OBROLAN BILIK SEBELAH #12: Sekali lagi Laut Masa Depan Bangsa, seruan menuju 2024

  • Whatsapp
Seorang anak pesisir Pulau Kaledupa dan kepiting bakau raksasa di tangan. Kanan, M. Zulficar Mochtar (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Ostaf Al Mustafa, alumni Fisip Unhas mengutarakan pendapat menantang di tengah obrolan WAG Kolaborasi Alumni Unhas pekan ini.

“Apakah tahun 2024 nanti menentukan arah 2045 atau 2050 itu? Setidaknya belum ada Capres yang kuat dengan gagasan maritim.”

Itu pertanyaannya.

Read More

Terkait itu, M Zulficar Mochtar, alumni Ilmu dan Teknolo Kelautan Unhas yang pernah menjadi Kepala BRSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Dirjen Perikanan Tangkap KKP menyebut tantangan itu perlu disiapkan, dijawab dan dikemas secara bertahap.

“Harus dikemas bertahap, karena ini terkait mindset atau paradigma. Tidak bisa berubah seketika. Belum ada yang punya gagasan seperti Dr Hasyim Djalal hingga Sarwono Kusumaatmadja. Masih perspektif darat umumnya. Sehingga kelautan dan perikanan paling jadi sektor atau subsektor. Di bawah pertanian,” tanggapnya.

Apa yang disampaikan Zulficar itu ditanggapi praktisi hukum, Anwar Ilyas bahwa pada akhir abad ke 16, lahir hukum laut di sini, yang dikenal hukum laut Amanna Gappa.

“Dalam bahasa Bugis lontaraq, yang dicatat oleh Matoa Wajo ada sekitar 21 pasal. Kelak di tahun 1970-an konsep Hukum Laut Amanna Gappa ini diadopsi ke hukum maritim internasional. Jadi betapa hebatnya moyang kita,” sebut Anwar terkait aspek kemaritiman di Sulawesi Selatan.

Apa yang disampaikan oleh Anwar itu dilanjutkan oleh Ilham Hanafie.

“Hasyim Djalal memang pakar hukum laut bersama Mochtar Kusumaatmadja. Keduanya memperjuangkan perairan Nusantara dan Arhiepelagic State dalam Konvensi Hukum Laut 1982,” tambah pria yang akrab disapa Ile’ itu.

Ile’ berharap ke depan, pemerintah provinsii dan kabupaten kota di Sulawesi Selatan sebaiknya fokus di segmen ini. “Agar  sumber daya hayati laut kita dikelola dengan serius,” tegass praktisi hukum tamatan Fakultas Hukm Unhas angkatan 83 ini.

Laut untuk bayar hutang negara

Menurut Zulficar, dari sisi konsepsi dan pengalaman, Pak Jokowi-JK sempat bicara Poros Maritim Dunia (PMD). “Saat itu, banyak yang semangat, tapi konsep dan implementasinya ternyata tidak siap. Justru China yang ngegas kuat strateginya. Indonesia paling tinggi jadi ekor skenario maritim mereka,” ucapnya..

Dia menilai tim konseptor dan eksekutor kurang paham. “Jadinya gagasan Tol Laut jadi sekadar kapal bolak-balik dengan nama Tol Laut. Dan banyak lagi, narasi kemana-mana, tidak sampai-sampai,” ucapnya lagi.

“Perspektif sederhana saya, laut adalah Masa Depan. RI bisa bayar utang negara dengan potensi laut atau Maritim ini. Tetap platform dan kerangka strateginya harus Negara Maritim, dan Kabinetnya juga perlu Kabinet Maritim,” katanya.

“Kalau dikawal ketat dan serius, 2045 atau 2050, negara maritim terwujud dan bisa beri kontribusi besar ke negara. Nelayannya dan masyarakat pesisirnya tidak susah,” sebut Zulficar.

