UNHAS masuk kelas dunia tapi tak kontributif pada dinamika eksternalnya?

  • Whatsapp
Obrolan Satu Tahun Pelakita.ID ini dipandu oleh Kamaruddin Azis, founder Pelakita.ID, alumni Kelautan Unhas yang juga ketua Ikatan Sarjana Kelautan Unhas periode 2010-2012. Sebagai resources persons adalah Abdullah Sanusi, Ph.D, Direktur Alumni dan Penyiapan Karir Unhas serta Muhammad Ramli Rahim, alumin MIPA Unhas dan dikenal sebagai ‘influencer digital’ serba bisa.

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Tangga menuju universitas kelas dunia telah ditapaki Universitas Hasanuddin. Tak lagi stuck di pelataran atau sekadar memutar di radius lanskap mimpi-mimpinya. Tak lagi memusing dengan aneka konflik internal, tawuran mahasiswa hingga saling cakar di forum-forum lokal.

Inilah faktanya. Universitas Hasanuddin telah menapak konkret visinya. Unhas akhirnya berhasil tercatat dalam jajaran universitas kelas dunia versi QS World University Ranking (WUR).

Read More

QS Top Universities 2022 menempatkan Universitas Hasanuddin tercatat berada pada kelompok 1001 – 1200.  Ini tentu istimewa, membanggakan dan capaian extraordinary. Adalah hasil nyata setelah mulai meneropong visi sejak empat tahun lalu bersama nakhoda Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, Rektor wanita pertama Unhas.

Menurut Direktur Komunikasi Unhas, Ir. Suharman Hamzah, Ph.D, ikhtiar itu telah diperjuangkan dengan intens sejak empat tahun lalu.

“Selama ini, capaian Unhas adalah tercatat pada QS Asia University Ranking (AUR), dan baru kali ini berhasil masuk dalam QS WUR,” kata alumni Fakultas Tenik Unhas jebolan Jepang itu

Bagi sensei Suharman,metode yang digunakan oleh QS agar suatu perguruan tinggi dapat masuk dalam WUR sangat menantang. “Alhamdulillah, kita berhasil memenuhi standar tersebut,” kata Suharman.

Lalu apa itu QS WUR? Apa saja metodenya? Menurut Suharman, QS WUR merujuk pada enam indikator. Masing-masing indikator mempunyai bobot yang berbeda.  Keenam indikator dan bobotnya adalah:

Pertama, Academic peer review (40 persen), yaitu pandangan akademisi global terhadap suatu perguruan tinggi.  Data indikator ini diperoleh melalui survei independen yang dilakukan oleh QS.

Untuk memahami silakan berkhayal, pandangan para ilmuwan dunia memandang Unhas sebagai ‘rumah akademis’

Kedua, faculty/Student Ratio (20 persen), yaitu rasio dosen dan mahasiswa, yang diukur berdasarkan data aktual.

Hal ini menunjukkan komitmen perguruan tinggi dalam menciptakan proses pembelajaran yang seimbang sesuai kapasitas tersedia dan kebutuhan pembelajaran.

Ketiga, citations per faculty (20 persen), pengukuran terhadap dampak dari hasil-hasil penelitian yang dihasilkan suatu perguruan tinggi, yang dilihat dari angka sitasi artikel karya sivitas akademiknya.

Untuk memahami ini, bayangkan bagaimana hasil-hasil riset dan postulat penelitian di Unhas menjadi referensi atau rujukan bagi peneliti lain atau user lain.

Keempat, employer reputation (10 persen), yaitu reputasi dari alumni yang bekerja pada berbagai sektor, dimana data diperoleh dari survei yang dilakukan QS terhadap pekerjaan para alumninya.

Nah, sederhananya, seberapa terserap, seberapa berkontribusi para alumni Unhas pada lapangan kerja dan bagaimana mereka memuaskan pemilik, perusahaan, institusi atau organisasi dimana mereka bekerja. “Kami puas, anda untung.”

Kelima, international student ratio (5 persen), yaitu pengukuran terhadap jumlah mahasiswa asing pada suatu perguruan tinggi, yang menunjukkan komitmen terhadap keberagaman (diversity) dari komunitas akademik.

