KKP: Kuota nelayan kecil diprioritaskan pada kebijakan penangkapan ikan terukur

  • Whatsapp
Nelayan tradisional dari sekitar Kepulauan Tanakeke,, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 sedang berlayar kembali ke rumah. Mendung dan awan tebal menghadang. (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi sebagai panglima.

Kuota tersebut dimanfaatkan untuk nelayan lokal, bukan tujuan komersial (penelitian, diklat, serta kesenangan dan rekreasi), dan industri. Penangkapan ikan terukur dilakukan pada 6 (enam) zona di 11 (sebelas) WPPNRI.

Read More

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menegaskan nelayan lokal adalah nelayan kecil yang berdomisili di zona penangkapan ikan terukur sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Kuota penangkapan ikan untuk nelayan kecil akan diprioritaskan. Dalam hal ini pemerintah mengalokasikan kuota untuk nelayan kecil terlebih dahulu, kemudian untuk bukan tujuan komersial, dan sisa kuota ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.

“Pemerintah menjamin nelayan kecil pasti akan dapat kuota. Kalau ada yang bilang tidak dapat, ini tidak benar. Perhitungan kuota di tiap zona ini berdasarkan hasil rekomendasi kajian estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) pada WPPNRI dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Rekomendasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan KKP untuk menetapkan kuota penangkapan ikan,” jelasnya.

Zaini juga menjelaskan nelayan kecil di zona penangkapan ikan terukur tidak akan dipungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Para nelayan kecil didorong untuk tergabung dalam koperasi sehingga kelembagaan usaha nelayan semakin kuat dan berdaya saing. Hal ini sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

“Jumlah nelayan kecil yang terdata kurang lebih 2,22 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari kuota untuk nelayan kecil ini kita proyeksikan perputaran ekonomi bisa mencapai Rp 61,4 triliun/tahun. Nelayan kecil juga berkesempatan untuk menjadi awak kapal perikanan skala industri, sehingga terjadi peningkatan pendapatan,” ungkapnya.

Dengan penangkapan ikan terukur, kualitas pendataan ikan yang didaratkan akan semakin baik karena langsung ditimbang dan dicatat di pelabuhan perikanan secara real time.

Zona penangkapan ikan terukur bukan pengavelingan laut. Penetapan zona didasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPPNRI) yang telah ditetapkan, dimana dalam pemanfaataan sumberdaya ikan di zona tersebut juga harus memperhatikan keberadaan kawasan konservasi dan daerah pemijahan ikan dan pengasuhan ikan.

Sebagai contoh penangkapan ikan terukur di WPPNRI 714 pada zona 3 akan dilakukan secara terbatas oleh nelayan lokal, karena daerah ini merupakan tempat pemijahan dan pengasuhan ikan.

KKP juga tidak menutup kemungkinan menetapkan kebijakan pembatasan pada daerah pemijahan dan pengasuhan ikan yg ada di zona lainnya, berdasarkan hasil kajian dan penelitian ilmiah.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa era baru penangkapan ikan terukur akan membawa banyak dampak multiplier effect positif. Mulai dari tumbuhnya beragam usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

Sebagaimana diketahui, semula sektor perikanan tangkap dikelola berbasis input kontrol yang hanya mempertimbangkan perizinan sebagai instrumen pengendalian dalam pengelolaan perikanan. Hal ini berpotensi terjadinya eksploitasi sumber daya ikan (SDI) sebesar-besarnya.

Dengan kebijakan penangkapan ikan terukur, pemerintah mengusung pengelolaan SDI berbasis output control dengan mengedepankan keberlanjutan SDI sebagai basis pengelolaan dan mengoptimalkan manfaat ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Maritim tahun 2021 yang lalu dimana economic growth harus terus digenjot dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan keanekaragaman hayati, atau dalam istilah saat ini adalah blue economy atau ekonomi biru.

Secara spesifik, penjelasan di atas menggambarkan beberapa hal yang memang perlu diketahui publik terkait perikanan atau penangkapan ikan terukur yaitu berkaitan perbaikan data, peran daerah dan pertumbuhan wilayah, kelestarian sumberdaya, perlindungan nelayan kecil dan optimalisasi potensi sumberdaya ikan.

 

 

Sumber: Siaran Pers KKP

Related posts