25 tahun YKL Indonesia

  • Whatsapp
Selamat ulang tahun YKL Indonesia yang ke-25 (dok: A.M Riady)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – 25 tahun lalu, sahabat saya M. Zulficar Mochtar menyebut bahwa pilihan saya dan Andi Nurjaya Nurdin (Kelautan Unhas angkatan 90) untuk bekerja di Lembaga Pengkajian Perdesaan Masyarakat dan Pesisir atau LP3M Makassar awal tahun1996 sebagai pembuka bagi anak-anak Kelautan Unhas untuk menjadi profesional Kelautan.

“Kenapa alumni-alumni Kelautan Unhas tidak buat sendiri Lembaga seperti LP3M?”

Itu yang saya ingat persis saat kami bertemu pada satu kesempatan di awal tahun 1997. Jika tidak keliru itu terlontar sesaat dia ke Inggris untuk kuliah S2 di Kota Cardiff.

Read More

LP3M adalah LSM yang terkenal dan paling sering mengerjakan proyek-proyek pesisir dan pulau-pulau di Sulawesi Selatan kala itu. Sosok seperti Sufri Laude, Pahir Halim, Syamsuri Ismail, Syamsu Alam Hamid hingga Sujahri Van Gobel adalah pilarnya kala itu.

Pendek cerita, ‘ungkapan panas’ pria yang juga jebolan Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas angkatan 90 itu terealisasi. Tahun 1997, pada 23 Januari 1997, Yayasan Konservasi Laut Indonesia resmi berdiri. Yang saya ingat, kantornya kerap berpindah.

Mulai dari Jalan Cumi-cumi, lalu ke Jalan Cendrawasih, lalu ke sekitar jembatan Abdullah Dg Sirua, lalu bergeser sekitar Pasar Toddoppuli, kemudian pindah lagi ke sekitar Paopao dan hingga tahun ke-25 ini nampak mentereng dan teduh di bahu jalan Hertasing Baru yang kian memadat dan sibuk.

Dua puluh lima tahun adalah bentang kelindan anak-anak manusia, generasi muda, atau alumni Kelautan Unhas menapak jalan hidup dan karirnya di Yayasan Konservasi Laut Indonesia itu.

Ada yang baru selesai kuliah, ada yang sedang menunggu beasiswa, ada yang sedang menempa diri untuk jadi pekerja LSM, ada juga yang sembari menunggu masa pendaftaran PNS.  

YKL adalah dermaga. Dermaga menjadi manusia-manusia Kelautan yang sesungguhnya, yang umumnya pernah menjadi mahasiswa di Ilmu dan Tekologi Kelautan (sekarang Ilmu Kelautan). Mereka yang memilih membangun Kelautan melalui organisasi Lembaga swadaya masyarakat.

Di usia 25 tahun ini, saya mencatat banyak pengalaman, inspirasi dari interaksi dengan YKLers, tentang bagaimana sistem-sistem sosial kemasyarakatan pesisir, laut, pulau-pulau menjadi domain kerja mereka, sekaligus bagaimana insan-nsan Konservasionis itu bergerak.

Dengan urat visi ‘menjadi wahana environmentalis pengelolaan kelautan yang berkelanjutan’ YKL telah menjawab amanah kehidupan untuk melestarikan ‘al bahri’.

Saya mencatat tiga hal mendasar yang telah dicapai oleh YKL pada titian 25 tahunnya ini.

Pertama, YKL adalah kawah candradimuka nan langgeng bagi anak-anak pencinta laut untuk belajar, meriset, memahami dan berkontribusi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara arif, berkelanjutan dan melembaga.

Saya sebut demikian sebab di YKL-lah, sosok seperti M. Zulficar Mochtar (Dirjen Perikanan Tangkap KKP) periode 2017-2018) memulai pengembaraan dan kegalauannya tentang nyanyi sunyi maritim NKRI.

Di sini pula Rony Megawanto, sekarang Direktur Program Yayasan Kehati menambatkan bahtera perjalanan karirnya sebelum bersekolah di Belanda dan ke Australia.

Lalu ada nama Kemal A. Massi yang multi taltenta, jadi aktivis LSM, dosen dan belakangan fokus di CSR.

Pun, nama-nama seperti Dr Muhammad Lukman, Dr Irawan Asaad, A.M Riady, hingga belakangan ini nama-nama Imran Lapong, Irham Rapy meniti jalan karirnya dari YKL dan bekerja untuk program-program prestisiun bidang kelautan dan perikanan internasional.

Tentu banyak yang lain, termasuk yang saat ini aktif menghidupkan harapan di YKL seperti Habil Noor, Ocha Rosyalina, Nirwan Dessibali, Zulkarnain, hingga Nuryamin.

Tiga nama terakhir adalah punggawa YKL dan saya kira memiliki passion yang tidak jauh berbeda dengan senior-senior yang saya sebutkan sebelumnya.

Kedua, semangat ber-YKL tidak pernah padam. Saya membaca bahwa organisasi LSM ini hidup dan terus berkreasi karena ‘pelaut’ yang ada di dalamnya punya keterkaitan fungsional dengan ekosistem pesisir dan laut di sekitarnya.

Saat semakin banyak uang di desa, saat semakin banyak gelontoran dana untuk proyek-proyek pemanfaatan sumberdaya alam, para awak YKL tak sepi gagasan. Mereka bisa mengetuk pintu mitra dan bekerja karena berbekal kompetensi stafnya. Jejeran donor, LSM internasional sebagai mitra ada di daftar portofolio mereka.

Mereka dapat menawarkan pendekatan dan cara baru untuk mengelola sumberdaya pesisir dan laut dengan spirit terbarukan dan terkoneksi dengan perkembangan teknologi dan informasi.

Salah satu kuncinya karena prinsip terhubung atau terkoneksi dengan sumber-sumber informasi, jejaring dan tentu saja senior atau para pendahulu mereka yang terus berempati dan memberi jalan tantangan. Kesamaan prinsip, jejak sejarah Kelautan menjadi penguat hubungan jangka panjang mereka.

Ketiga, YKL telah menjadi salah satu pengawal spirit environmentalisme di pesisir dan laut di Indonesia.

Dengan jejak 25 tahun mengabdi di Sulawesi, di Kalimantan hingga Papua atau Indonesia secara umum, YKL telah melengkapi filosofi antisipasi perubahan dengan menberdayakan pemangku utama sumberdaya: rakyat sebagai inisiator dalam setiap program-program kolaboratifnya.

Saya kira, di YKL. Proses dalam mendesain kebijakan yang melembaga, atau, jalan kebajikan mengelola sumberdaya pesisir dan laut terinsititusionalisasi telah melahirkan aktor-aktor inspiratif bagi Indonesia.

Nama-nama yang saya sebutkan di atas adalah sebagian kecil dari ratusan alumninya, bagi dari jajaran alumni Ilmu Kelautan maupun masyarakat pesisir secara luas.

Di usia 25 tahun ini, saya juga mencatat bahwa tantangan saat bicara kelautan atau maritim kian tak mudah, dibutuhkan semangat baru, pendekatan baru dan tentu saja tenaga-tenaga konservasionis yang pantang mundur dan terus masuk dalam barisan pejuang, pelestari dan pengawal peradaban maritim.

Selamat ulang tahun ke-25, YKL Indonesia, mitra strategis dan sponsor program kami pada tahun 2010-2012 bersama Ikatan Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin.

 

Penulis
Kamaruddin Azis

 

 

 

 

 

 

Related posts