Kolom Prof Andi Iqbal Burhanuddin: The Real RECTOR

  • Whatsapp
Prof Andi Iqbal Burhanuddin (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Proses pemilihan Rektor  Universitas Hasanuddin Periode 2022 – 2026 telah memasuki tahap penyaringan oleh Senat Akademik. 

Tahap selanjutnya mengacu pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi yakni Senat Akademik akan mengadakan rapat tertutup untuk menetapkan sebanyak tiga orang Bakal Calon Rektor yang memperoleh suara terbanyak,  ditetapkan sebagai Calon Rektor oleh SA dan diteruskan kepada MWA untuk dipilih.

Tahapan tersebut dapat dilakukan melalui pemungutan suara atau secara aklamasi.

Read More

Jika proses berlangsung melalui pemungutan suara, maka setiap anggota MWA memiliki satu hak suara, kecuali Menteri yang memiliki 35 persen hak suara, serta Ketua Senat Akademik dan Rektor tidak memiliki hak suara.

Selanjutnya, Rektor Terpilih akan disahkan melalui Surat Keputusan MWA, dan pelantikan Rektor Terpilih sebagai Rektor Periode 2022 – 2026.

Konsekuensi 35persen suara menteri adalah sering terjadi calon rektor yang meraup dukungan besar di kampus gagal terpilih.   Artinya bahwa walaupun tiga calon bakal bersaing memperoleh suara hampir seimbang di MWA, tetapi nasibnya akan ditentukan oleh kuota titipan hak suara dari Mas Menteri.

Proporsi yang cukup besar  suara menteri dalam pemilihan rektor pernah menjadi polemik dan penolakan oleh sejumlah perguruan tinggi di Indonesia karena dinilai mencederai institusi akademik dan cendikia.

Beberapa argumen menilai bahwa seyogyanya  kampus sebagai tempat orang terpelajar yang melahirkan pemikir bangsa harus diberikan otonomi penuh.  PT yang bersangkutanlah tentu paling paham tentang siapa yang paling layak dan paling siap untuk memimpin.

Rektor yang dipilih berdasarkan suara terbanyak di lingkungan internal PT secara relatif  menunjukkan bahwa itulah yang terbaik diharapkan mengelola akademik, kemahasiswaan, keuangan, kehumasan dan semua yang berbau iklim akademik di lingkungan universitas.

Meski demikian, proporsi suara menteri yang cukup besar itu oleh sebagian kalangan juga dianggap wajar.

Argumenya bahwa pemerintah memiliki kewajiban dalam memberikan pendidikan kepada rakyat melalui universitas negeri.   Anggaran yang diberikan pemerintah kepada universitas juga menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pemerintah dinilai perlu mengatur dan mengontrol jalannya pendidikan termasuk di dunia PT karena  jika pemilihan rektor diberikan 100 persen kepada internal kampus, tidak bisa dipastikan pula akan memilih rektor yang terbaik.

Argumen lain yang dijadikan dasar untuk membenarkan Menteri mempunyai wewenang untuk menentukan calon rektor di PT Negeri adalah bahwa rektor haruslah yang sesuai dengan visi misi dan mampu menjabarkan kebijakan menteri, dengan kata lain rektor  adalah perpanjangan tangan dari kebijakan Menteri. 

Oleh karena itu, hak Menteri untuk memilih siapa calon rektor yang dianggapnya mampu bekerja sama dengannya.

Tentu kita percaya dan berharap kampus sebagai lembaga akademik akan mengedepankan dan menggunakan cara pandang yang rasional dalam pemilihan rektor.  Semua harus mengembangkan kampus secara bersama-sama. Tidak elok lagi kalau ada kubu-kubuan.

Gesekan antar elemen PT yang akan menimbulkan riak-riak harus diminimalisir dan jangan sampai terjadi politisasi kampus karena akan merendahkan marwah pendidikan tinggi.

Pada hakikatnya seluruh yang ada di dunia ini hanyalah milik Allah Ta’ala.  Harta, tahta, termasuk jabatan seorang rektor hanyalah titipan yang semua itu akan diminta pertanggung jawaban  kelak.

Sabda Rasulullah SAW bahwa “ Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia dimintai pertanggungjawaban tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.”(HR. Tirmidzi).

 

Prof Andi Iqbal Burhanuddin Guru Besar FIKP Unhas

Related posts