Bang Ipul dan Coral Center Unhas: 700 Specimen Karang Terkoleksi, Sebagian Diduga Spesies Baru

  • Whatsapp
Dt Syafyuddin Yusuf (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Suasana Kampus Unhas Tamalanrea cerah, pohon-pohon rindang menyambut penulis saat berjalan di antara jembatan kayu yang masih basah.

Di bahu kiri jalan masuk kampus, seorang pemuda bermain basket di beranda Pusat Kegiatan Mahasiswa sebagian lainnya jogging. Di selasar danau, Dua pria seusia 60-an duduk bersitatap, bercengkerama. Mereka berwajah Uzbek.

Penulis menyusuri jalan menuju Gedung Pusat Kegitan Penelitian PKP Unhas. Sebelumnya melata bersama pete-pete 05 menuju Tamalanrea.

Read More

Pusat Pendidikan dan Informasi Terumbu Karang atau Coral Center Universitas Hasanuddin ada di benak. Ingin tandang ke sana.

Seperti apa gerangan tempat itu setelah diresmikan tahun 2012 of Rektor Prof Dwia Ariestine Pulubuhu itu? Apa yang baru di sana?

Saat diresmikan, Unhas, meminjam telisikan Prof Jamaluddin ‘JJ’ Jompa kala itu, eksistensi Coral Center sebagai salah satu upaya untuk menjadi bagian dalam pencegahan kerusakan terumbu karang disebut mencapai 2 juta hektar dalam 10 tahun terakhir.

Prof JJ menyebut, melalui riset, edukasi, advokasi, nasib terumbu karang Indonesia diperjuangkan.

“Luasan karang kita mencapai 75 ribu hektar, total karang di Indonesia mencapai 590 jenis, dan terdapat 82 genera atau 80 persen karang yang ada di dunia, semua dalam ancaman,” ungkap Prof JJ kala itu.

Tentang Bang Ipul

Dr Syafyudin Yusuf menyambut Pelakita.ID dengan senyum.

Dia mengajak naik lift dan sampai di lantai 5 Gedung Pusat Kegiatan Penelitian Unhas.

Di lantai 5, nuansa biru menyambut. Kami masuk ke ruangan bertuliskan Coral Center. Interiornya asik dan apik, warna biru dinding dan etalase karang menjadi pembeda ruangan ini.  “Bersih dan nyaman,” batin penulis.

Syafyudin Yusuf adalah tenaga pendidik dan peneliti pada Fakultas Kelautan dan Perikanan.

Dia adalah Doktor Ilmu Zoologi Laut dan Bioekologi Karang. Pengalamannya sebagai peneliti karang tak meragunakan, dia menggeluti karang sejak masih mahasiswa. Kemampuan selamnya menjadikan dirinya sosok berbeda di antara mahasiswa kala itu.

Sejumlah proyek ternama telah diikutinya termasuk the Coral Reef Rahabilitation and Management Program yang melibatkan multi donor seperti Bank Dunia, ADB, JICA hingga Australian Aid sejak 1999 hingga fase terakhir di tahun 2010-an.

Pelakita.ID bersama Dr Syafyuddin Yusuf di lokasi Coral Center Unhas (dok: Pelakita.ID)

Pengalaman merisetnya pun bukan kaleng-kaleng, Laut Taiwan, hingga Pasifik dan Hawai telah diarunginya demi karang.  Dia pernah menjadi resource person konservasi karang di depan bos IMF, Bank Dunia dan Menteri Luhut di Bali.

“Di Coral Center, kita lakukan identifikasi karang, taksonomi karang. Berdasarkan hasil observasi lapangan kita mencatat berapa keanekaragaman hayati karang kini ini perlu atensi, perlindungan dan pengelolaan yang baik,” katanya saat ditemui di lantai 5 PKP Unhas, Jumat, 8/3/2024.

“Di sini seperti nampak di rak-rak, di kotak spesimen ini kita punya tidak kurang 700 spesimen, tak bernama atau kita belum temukan padanannya pada buku taksonomi,” ujar dia.

“Itu artinya bisa saja jenis baru. Ada banyak yang kita temukan namun memang belum sesuai dengan ciri atau spesies yang ada di buku taksonomi. Ada beberapa yang memang kita sebut jenis baru,” kata dia.

“Jadi bisa saja nanti kita beri nama Latin sesuai keinginan, misalnya, Acropora denun, atau Acropora ipul,” katanya sembari tertawa.

Fungsi Coral Center

Terkait kerusakan terumbu karang, Syafyuddn menyebut karena sejumlah penyebab.