Beberapa saat lalu, dan hingga saat ini, di tengah pandemi, Unhas selalu membuka ruang, menjalin kedekatan, komunikasi, mediasi bagi mahasiswa asing untuk berbarengan dalam menciptakan kerja-kerja kolaboratif.

Mereka datang ke Unhas dan menjalin program internasional. Ini kurang lebih makna international student ratio itu. Tentang kesenian, pertukaran kebudayaan, riset bersama dan interaksi akademis kolaboratif.

Keenam, international staff ratio (5 persen), yaitu pengukuran terhadap keragaman (diversity) dari pengajar dan staf asing, yang dilihat dari rasio dosen dan staf asing.

Terkait keenam indikator itu, sensei Suharman menjelaskan, komponen terbesar dari metode QS WUR adalah Academic Peer Review yang mencapai 40 persen.

“Selama bertahun-tahun, Unhas telah memenuhi indikator-indikator lainnya.  Namun mengalami tantangan dalam mendorong para akademisi global untuk merekognisi Unhas,” ungkap Suharman.

Lalu apa sesungguhnya upaya Unhas untuk menebas tantangan itu?

“Unhas membentuk satuan tugas atau unit yang menangani World Class University, dengan fokus utama membenahi area yang perlu ditingkatkan, khususnya academic peer review ini,” tandasnya.

“Setelah menerapkan strategi khusus, akhirnya survei QS berhasil memotret pandangan positif para akademisi dari seluruh dunia terhadap Unhas,” jelas Suharman.

Pembaca sekalian, capaian ini merupakan bukti, Unhas telah berada pada jalur yang sesuai dalam upaya meningkatkan reputasi globalnya.  Capaian pada peringkat 1001-1200 dunia merupakan modal dasar untuk terus meningkatkan kinerja.

Suharman berharap dengan capaian tersebut, kita memiliki landasan yang kuat untuk meneruskan aktivitas tri dharma, meningkatkan hal-hal yang sudah dilakukan, dan terus mengoptimalkan langkah kemitraan global.

“Kami optimis, peringkat Unhas akan terus membaik pada tahun-tahun mendatang,” kata Suharman.

Sebagai perbandingan, untuk skala nasional Indonesia, bersama Universitas Hasanuddin juga terdapat beberapa perguruan tinggi yang tercatat masuk pada wilayah peringkat 1001 – 1200, yaitu: Universitas BINUS, Universitas Diponegoro, Universitas Telkom, dan Universitas Brawijaya.

Relasi alumni dan efektivitasnya

Berdasarkan capaian tersebut di atas platform berita Kelautan dan Perikanan Pelakita.ID atas dukungan Ikatan Sarjana Kelautan Indoesia menggelar obrolan 1 tahun Pelakita.ID dengan tema Alumni Sebagai Pendorong Perubahan: Efektifkah Unhas? pada 12 Juli 2021.

Selain capaian itu, pertimbangan lain mengapa obrolan ini digelar adalah ketika membandingkan kiprah IKA perguruan tinggi lain seperti KAGAMA, ILUNI hingga IKA ITB yang dianggap sangat dominan dalam menawarkan solusi atau aktif mengeksekusi kerja-kerja perubahan di Indonesia. Mereka menjadi rujukan, atau influenccers nasional bahkan dunia.

Pendek cerita, ada harapan besar untuk melihat kiprah Unhas dan alumninya di tengah dinamika kehidupan berbangsa yang belakangan ini cenderung sentralistis, tak berkeadilan dan melanggengkan oligarki kekuasaan ekonomi dan politik.

Acara ini dipandu oleh Kamaruddin Azis, founder Pelakita.ID, alumni Kelautan Unhas yang juga ketuaI Ikatan Sarjana Kelautan Unhas periode 2010-2012.

Sebagai resources person adalah Abdullah Sanusi, Ph.D, Direktur Alumni dan Penyiapan Karir Unhas serta Muhammad Ramli Rahim, alumin MIPA Unhas dan dikenal sebagai ‘influencer digital’ serba bisa.