Menurut dia, hal mendasar yang perlu diantisipasi adalah perubahan mindset agar pro-maritim. “Konsep kita tidak ada. Paradigma tidak solid, akibatnya program, strategi, dan implementasi tidak mengarah ke sana,” sebutnya.

Kedua, daerah tidak berani berinovasi, selalu tunggu fatwa pusat.  “Di sisi lain, kampus-kampus dan pemikir masih berkiblat ke Jawa, padahal sumberdaya, spirit dan budaya maritim di Timur,” tambahnya.

Yang terjadi, lanjut Zulficar, akhirny anggaran, proporsi, dan program tidak sentuh substansi maritima tau tidak berpihak.  “Terjebaklah kita di narasi, jargon, dan justifikasi,” imbuhnya.

Dia juga berharap agar Pemrrintah Daerah bisa mengelola sumber daya daerah. “Banyak daerah kita yang punya harta karun sumberdaya yang luar biasa,” lanjutnya.

Apa yang disampaikan Zulficar itu diapresiasi oleh jurnalis Akbar Endra.

Jurnalis dan CEO Menit Indonesia itu menyebut apa yang diharapkan itu memang harus didahului dengan adanya cara pandang atau mindset yang pas terkait potensi dan proyeksi penyelolaan sumberdaya pesisir dan laut itu.

“Saya setuju dengan pendampat Pak Zulficar, apa yang disampaikannya itu sudah menyentuh akar masalah. Ini yang harus tercipta mindset tentang negara mnaritim, terutama di kalangan elit dan pemimpin,” tambahnya.

Pengelolaan potensi ekonomi kelautan dan perikanan yang diharapkan oleh Zulficar itu dijawab oleh Ostaf, Al Mustafa bahwa praktik pengelolaan saat bertumpu pada Badan Usaha Milik daerah atau apapun namanya.

“Sayangnya  BUMD belum bisa mengelola dengan baik. Di tingkat bawah juga tidak bisa apa-apa. Tidak ada BUMDes atau BUMDes Bersama di desa-desa pantai yang mengelola usaha perikanan, hanya menjadi toko.kelontong. Itu pun jika BUMDes itu mampu hidup,” tanggapnya.

“Harus atasi fixed mindset, yang selama ini tidak mengarah ke maritim. Entah bagaimana caranya menuju Growth Mindset ke sektor maritim,” tanya Ostaf.

Harapan Zulficar adalah tumbuhnya kebijakan dan kelembagaan ekonomi daerah yang bisa menjawab ekspektasi penumbuhan ekonomi kelautan dan perikanan.

“Daerah harus bergerak. karena daerah tidak bergerak maka masuklah konsep-konsep yang tidak realisti. Tidak solid dan pemahaman daratan dari pusat dan Jawa. Kita amini dan jadikan itu sebagai rujukan. Ya akhirnya tidak jalan. Gagal satu demi satu,” tambah Zukficar.

Menurutnya, daerah seperti Maluku, Sulawesi, Papua dan lain sebagainya di Timur punya potensi lebih 3-4 juta ton ikan.

“Mereka itu yang belum punya BUMD perikanan yang kuat.Itu sebagai contoh. Sumber daya ikan yang lain juga begitu. Tidak ada yang kelola dengan baik  Sumber daya lain juga begitu. Ada daerah yang BUMD bahkan tidak ada, berarti daerah memang tidak serius di pengelolaan usaha perikanan dan kelautan,” jelasnya.

“Kalo tidak ada BUMD, ya pengusaha dari luar datang ambil ikan bawa ke daerahnya. Industri tidak jalan. Pelabuhan mangkrak. Nelayan skala kecil terus. Pabrik tidak akan ada. Pelabuhan tidak berkembang. PAD nyungsep. Akhirnya tinggal tunggu APBN/APBD dan DAK,” pungkasnya.

 

Penulis: K. Azis

 

Related posts