Sampah Elektronik Dibuang Sembarangan, Bulukumba Darurat Sampah!

  • Whatsapp
Sampah Elektronik Dibuang Sembarangan, Bulukumba Darurat Sampah! (dok: Sakkir)

PELAKITA.ID — Keprihatinan terhadap kondisi sampah yang makin tak terkendali di Bulukumba mendorong para aktivis dari komunitas Aksi Bulukumba turun langsung ke lapangan.

Dalam aksi kampanye lingkungan yang dilakukan di sejumlah titik timbunan sampah pada 15 Juni 2025, mereka membawa pesan tegas seperti “Stop Pencemaran Sungai Bijawang”, “Sungai Bukan Tempat Sampah”, “88 Persen Sampah Bulukumba Tercecer”, dan “Bulukumba Darurat Sampah Plastik”.

Salah satu lokasi yang menjadi sorotan adalah sekitar Jembatan Sungai Bijawang. Di sana, aktivis menemukan tumpukan sampah elektronik berupa bekas televisi yang dibuang di lahan kosong tak jauh dari sungai. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, karena selain tabung televisi, juga ditemukan komponen elektronik lainnya yang masih utuh di dalamnya.

Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, limbah elektronik termasuk dalam kategori sampah spesifik karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), yang tidak boleh dibuang sembarangan karena berpotensi mencemari lingkungan.

Temuan ini menjadi bukti lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap pengelolaan sampah berbahaya.

Aldi Pratama Putra, aktivis dari komunitas Siring Bambu yang menemukan tumpukan sampah televisi, menyebutkan bahwa lokasi tersebut sering dijadikan tempat pembuangan oleh warga, terutama oleh tukang servis elektronik.

“Beberapa unit masih berisi komponen elektronik. Kemungkinan besar sengaja dibuang karena sudah tidak berfungsi lagi,” ujarnya.

Tidak Ada Fasilitas, 87 Titik Buangan Sampah Ditemukan di Sungai Bialo

Masalah serupa juga ditemukan di Sungai Bialo, tepatnya di Desa Bialo, Kecamatan Gantarang. Aktivis dari Aliansi Komunitas Sungai (AKSI) Bulukumba melakukan penyusuran dan menemukan sedikitnya 87 titik pembuangan sampah di sepanjang aliran sungai yang melewati empat dusun.

Sampah yang ditemukan sebagian besar berupa limbah rumah tangga, mulai dari plastik, sisa makanan, hingga sampah bercampur lainnya. Kondisi ini semakin parah saat musim hujan datang, karena sampah-sampah yang dibuang di tepian sungai terbawa arus hingga menumpuk di muara Sungai Bialo.

Gilang Ramadan (23), aktivis Sungai Bialo, mengenang masa lalu ketika sungai ini masih jernih dan menjadi tempat bermain serta mandi bagi warga.

“Dulu sungai ini ramai, bahkan keluarga dari kota datang ke sini hanya untuk mandi. Sekarang, semuanya berubah karena jadi tempat pembuangan sampah,” ujarnya prihatin.

Gilang dan komunitasnya mendata titik-titik buangan sebagai upaya advokasi agar pemerintah desa maupun pemerintah daerah mengambil tindakan. Ia menyayangkan minimnya fasilitas pengelolaan sampah dan lemahnya sosialisasi dari pemerintah Desa Bialo. “Masyarakat jadi tidak peduli, dan sungai menjadi korban,” tegas Gilang.

Ia berharap ke depan ada fasilitas dan layanan pengelolaan sampah yang layak dari pemerintah desa agar sungai bisa kembali bersih dan fungsional bagi masyarakat.

Penulis: Sakkir Satu Pena