“Dari ulah tangan manusia hingga perubahan iklim,” kata pria yang akrab disapa Bang Ipul ini.

Menurutnya, terumbu karang Indonesia mengalami tekanan hebat selama beberapa tahun terakhir, karena usaha perikanan tidak ramah lingkungan, penggunaan bom, bius hingga alat tangkap yang berpotensi merusak seperti pukat seret trawl dan muroami.

“Masih ada sekitar 27 hingga 30 persen yang masih baik. Kisaran ini karena memang belum intensifnya riset atau pengecekan kondisi karang setelah diriset beberapa tahun silam,” kata Ipul.

Aktif berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait terumbu karang dunia (dok: Pelakita.ID)

Dia menekankan bahwa Indonesia terkhusus Sulawesi Selatan punya sebaran terumbu karang yang luas dan dapat menjadi oase pengetahuan.

“Ilmu pengetahuan kuta dapat berkembang dengan memaksimalkan sumber daya, anggaran dan tenaga pengkajian terumbu karang,” kata dia.

Pria kelahiran Bima ini merupakan alumni Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas, sekarang Ilmu Kelautan pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas.  Gelar Doktornya diraih di IPB Bogor untuk bidang karang, atau ekologi karang.

Tidak banyak pakar Unhas yang fokus pada karang, ada beberapa nama yang bisa disebut seperti Prof Jamaluddin Jompa dan Prof Chair Rani dan Prof Abdul Haris.  Prof Jamaluddin kini sebagai Rektor Unhas tentu dia harus punya ‘pakar pelapis’.

Bersama JJ dan Haris, Ipul telah merilis Buku Pedoman Survei Laut Terumbu Karang pada 2015. Ipul hingga kini telah merilis 56 hasil penelitian umunya terkait terumbu karang.

Menurut Dr Syafyuddin, sejumlah spesimen yang ada di Coral Center diperoleh dari sejumlah perairan di Indonesia.

“Ada yang dari Spermonde atau Sangkarang di Selat Makassar, ada juga dari Teluk Bone, Bala-balakang Sulbar dekat Kalimantan hingga Maluku dan Papua,” kata dia.

Dia juga menyebut ada sejumlah spesies karang yang sempat dibuang atau ditemukan di tempat yang bukan semestinya namun menurutnya itu spesies langka atau unik.

“Karang ini saya temukan di pengumpulan sampah,” kata dia seraya menunjukkan karang seperti Acropora dengan cabang besar.

Dr Syafyudin merevisi jumlah spesies yang tercatat oleh peneliti sebelumnya Hans Moll 1983 dan LIPI Oseanologi sebanyak 200-an spesies.

“Menjadi 310 spesies di Kepulauan Spermonde dari hasil pencatatannya sejak 2008 hingga 2020,” ucapnya.

“Ini rekor tertinggi jumlah spesies yang pernah tercatat di Laut Spermonde,” kata dia.

Kini Bang Ipul sedang menghitung total spesies karang di Kepulaiau Balabalakang, Maluku dan perairan Papua termasuk laut pulau Mosool Raja Ampat.

Dia menyatakan saat ini Unhas berkomitmen penuh untuk mengggunakan Coral Center sebagai pusat penelitian dan konservasi karang.

“Sejumlah pihak sudah datang ke sini, banyak peneliti asing dan dalam negeri yang datang, kita berbagi pengalaman dan konsep pengelolaan ekosistem karang,” tambahnya.

“Di sini, ada juga mahasiswa dari lintas Fakultas yang menggunakan Coral Center untuk penelitian, magang riset, seperti dari MIPA,” imbuhnya.

Dia berharap atensi dan kepedulian para pihak terkait pelestarian dan pengelolaan terumbu karang terutama Pemerintah Daerah semakin baik terutama di Sulawesi Selatan.

“Sulsel ini punya sekitar 200 spesies karang, ini jumlah yang besar dan kita masih perlu kaji sejumlah spesimen baru, atau khas. Memastikan nama dan ketersediaan informasi terkait spesies karang adalah tugas kami,” ujarnya.

Meski demikian, lanjut Ipul, pengelolaan terumbu karang yang baik dan kolaboratif adalah tantangan saat ini di tengah kompleksitas kehidupan di pesisir dan pulau-pulau.

“Tekanan ekonomi warga atau nelayan, kurangnya kesadaran para pihak menjadi tantangan ke depan,” ucapnya.

“Unhas harus ada di depan bersama para pelestari lingkungan, bersama pemberdaya masyarakat dan para pihak agar mencintai dan melindungi ekosistem vital seperti terumbu karang ini,” pungkasnya.

 

Penulis: K. Azis

 

Related posts