OBROLAN BILIK SEBELAH:  Jika Cak Imin lelah ber-Pilkada, apakah ‘sosodara’ juga?

  • Whatsapp
Pengacara Anwar Ilyas, S.H menanggapi keluhan Cak Imin (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Selain itu terlalu banyak merusak pranata sosial di masyarakat kita. Oleh sebab itu, saya mengusulkan supaya dikembalikan saja pemilihan bupati dan wali kota ke DPR.

Anwar Ilyas, Alumnus FH Unhas, Pengacara

Read More

MAKASSAR, PELAKITA.ID – Pekan ini, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengusulkan peniadaan proses pemilihan Gubernur dan DPRD Provinsi ke depan.

Lontaran itu nyaris bersamana momentumnya kala Cak Imin jalan bersama bos partai koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf di dekat Istana Negara.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu menyebut, sebaiknya dalam pemilihan langsung hanya ada pemilihan presiden, pemilihan bupati, dan pemilihan wali kota.

Tak hanya itu, Cak Imin juga melempar bola panas dengan menyatakan pemilihan gubernur terlalu melelahkan dalam pelaksanaannya.

“PKB sih mengusulkan pemilihan langsung hanya Pilpres dan Pilbup, Pilkota. Pilgub tidak lagi karena melelahkan,” sebut pria yang baru saja urunan ‘posko politik’ bersama pemuncak Gerindra, Prabowo Subianto itu.

Pada pertemuan dengan Prabowo itu pun kembali dia curhat.

“Pak Prabowo yang hadir bersama bapak hari ini adalah anggota DPRD di seluruh Indonesia. Mereka-mereka lah yang sehari-hari bergelut langsung bertemu dengan rakyat. Meskipun saya tahu mereka adalah politisi paling menderita hari ini, gara-gara PP nomor 33,” kata Cak Imin di Tennis Indoor Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Minggu (30/10/2022).

Terkait itu, Anwar Ilyas, seorang anggota grup WAG Kolaborasi Unhas yang juga pengacara serta berdomisili di Sinjai urun rembug.

Dia menyebut hal tersebut berkorelasi dengan apa yang selama ini menjadi kegalauannya tentang berapa banyak persoalan jika masih tetap menganut proses pemilihan kepala daerah atau legilastif seperti yang terjadi selama ini.

Menurutnya, banyak hal memang yang perlu dievaluasi. Evaluasi tersebut dibutuhkan untuk memastikan proses demokratisasi berjalan baik dan terbangunnya -masyarakat sipil yang berdaya dan tangguh secara politik.

“Kita harus sadari, sangat mahal harga demokrasi di negara ini, baik dari segi materi dan non materi. Berapa triliun uang habis untuk menghabiskan anggota DPRD, DRR-RI, Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Wakil Gubernur, wali kota dan wakilnya, bupati dan wakilnya?” tanyanya.

“Selain itu terlalu banyak merusak pranata sosial di masyarakat kita. Oleh sebab itu, saya mengusulkan supaya dikembalikan saja pemilihan bupati dan wali Kota ke DPRD,” usulnya.

“Yang kedua, kita angkat saja KPU tapi hanya ada di provinsi, tidak perlu ada KPU di bawahnya. Ketiga, tak perlu ada kelembagaan DPRD Provinsi sementara gubernur ditunjuk lanhsung oleh Presiden,” desaknya.

Terkait usulan ‘berani’ itu, satu peserta lainnya, Ostaf Al Mustafa menyebut, jika itu terpenuhi maka lembaga  yang akan tutup kantor adalah Bawaslu, dan KPU level kabupaten lenyap.

“Tentu amat besar biaya yang bisa dipotong dan dihemat, ini berarti bakal efisien,” imbuhnya.

Menurut Anwar Ilyas, argumentasi untuk meniadakan DPRD provinsi itu dimulai dengan pertanyaan, wilayahnya di mana. “Toh Kabupatan-kota sudah punya DPRD, mengapa buka mereka diperkuat?” tanya Anwar.

Terkait hal tersebut di atas, kata Anwar, maka ke depan, jika ide itu diterima maka penunjukan Gubernur harusnya oleh Presiden.

Apakah sosodara setuju? Menurut Anwar, itu tepat, karena perwakilan pemerintah pusat jadi tidak seperti sekarang jadi penguasa di tingkat provinsi dan berlaku sebagai atasan bupati atau wali kota,” jelasnya.

Yang juga menjadi trigger mengapa perlunya merealisasikan ide-ide di atas adalah gejala tak sehat tentang peran ASN sebagai imbas politik pemilu Gubernur.

“Hal ini pernah saya usul waktu jadi Panwas, dimana PNS diminta netral jika ada Pilkada. Tapi tidak mungkin meminimalisis ASN tak berpolitik, sulit dikendalikan. Oleh karena itu, mereka pun harus dicabut hal piihnya,” pungkas Anwar.

Tanggapan politisi Demokrat

Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan, Ni’matullah RB yang juga adalah grup WAG Kolaborasi Alumni Unhas memberi pandangan berbeda. Bertolak belakang.

“Ide Cak Imin itu bagi saya cenderung tendensius dan naif. Menurut Ni’matullah, kabupaten-kota sebagai sebuah entitas ekoomi tidak memenuhi skala ekonomi, economic scale, tidak memenuhi skala ekonomi untuk bersaing dalam pasar regional,” tanggap pria yang akrab disapa Ulla itu.

“Apalagi pasar global, sehingga peran pemerintah provinsi yang mestinya diberi ruang,” ujarnya.

“Alasannya karena memenuhi skala ekonomi, sehingga beberapa komoditi bisa dikonsolidasi dan memilik bargaining power terhadap perusahaan-perusahaan besar,” jelasnya.

Hal lain yang disampaikan Ulla adalah bahwa otonomi di tungkat kabupaten-kota terbukti membuat power pemerintahan menjadi berserakan dan berkekuatan kecil.

“Sehingga mereka cenderung jadi ‘pengemis’ di hadapan para Menteri dan Dirjen utk cari anggaran bangun daerahnya,” ungkap Ulla.

Akibatnya, kata Ulla, Pemerintah Pusat menjadi sangat powerful. “Data APBN kita, hanya sekitar 26 persen yang terdistribusi ke 34 provinsi dan 514 kabupaten-kota,” tambahnya. “Sisanya berada dalam kewenangan Kementerian di Pusat.”

“Singkatnya, ide Cak Imin itu, menurut saya hanya upaya makin memperkuat posisi pusat pada bangsa ini, itulah saya sebut naif dan tendensius,” tegas Ulla.

Perlu tindak lanjut

Pembaca sekalian, gagasan-gagasan di atas menarik dielaborasi dari sisi efektivitas pemerintahan, efisiensi, dampak peran atau kehadiran anggota DPRD hingga apakah kehadiran mereka relevan dengan daerahnya.

Tentu saja perlu mendapat atensi organisasi alumni Unhas, minimal membincangnya di forum-forum strategis dan jadi catatan plus-minus praktik demokrasi kita.

Termasuk mulai berani menanyakan apakah memang mereka yang terpilih melalui proses Pilkada atau Pemiluj itu ‘prudent’, telah berfungsi efektif, telah menjadi pendorong demokratisasi atau keberdayaan sosial?

Sosodara, Cak Imin lelah dengan proses Pilkada yang panjang dan berliku, pengacara Anwar Ilyas sepertinya setuju ide bos PKB itu.

Bemana dengan sosodara?

 

Editor: K. Azis/admin

 

 

 

Related posts