Dosen UI, Mulyadi La Tadampali beberkan Oligarki Kembar Tiga di depan Forum Dosen Makassar

  • Whatsapp
Dr Mulyadi Opu La Tadampalli, dosen FISIP UI

DPRD Makassar

Saya tidak ada dasar untuk optimis, untuk pijakan, kecuali ada perubahan di pemerintahan. Dr Mulyadi Opu Andi La Tadampali

PELAKITA.ID – Forum Dosen Makassar menggelar diskusi akhir tahun dengan tema  ‘Economy and Politic Outlook’: Evaluasi dan proyeksi optimis dan pesimis tahun 2022 menuju 2023.

Sejumlah narasumber hadir. Mereka adalah Dr Syarkawi Rauf, akademiis FEB Unhas, Dr Marzuki DEA (FEB Unhas), Dr Ilham Hanafie, Dr Amir Uskara, M.Kes (anggota DPR-RI), Dr Mulyadi Opu Andi La Tadampali (Fisip UI) sebagai moderator adalah Dr Adi Suryadi Culla, koordinator Forum Dosen Makassar.

Read More

Menurut Adi, bahasan mengenai ekonomi dan politik ini didasari pandangan bahwa tahun 2022 segera tutup, dan 2023 menjadi lembaran berikutnya.

“Terkait berbagai dinamika global dan domestik yang saling berkelindan, khususnya pada isu ekonomi politik, mencuat respon optimis dan pesimis, ini yang perlu kita bahas,” sebut DrAdi.

Dosen UI Dr Mulyadi Opu Andi La Tadampali menyorot sejarah Jepang yang bisa pulih setelah perang dunia kedua dengan fokus pada tiga hal yaitu pendidikan.  Termasuk bagaimana Jepang mengambil peran dengan ikut memanfaatkan industrnya untuk ‘mengambil untung’ dari Perang Korea tahun 1953-1954.

“Jepang pada saat yang sama membangun industri elektroniknya dalam waktu yang singkat,” ucap dia.

Menurut Mulyadi, tahun 60-an Jepang berkibar namun pada tahun 80-an dan 90-an situasinya terbalik. “Disebut sebagai decade yang lost,” kata pakar asal Wajo Sulsel ini.

Meski demikian, menurut Mulyadi, Jepang tidak terpelanting jatuh sebab mereka sudah membangun manusianya dahulu.

Dr Adi Suryadi Culla, koordinator Forum Dosen Makassar saat memandu dialog akhir tahun Ekonomic and Political Outlook di Tribun Timur (dok: istimewa)

“Sudah saya sampaikan di depan, Jepang membangun manusianya dulu, membangun politik pangan, membangun ndustri yang membawa keuntungan. Tidak ada hutang,” tegasnya.

“Saya memperkirakan Jepang nanti akan tetap stabil meskipun dikeroyok kebijakan global. Membangun dalam negeri dan mereka stabil pada politik pangan, petani menjadi status warga negara kelas 2 di bawah samurai,” ujarnya.

Hal lain yang juga disampaikan Mulyadi adalah diplomasi kultur ala Jepang.

“Mereka mlakukan diplomasi kultur, memperkenalkan budiaya ke seluruh dunia untuk menarik simpati, tidak ada kebencian, dan kebijakan menyakinkan dunia bahwa Jepang bisa diajak kerjasama,” lanjutnya.

“Saya ulangi, Jepang fokus pada manusia, pendidikan dan politik pangan, kerjasama dengan negara-negara yang memiliki sumberdaya,” ucapnya.

Kondisi Indonesia

Setelah membincang Jepang, Mulyadi menyorot kondisi Indonesia yang disebutnya sebagai ‘praktik pemerintahannya tidak mengadopsi teori’.

“Pejabat kita malas ke kampus bertanya, kenapa, seolah-seolah teori itu dilecehkan. Padahal teori itu konsepnya deskripsi, butuh eksplanasi, prediksi, dan evaluasi,” jelasnya.

Pada bagian ini La Tadampali mengingatkan tentang hakikat demokrasi yang disebutnya sebagai proses membentuk pemerintahan dan dijalankan pejabat politik hasil pemilu.

“Pemerintahan yang melakukan korupsi, digantilah proses demokrasi, kita perlu perbaikan partai politik, jika tidak, itu berarti kita gagal transisi,” ucapnya.

Dia juga menyinggung instrumentasi politik, struktur, dan banyaknya fungsi yang ditangani oleh satu insitutusi. Menurut hematnya, saat ini ada kecenderungan satu organisasi menjalankan banyak fungsi, KPK, polisi, kejakasan.

“Padahal harus ada differensiasi struktural, dan fungsional,” lanjutnya. Dia menyebut, di Indonesia, proses demokrasi tidak berjalan, proses kapabilitas ekonomi tidak terjadi,, adaptasi poltik tidak ada, stabilitas poltiik tdak ada.

Poin yang juga tak penting yang disampaikan akademisi UI itu adalah apa yang dia sebut oligarki kembar tiga.

“Demokrasi oleh tiga oligarki dan disandera pemerintah. Ketiganya, badut potiik yang berbasis pada wewenang, bandar politik atau oligarki ekonomi dan berpengaruh, lalu oligarki bandit poitik yang berbasis pada kekuatan,” bebernya.

“Janganlah disebut orangnya, larinya ke oligarki ekonomi, ada jenis oligarki, pada ilmuwan sosial, dan mereka mencari suaka politik, jabatan, mendukung,” ucapnya lagi.

“Padahal tujuan kita bernegara adalah kesejehtaran umum.  Sebenarnya, saya tidak ada dasar untuk optimis, untuk pijakan kecuali ada perubahan di pemerintahan,” katanya seraya menyebut beberapa proyek yang rentan seperti kereta cepat Jakarta Bandung, reklamasi, lahan IKN dan lain sebagainya.

 

Editor: K. Azis

 

Related posts