MRR, begitu sapaannya, sekali waktu jadi politisi, lalu menjelma guru sekolah umum, menapak ketua Ikatan Guru Indonesia dan mencipta trending, dan di lain momen menjadi Ketua Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI).

Menurut Kamaruddin, capaian Unhas seperti dipaparkan di atas prestasi luar biasa. Hanya saja pencapaian itu harus pula diukur pada kontrbusi alumni atas penanganan isu-isu lokal,  kontribusi alumni dan Unhas sendiri pada dinamika eksternalnya seperti situasi sosial politik kontemporer.

“Unhas harus menjadi lokomotif perubahan di wilayah di mana dia eksis,” katanya seraya menyebut seperti konflik reklamasi, degradasi habitat, isu-isu urban, hingga disparitas sosial yang ekstrem belakangan ini di sekitar Unhas.

“Di Kota Makassar, di Sulawesi Selatan, Unhas harusnya tampil untuk menjadi bagian dalam agenda setting perubahan,” katanya saat membuka obrolan. Harapannya, jika itu berjalan dengan baik, harapan meretas pengaruh pada skala di atasnya akan lebih mudah.

Abdullah ‘Doel’ Sanusi menjawab lugas saat ditanya tentang efektivitas Unhas saat ini sebagai pusat pendidikan, apa yang terjadi di suasana tahun 90-an dan apa yang baru atau berbeda di ke-Unhasan saat ini.

Menurutnya, terkait pendidikan mahasiswa, banyak yang berbeda. Suasana tahun 90-an dan saat ini banyak berbeda meski diakuinya kehidupan kemahasiswaan di kampus dan saat ini masih menyisakan praktik lama seperti masih adanya mahasiswa yang bermalam di pusat kegiatan kemahasiswaan dalam kampus.

“Kayak gitu dulu juga,” kata Doel, alumni FE-UH angkatan 98, yang juga mantan ketua Senat Ekonomi ini.

Dia juga bercerita tentang semakin teraturnya pengelolaan sarana prasarana kampus. Juga tentang jumlah alumni Unhas yang sejak berdiri hingga saat ini mendekati angka 200 ribu.

“Dalam tahun 2019, kita mulai memperbaiki pendataan dan relasi dengan alumni. Ini ditandai dengan adanya Direktorat Alumni dan Penyiapan Karir,” katanya. Meski demikian Doel juga menyadari bahwa relasi antara alumni dan Unhas belum optimal.

Menurutnya, danyak kegiatan IKA yang justeru menjadikan DAPK sebagai sandaran setelah tahu ada Direktorat Alumni dan Penyiapan Karir Unhas. Contoh kecil kalau ada pertemuan daring meminta DAPK Unhas untuk menyiapkan Zoom link.

Apa yang disampaikan Doel dibenarkan oleh Muhammad Ramli Rahim. Menurut MRR, alumni, IKA, bisa saling sinergi.

“Alumni atau IKA ini sudah di luar Unhas, harusnya bisa lebih mandiri, kreatif dan bisa menjalankan program-program untuk alumni dan masyarakat luas,” kata MRR, alumni MIPA angkatan 96.

Dia pun bercerita tentang kiprahnya sebagai pengurus organisasi Sema MIPA, mengurus HMI, hingga menjadikan Sema sebagai mitra strategis mahasiswa dan Unhas.

Dia mengambil contoh bagaimana Senat Mahasiswa bisa menjamin pengurus untuk dapat jatah makan di warung Dian di Tamalanrea, atau bagaimana Sema harus tandatangan persetujuan untuk mahasiswa bisa dapat beasiswa.

Hal-hal yang disebutnya contoh bagaimana saat menjadi alumni atau IKA bisa lebih kreatif atau produktif menghasilkan program-program faedah.

Pembaca sekalian, silakan tonton video obrolan dengan Abdullah Sanusi. Ph.D dan Muhammad Ramlli Rahim dalam laman ini untuk lengkapnya.

Semoga menginspirasi alumni atau civitas akademika Unhas dan IKA Unhas untuk kreatif di tengah situasi bangsa yang tidak baik-baik saja.

 

Editor: K. Azis

 

Related posts