Pekan kesadaran antimikroba sedunia 2020: Bersatu perkuat sistem pangan dan sejahterakan peternak

  • Whatsapp
Pekan kesadaran antimikroba sedunia 2020 di Semarang disertai penyerahan piagam rekor MURI (dok: ECTAD)

DPRD Makassar

Sebanyak 20 sertifikasi NKV diberikan kepada peternak ayam petelur (layer) yang telah mengimplementasikan peternakan dengan Biosekuriti 3 Zona.

 

Read More

PELAKITA.ID – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama dengan FAO Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) menggelar Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia 2020 atau World Antimicrobial Awareness Week (WAAW).

Acara ini berlangsung tanggal 18-24 November, dan didukung Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Acara puncak perayaan bertema “Bersatu Perkuat Sistem Pangan dan Sejahterakan Peternak” berlangsung di Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 24 November 2020.

Peringatan tahunan WAAW bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) di sektor peternakan.

Salah satu produk antimikroba yang paling dikenal adalah antibiotik, yang seharusnya hanya digunakan untuk mengobati penyakit, namun disalahgunakan untuk pencegahan penyakit dan memacu pertumbuhan  ternak.

Penggunaan yang tidak tepat dan tidak sesuai anjuran dokter hewan dapat menciptakan bakteri yang resistan, sehingga antimikroba tidak lagi efektif untuk menyembuhkan penyakit.

Mengangakat tema “Bersatu Perkuat Sistem Pangan dan Sejahterakan Peternak” dalam perayaan WAAW kali ini dilakukan dengan pendekatan One Health.

Pendekatan One Healt adalah kerjasama semua stakeholder antara Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, FAO ECTAD Indonesia, WHO, USAID bersama Pemprov Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Pinsar Petelur Nasional.

Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat tekad  pengendalian resistensi antimikroba yang dapat mengancam kesehatan global, keamanan pangan, dan kesejahteraan peternak dan masyarakat.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah, menyampaikan bahwa  pihaknya memiliki peran penting dalam mencegah laju resistensi antimikroba.

Untuk itu, ia mengatakan Kementan akan bersiaga dan membuka diri untuk mempersiapkan berbagai program, kegiatan, dan penguatan regulasi bersama Kementerian dan Lembaga serta stakeholders terkait.

“Kami akan menyiapkan rencana strategis serta peta jalan dalam upaya memerangi resistensi antimikroba. Kami berharap langkah-langkah ke depan akan lebih kuat dan terpadu dalam kerangka kerja Kesehatan Terpadu atau One Health,” ujarnya menyambut Acara Puncak WAAW 2020.

“Resistensi antimikroba terjadi di sini dan saat ini. Dalam pengendaliannya, [resistensi antimikroba] AMR bukan hanya permasalahan mandiri sektor kesehatan hewan — karena penanganan antimikroba yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit menular pada hewan mungkin sama dengan yang digunakan untuk manusia,” ujar Team Leader FAO ECTAD Indonesia, Luuk Schoonman.

“Bakteri resisten yang timbul pada hewan, manusia, atau yang tersebar di lingkungan dapat menyebar dari satu ke yang lain, tanpa mengenal batasan hewan-manusia. AMR juga tidak mengenal batasan geografis mengingat laju perdagangan internasional yang pesat,” tambahnya.

“Oleh karena itu, diperlukan pendekatan ‘One Health’ yang melibatkan multisektor, ” tegasnya.

Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia, Pamela Foster mengatakan bahwa Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), telah bermitra selama lebih dari 14 tahun untuk memajukan kemandirian Indonesia dalam pengendalian dan pencegahan penyakit.

“Baru-baru ini, untuk mengendalikan resistensi antimikroba (AMR). USAID bekerja bersama Pemerintah dan rakyat Indonesia untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam mengatasi muncul dan menyebarnya AMR, membangun ketangguhan kesehatan, serta meningkatkan stabilitas dan kemakmuran,” katanya.

Pemecahan Rekor MURI Perolehan NKV dan Keterlibatan Pelaku Usaha

Salah satu cara untuk pemutusan resistensi antimikroba dalam produk pangan asal ternak.

Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengeluarkan Permentan No. 11/2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) Unit Usaha Produk Hewan, sebagai pengganti Permentan No. 381/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.

NKV adalah sertifikat jaminan keamanan pangan asal ternak  yang telah memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan implementasi biosekuriti di peternakan.

Beberapa perubahan di Permentan 11 tahun 2020 antara lain: penandatangan NKV dilakukan oleh Pejabat Otoritas Veteriner, penambahan jenis unit usaha produk hewan baik pangan maupun non pangan menjadi 21 jenis.

Lalu ketentuan persyaratan dan pengangkatan auditor NKV oleh Gubernur, serta adanya pengaturan sanksi terhadap pelaku unit usaha produk hewan yang tidak mengajukan permohonan NKV dan yang tidak memenuhi persyaratan.

Tahun ini, tuan rumah  perayaan puncak WAAW 2020 pada sektor Kesehatan Hewan, di provinsi Jawa Tengah.

Terdapat capaian yang luar biasa yaitu mendapatkan penghargaan MURI sebagai provinsi dengan perolehan Sertifikat NKV terbanyak untuk Budidaya Unggas Petelur sebanyak 20, memecahkan rekor yang tahun lalu dari Provinsi Lampung yaitu sebanyak 14 sertifikasi NKV.

 “Sertifikasi NKV adalah bukti komitmen kita bersama dalam menjamin keamanan pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) untuk masyarakat. Dengan adanya sertifikasi NKV ini Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah memberikan jaminan pangan yang baik untuk dikonsumsi masyarakat,” kata Ir. Lalu Muhamad Syafriadi, M.M, Kadis Peternak dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah saat menerima penghargaan MURI.

“Harapannya akan semakin banyak produk pangan asal ternak yang mempunyai sertifikat NKV,” imbuhnya.

Sebanyak 20 sertifikasi NKV diberikan kepada peternak ayam petelur (layer) yang telah mengimplementasikan peternakan dengan Biosekuriti 3 Zona.

Area peternakan dibagi menjadi 3 area berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit: zona merah yaitu area luar atau zona kotor dengan risiko penularan tinggi, zona kuning yaitu area transisi di antara zona merah dan zona hijau, sedangkan zona hijau adalah area bersih dengan akses terbatas di mana kawanan ayam berada.

“Daripada menyalahgunakan antimikroba yang menghabiskan waktu, tenaga dan biaya, lebih baik mempraktikkan biosekuriti 3-zona dari FAO dan Kementerian Pertanian yang dapat memutus rantai resistensi antimikroba dan menguntungkan bagi peternak,” kata Robby Susanto, Dewan Pengawas Pinsar Petelur Nasional.

Menurutnya, penerapan biosekuriti 3-zona yang benar dan konsisten mengurangi penyebaran penyakit.

“Sehingga pertumbuhan ternak optimal, meningkatkan produksi, dan mengurangi pengeluaran untuk pengobatan dan desinfeksi. Ini akan memberikan lebih banyak manfaat,” jelasnya.

Tentang perayaan WAAW 2020

Selama Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia/WAAW berlangsung, rangkaian kegiatan telah diadakan bersama antara Ditjen PKH Kementerian Pertanian, FAO ECTAD, dan USAID.

Beberapa di antaranya kompetisi debat resistensi antimikroba yang melibatkan mahasiswa, kampanye peningkatan kesadaran pengunaan antimikroba bagi peternak, praktisi kesehatan hewan, dan kepada publik melalui webinar, siaran TV, dan radio.

Sumber: rilis ECTAD

Related posts