Dosen Fisip Unhas Imran Hanafi soroti tabiat investasi China di depan Forum Dosen Makassar

  • Whatsapp
Dr Adi Suryadi Culla, koordinator Forum Dosen Makassar saat memandu dialog akhir tahun Ekonomic and Political Outlook di Tribun Timur (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Karakter investor Eropa Barat atau Jepang memiliki syarat cukup ketat untuk membangun good governance. Beda dengan China. – Dr Imran Hanafi, M.A, M.Ec, dosen Fisip Unhas.

______
PELAKITA.ID – Forum Dosen Makassar menggelar diskusi akhir tahun dengan tema  ‘Economy and Politic Outlook’: Evaluasi dan proyeksi optimis dan pesimis tahun 2022 menuju 2023.

Sejumlah narasumber hadir. Mereka adalah Dr Syarkawi Rauf, akademiis FEB Unhas, Dr Marzuki DEA (FEB Unhas), Dr Ilham Hanafie, Dr Amir Uskara, M.Kes (anggota DPR-RI), Dr Mulyadi Opu Andi La Tadampali (Fisip UI) sebagai moderator adalah Dr Adi Suryadi Culla, koordinator Forum Dosen Makassar.

Read More

Menurut Adi, bahasan mengenai ekonomi dan politik ini didasari pandangan bahwa tahun 2022 segera tutup, dan 2023 menjadi lembaran berikutnya.

“Terkait berbagai dinamika global dan domestik yang saling berkelindan, khususnya pada isu ekonomi politik, mencuat respon optimis dan pesimis, ini yang perlu kita bahas,” sebut Dr Adi.

Penekanan Imran Hanafi

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin (Unhas),  Dr Imaran Hanafi, M.A,  M.Ec menjadi salah satu pembicara menyorot beberapa isu makro yang menempatkan Amerika dan China sebagai pemain utama.

Dia juga menyoroti pelaksanaan G20 di Bali yang disebutnya telah ikut menurunkan tensi politik di beberapa spot atau kawasan yang selama ini rentan secara politik antarnegara.

Yang kedua, adalah adanya rivalitas parpol yang sudah mulai terasa di 2022.

Dr Imran Hanafi (Tribun)

“Ditambah dengan cukup mendominasinya isu eonomi politik 2022 adalah kehadiran China secara ekonomi dan politik Indonesia,” ujar pria yang pernah menjadi Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Australia dari 2017 hingga 2021 ini.

“Ekspansi masif China bukan hanya di Indonesia tetapi di negara-negara berkembang lainnya,” ucapnya. Menurut Imran itu mengundang kecurigaan akan keterlibatan China di Indonesia.

“Bahwa ada investor yang hadir di suatu negara sah saja, tetapi pertanyaannya, ada karakter sedikit berbeda dengan investasi Chian dibanding investasi yang dilakuan oleh katakanlah Amerika, atau Eropa Barat dan juga Jepang di berbagia negara,” ungkapnya.

Dia menyebut, dalam berinvestasi di negeri berkembang, China cukuplah longgar.

“Prasayarat menggelontorkan dana yang begitu besar tanpa ada prasyarat yang bisa memberikan –  atau  kalau boleh disebut bargaining yang bisa menguntungkan negara peminjam,” tutur Imran.

Dia pun memberi contoh proyek China di Indonesia yang jor-joran seperti Proyek Jatigede, Monorel, kereta Bandung-Jakarta, jalan tol.

“Kalau kita lihat karakter investor Eropa Barat atau Jepang memiliki syarat cukup ketat untuk membangun good governance, salah satunya negara host, di dalam negara menerima bantuan, zero tolerance to corruption, hampir syarat itu tidak ada kalau di China,” tutur dia.

“Kedua, dalam penggunaan tenaga kerja, di nagar Eropa, Amerika, Jepang, dalam memberi bantuan pinjaman semisal lewat CGI atau IGGI, salah satu syarat itu adalah memberi kesempatan negara host, untuk negara setempat, untuk menyiapkan tenaga kerjanya,” ucapnya.

Imran menyebut situasi itu justeru berbalikan dengan China.

Di ujung paparannya, Imran menyebut di 2023, apa yang akan terjadi nanti tergantung sejauh mana Amerika dan China meredakan ketegangan.

 

Editor: K. Azis

Related posts