Pada kelindan sumber daya di ceruk Cempe

  • Whatsapp
Formasi hasil dari Danau Tempe (dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pada hutan, tanah dan air, anak manusia membentuk komunitas dan peradaban. Merajut harapan dari masa ke masa. Memanfaatkan isinya untuk pangan, untuk sandang. Mereka memilih tanah paling subur untuk bisa bertahan dan merawat harapan bersama kerabat yang lain.

Untuk terbentuk, bertahan, mereka butuh air, untuk minum, memasak dan juga untuk bercocok tanam. Pada hamparan air yang luas mereka mencari ikan, membuang jala. meniti harapan, melintasi tapak waktu. Di Danau Tempe pun begitu.

Read More

Danau Tempe adalah salah satu yang dapat menggambarkan bagaimana kelindan sumber daya hutan, tanah dan air ini membentuk komunitas, membentuk masyarakat Danau Tempe, di Wajo, Sulawesi Selatan.

Rumah panggung di tengan Danau Tempe ((dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

Lalu, apakah pembaca tahu arti kata tempe pada sebutan ‘Danau Tempe’? Jika belum, sesuai informasi yang diperoleh dari warga Kota Sengkang, bernama Kanon Karateng, tempe berasal dari kata ‘cempe’.

Cempe? Iya, ini karena jejak sejarak danau ini sebagai penghasil kacang merah. Disebutkan bahwa kacang ini sudah ditanam di sekitar danau pada abad ke-8 hingga ke 14.

Ikan khas Danau Tempe (dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

Kacang ini disebut termahal di Eropa saat itu. Kacang merah dalam bahasa Bugis kuno disebut “cempe’. Dari kata inilah yang kemudian berubah secara perlahan menjadi tempe.

Nah, di danau ini unik, dari sisi lansekap, tipologi, dinamika perairan atau bioekologinya, demikian pula pemanfaatannya. Danau Tempe mempunyai potensi sumberdaya yang besar, terutama ikan-ikan air tawarnya nan khas.

Air yang menggenang di danau ini datang saat musim hujan, airnya berasal dari sungai-sungai di sekitarnya, sungai meluap dan menggenangi sebagian wilayah daratan. Dari tahun ke tahun, warga menjadi terbiasa lalu mewujud sebagai tradisi, keseharian atau denyut sosial ekonomi mereka, dalam genangan musim hujan hingga sengatan kemarau.

Danau Tempe menyuguhkan beraneka ragam hasil perikanan (dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

Sangat menarik saat membaca hasil penelitian terkait karakteristik dan nilai ekonomi sumber daya perairan komplek Danau Tempe, Sulawesi Selatan yang dilaksanakan oleh Andrian Ramadhan, Riesti Triyanti dan Sonny Koeshendrajana –ketiganya peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam tahun 2007.

Apanya yang menarik? Mereka menunjukkan bahwa nilai ekonomi total dari pemanfaatan sumberdaya yang diperhitungkan dari kegiatan penangkapan ikan, pertanian dan transportasi umum masyarakat di sana adalah sebesar Rp.1.489.149.383.605. Triliunan!

Besarnya nilai tersebut mencerminkan bahwa keberadaan sumberdaya perairan danau Tempe memiliki peranan penting secara ekonomi baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

Ikan gambus khas Tempe (dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

Koeshendrajana menyebut danau Tempe termasuk habitat danau banjiran (plain lake) dan membentuk satu kompleks danau dengan Danau Sidendreng. Meski demikian, hampir seluruh hutan sekitar danau telah habis, kecuali hutan rawa antara Danau Sidenreng dan Tempe.

Saat ini luas Danau Tempe pada saat air pasang diperkirakan dapat mencapai 28.643 ha (Putra dan Sadat, 2007). Wilayah terbesar masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Wajo (54,6%), sedangkan sisanya masuk kedalam Kabupaten Soppeng (34,6%) dan Kabupaten Sidrap (10,7%).

Prof Iqbal Burhanuddin dan timnya saat menyusuri Danau ‘Cempe’ (dok: Prof Iqbal Burhanuddin/FIKP Unhas)

Pada saat hujan terusmenerus turun, kawasan danau tempe beserta dimana wilayah yang terbanjiri mencapai 47.800 ha pada musim hujan dan pada musim kemarau mencapai 3.000 ha (Bappeda Kab. Wajo, 2006).

Pembaca sekalian, dari mana air Tempe? Airnya dipasok Sungai Bila dan Sungai Walanae. Jadi air Danau Tempe ini sangat tergantung pada curah hujan pada DAS tersebut. Data yang ada menunjukkan bahwa pada DAS Walanae curah surplus hujan rata-rata sebesar 1.500 mm pada bagian utara dan 2.000 mm pada bagian tengah dan 2.500 mm pada daerah pegunungan.

Kembali ke nilai ekonomi Danau Cempe, jika nilai ini bisa dimanfaatkan dengan baik, didayagunakan, dieksplorasi lebih jauh, bisa jadi danau ini memberi nilai lebih banyak dari situ. Atau bisa sebaliknya, jika semakin banyak luapan dari sungai-sungai di sekitarnya, yang tak terkendali karena ulah tangan manusia di hulu dan sempadan sungai.

Begitulah pembaca sekalian, denut Danau Tempe sejauh ini. Oh iya, foto-foto yang dibagikan oleh Guru Besar Ilmu Kelautan FIKP Unhas, Prof Iqbal Burhanuddin, seperti nampak di atas sudah mewakili gambaran Danau ‘Cempe’ yang memukau dan juga menyimpan rasa waswas dari kelindan sumber dayanya di atas.

…Lawa bale, ikan kamboja sama ikan kandia…

…Lawa bale, ikan kamboja sama ikan kandia…

…Lawa bale, ikan kamboja sama ikan kandia…

Siapa rindu Danau Cempe’?

 

 

Related posts