Kota Makassar yang menjadi pusat perhatian publik saat ini, maka ini bisa dilihat dari bagaimana program itu sebagai salah satu model hakikat pembangunan yaitu pengalokasian sumberdaya.

Ada input, seperti anggaran APBD, dan sarana prasarana tersedia (kapal). Bisa begitu, karena memang posisinya sebagai pengendali sumberdaya pembangunan.

Meski ada juga yang skeptis atas ide ini, tetapi sebagai alternatif solusi,  inilah manifestasi dari pengalokasian sumberdaya pembangunan menurut teori pembangunan dalam perspektif teknokratik. Pembangunan yang berbasis APBD, disetujui DPRD dan Eksekutif.

Pemerintah Kota mengedepankan posisi sentralnya sebagai pengendali anggaran dan telah menyiapkan ‘peta jalan’ program ini. 

Tentu, hal tersebut adalah satu dari sekian solusi. Di sisi lain, organisasi masyarakat sipil, tidak semata memantau atau ‘skeptis’ atas upaya seperti penggunaan kapal untuk penderita COVID-19 tetapi juga menawarkan solusi alternatif.

Kemarin, perkumpulan Calcaneus Fakultas Kedokteran Unhas atas komando dr Hisbullah Amin, memulai ikhtiar yang mereka sebut ‘pemanfaatan fasilitas Bapelkes Antang’ sebagai jawaban atas bertambahnya jumlah korban COVID-19 di Makassar.

Apa yang ditempuh oleh dr Hisullah tersebut terlepas dari bagaimana anggaran, operasional, pelibatan relawan, dan lain sebagainya adalah pilihan solusi. Bisa jadi ini juga dipikirkan oleh pihak lain.

Idenya datang dari luar mekanisme perencanaan formal berbasis APBD atau APBN tetapi murni gagasan dan operasionalisasi kerja-kerja non-Pemerintah.

“Bapak ibu bila ada keluarga, teman atau tetangga yg positif covid-19 dgn gejala ringan atau tanpa gejala yg karena sesuatu hal tidak bisa isoman di rumah silahkan hubungi kami. Telah dibuka kawasan isolasi di Balai Besar Pelatihan Kesehatan BBPK Makassar di Antang. Program ini dikelola oleh relawan sehingga selama isolasi gratis. CP: Anastaqif c (Koordinator lapangan) +62 818-203-167. Sahrul Fajar Perdana (anggota) 082397001252. Wassalam dr. Hisbullah.”

Demikian pesan berantai yang berloncatan dari banyak grup Whatsapp dan media sosialnya lainnya.

Legislator Rahman Pina dan Ady Ansar, anggota DPRD Sulawesi Selatan merespon cepat gagasan ini dan mengecek lokasi dimaksud, pada Jumat, 23/7/2021.

“Pagi ini, bersama dokter kemanusiaan Hisbullah Amin, menyempatkan waktu berkunjung ke Bapelkes Antang—sekitar 800 meter dari rumah saya di kompleks Unhas Antang,” tulis Rahman di akun FB-nya.

“Saya bangga, dokter dokter muda dari FK Unhas Tim (TBM) Calcaneus FK Unhas mengambil peran besar dalam penangan Pandemi ini. Dibantu fasilitas ruangan yang cukup lengkap dari Bapelkes Antang milik Departemen Kesehatan,” puji ketua Komisi D DPRD Sulsel itu.

Rahman mengutarakan optimismenya. Dia pun menyatakan bahwa kamar tidur yang tersedia mencapai 200. Memuji bahwa ruang makan hingga tempat olahraga yang representatif.  Dia menegaskan inilah contoh kolaborasi yang baik antara relawan, pihak perguruan tinggi dan instansi pemerintah lainnya.

Sebagai legisllator, dia meyakinkan publik bahwa pandemi bisa dilawan dengan kolaborasi yang kuat. Baginya, sekecil apapun peran kita sangat berarti,

Ikhtiar dr Hisbullah bersama Tim Calcaneus FK Unhas dan Bapelkes Antang milik Departemen Kesehatan adalah juga manifestasi dari ‘solusi pembangunan masyarakat’ tersebut dan patut diapresiasi sebagai model kesadaran kolektif atas isu-isu pembangunan.

Jika Pemkot mengusung solusi dari atas, top down, karena idenya datang dari Pemerintah, disetujui Wali Kota dan disetujui Dewan Kota, maka solusi dr Hisbullah dan TBM Calcaneus Unhas adalah solusi yang diusung bottom up oleh organisasi masyarakat sipil.

Keduanya bisa disebut kolaboratif, karena pada implementasinya melibatkan swasta, atau pendek kata, banyak kalangan.  Ada pengalokasian sumberdaya di situ. 

Sosodara, yang menarik, pada ide Bapelkes dan terlibatnya Tim Calcaneus FK Unhas itu, terus menuai dukungan, simpati dan promosi. Program yang menarik, prospektif bisa datang dari hal-hal ‘remeh’, receh tapi keren.

Tidak perlu ada hearing DPRD, tidak perlu ada pertemuan-pertemuan yang disertai undangan plus nasi kotak, tidak perlu ada siaran pers atau lokakarya di hotel demi memuluskan program ‘receh’ ini.

Pendek cerita, inilah kelebihan inisiatif dari grassroot, bottom up, gagasan dari warga biasa selalu menarik dan efektif. Praktis, bisa jadi dari riak-riak kecil lalu menjadi gelombang perubahan besar.

Di grup Whatsapp Alumni Unhas, itu terlihat. Muncul gagasan dukungan pada Bapelkes Antang dari Ketua Jaringan Sekolah Digital Indonesia, JSDI, Muhammad Ramli Rahim (MRR).

Dia merintis penggalangan dana untuk membantu kelancaran dan efektivitas di Bapelkes Antang.

“Donasi, infak, sedekah dapat ditransfer langsung ke rekening Bank Mandiri Nomor 152 00 88829995 atas nama TBM Calcaneus FK Unhas,” tulis Ramli Rahim. “Konfirmasi sumbangan bisa ke gruup Alumni Unhas ini atau ke Safira Nurul  Izzah 0896 1844 9231 atau Anastasia Catur Risqullah 0877 8624 8261,” sebut MRR.

Gayung bersambut, satu persatu anggota grup mengumpulkan donasi. Tiga puluh menit pertama, terkumpul 10 juta plus 25 botol VCO. Sumbangan datang dari Makassar hingga Melbourne.

Sosodara, Yuk!

 

Penulis: K. Azis

 

 

Related posts