KKP: Komoditas ikan lokal berpotensi tingkatkan kesejahteraan dan gizi masyarakat

  • Whatsapp
Komoditas ikan baung, salah satu sumber gizi dari perikanan darat (dok: KKP)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pembangunan perikanan budidaya berbasis komoditas unggulan dan komoditas kearifan lokal menjadi salah satu program unggulan yang sedang dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Ikan Baung adalah salah satu komoditas berbasis kearifan lokal yang didorong oleh KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam untuk dapat dibudidayakan oleh masyarakat.

Read More

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menyatakan bahwa komoditas ikan  lokal memiliki nilai potensi ekonomi yang tinggi karena populasinya yang cenderung menurun sehingga sulit untuk ditemukan di pasaran dan membuat harganya menjadi melambung.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui unit pelaksana teknis seperti BPBAT Sungai Gelam terus berusaha menghadirkan komoditas ikan lokal di tengah masyarakat dengan mendorong pembudidayaan ikan lokal tersebut.

“Harga jual yang tinggi mengakibatkan Ikan Baung menjadi banyak ditangkap dan diburu oleh masyarakat, sehingga dikhawatirkan akan mengalami penurunan populasi terhadap komoditas ikan ini. Selain mendorong masyarakat untuk mulai membudidayakan Ikan Baung, KKP juga rutin melakukan penebaran benih ikan atau restocking di berbagai perairan umum habitat Ikan Baung untuk menjaga kelestarian dan stok populasinya,” tambah Tebe.

Tebe juga mengajak pelaku usaha budidaya agar dapat terus melestarikan komoditas ikan lokal seperti Ikan Baung agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi maupun peningkatan pendapatan.

“Tim teknis dan perekayasa kami terus mengembangkan inovasi dan teknologi dalam budidaya ikan lokal sehingga dapat menghasilkan strain dengan pertumbuhan maksimal serta memberikan keuntungan yang lebih bagi pembudidaya,” ucap Tebe.

Sementara itu Kepala BPBAT Sungai Gelam, Boyun Handoyo mengungkapkan bahwa Ikan Baung menjadi salah satu komoditas lokal unggulan di Pulau Sumatera karena memiliki citarasa yang lezat dan nilai ekonomis yang tinggi.

Berbagai olahan kuliner seperti pindang Ikan Baung menjadi favorit masyarakat Sumatera seperti di daerah Lampung, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi.

“KKP melalui BPBAT Sungai Gelam telah berhasil memijahkan dan mengembangbiakkan Ikan Baung dalam skala massal sejak tahun 2009, namun masih banyak pembudidaya yang belum mengetahui bahwa ikan ini sudah dapat dibudidayakan,” lanjut Boyun.

Boyun juga menilai dengan level harga yang cukup menjanjikan diantara komoditas ikan air tawar lainnya, bisnis Ikan Baung menjadi salah satu peluang untuk meningkatkan gairah ekonomi serta pendapatan masyarakat.

“Dengan keberhasilan pengembangan Ikan Baung di BPBAT Sungai Gelam, akan kita dorong segmen pembesaran di kolam maupun di perairan umum melalui diseminasi teknologi kepada masyarakat sebagai pemicu peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis kearifan lokal” pungkas Boyun.

Perekayasa Madya BPBAT Sungai Gelam sekaligus Penanggung Jawab Kerekayasaan Ikan Spesifik Lokal di BPBAT Jambi, Yudi Yustiran menegaskan bahwa antusiasme masyarakat dalam mengonsumsi Ikan Baung karena memiliki tekstur daging dan rasa yang nikmat dengan jenis olahan beragam seperti pade dan tempoyak sehingga memiliki harga pasar yang cukup tinggi.

Yudi menyebutkan bahwa biaya investasi untuk pembesaran di kolam dengan kapasitas kolam 5.000 ekor seperti kolam pembesaran, jaring pembesaran dan alat panen sebesar Rp63,5 juta.

Sementara biaya operasional produksi pembesaran Ikan Baung antara lain seperti pakan pembesaran, benih 3 inci dan bahan lainnya dengan total sebesar Rp47,6 juta.

“Dalam satu siklus memerlukan waktu sekitar 8-9 bulan dengan panen ukuran 400-500 gram. Dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 80% dan Food Convertion Ratio  (FCR)  2 maka pada kolam 1.500 m2 dengan kapasitas produksi 5.000 ekor benih bisa menghasilkan 4.000 ekor atau sekitar 1,8 ton,” tambah Yudi.

Yudi menambahkan secara analisis usaha dapat disimpulkan dengan asumsi harga jual Ikan Baung yang dapat mencapai rata rata Rp40 ribu per kg (harga di pembudidaya) dan berat total panen per siklus 1,8 ton, maka diperoleh keuntungan per siklus sekitar Rp35,9 juta.

Biaya investasi dapat dikembalikan dengan usaha yang berproduksi secara berkelanjutan, sekitar kurang lebih 1,5 tahun dan diperoleh Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) senilai 1,77 artinya usaha pembesaran Ikan Baung layak untuk diusahakan.

“Beberapa hal yang menjadi kendala dalam berbudidaya Ikan Baung ialah ketergantungan musim pada saat pemijahan serta laju pertumbuhan yang tidak secepat ikan air tawar pada umumnya. Namun hal ini dijadikan tantangan oleh tim perekayasa agar dapat menghasilkan strain baru dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan tahan penyakit serta membuat formulasi pakan yang memiliki FCR yang lebih baik dengan cost yang rendah” jelas Yudi.

Yudi juga menambahkan bahwa tahun ini timnya tengah fokus untuk memproduksi dan mematangkan calon induk Ikan Baung  terseleksi yang dapat memproduksi 50-60 ribu butir telur untuk mencukupi kebutuhan benih di pembudidaya dan Unit Pembenihan Rakyat (UPR).

 

Sumber: Siaran Pers KKP

 

 

Related posts