Diagnosa bisnis tuna Indonesia serta strategi ‘Total Football dan Tiki Taka’ menurut M. Zulficar Mochtar

  • Whatsapp
M. Zulifcar Mochtar saat menjadi pembicara pada webinar Daya Saing Tuna Indonesia (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Sebagai sosok yang pernah mengurusi perihal hulu hilir manajemen kelautan dan perikanan di KKP masa Menteri Susi Pudjiastuti, M. Zulficar Mochtar mengaku cukup memahami dinamika serta betapa tidak mudahnya mengelola komoditas penting seperti tuna.

“Apa yang digambarkan pak Erwin – dari DJPDS – komprehensif, oleh Pemerintah, dan telah didukung NGO. Apresiasi ke Ditjen Perikanan Tangkap dan Penguatan Daya Saing serta Karantina yang telah mengawal proses yang tidak mudah,” pujinya.

Read More

Zulficar menjadi pembicara pada Webinar Daya Saing Tuna Indonesia yang digelar Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, 19/4/2022. Dia anggota ‘board of trustees’ The International Pole and Line Foundation (IPNLF)  serta founder organisasi advisor pengelolaan kelautan dan perilkanan Ocean Solutions.

Dimensi daya saing tuna Indonesia

Dia memulai sharing di hadapan sekurangnya 100 orang peserta webinar dengan menyebut daya saing bsinis, produksi, pastilah menyangkut keunggulan produk.

“Keunggulan harga dan pelayanan, kompetitif, dan punya leadership product, termasuk pelayanan. Inilah daya saing, kita mengarah ke sana,” sebutnya.

Zulficar menyebut bahwa daya saing tuna Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perlunya mendiagnosa dimensi hulu hilinyar.

“Mendiagnosa stok, kuota, dan RFMO  atau Regional Fisheeries Management Organizations.  Jadi karena tuna adalah organisme beruaya, sehigga tidak bisa dikelola oleh Indonesia sendiri, ada RFMO dimana kita sudah jadi member penuh,” ujarnya.

“Untuk itu, ketika bicara stok, kuota atau berapa tuna yang boleh diambil sesuai aturan RFMO, ada discrepancy data yang menajadi tantangan, antara kita dan RFMO,” sebutnya.

Menurutnya, hal itu bisa dipahmi karena di lingkup KKP, fokus pendataan masih mayoritas di atas 30 GT. “Hampir semua data di atas itu. Banyak data di nelayan kecil yang belum terdata secara optimal, ada data discrepancy yang mempengaruhi kuota kita,” lanjutnya.

Dia menyebut, ini akan lebih berat kalau mengacu ke fakta lain seperti overfishing. “ini perlu negosiasi yang kuat,” katanya. Zulficar manambahkan bahwa yang diperlukan adalah negosiasi yang mesti melibatkan pengacara.

“Perlu melibatkan pengacara untuk duduk bareng, agar kuota kita bisa optimal. Satu hal yang perlu diantisipasi untuk memenangkan negosiasi di RFMO, jangan sampai kita dadak-dadakan dan bisa jadi ada kebijakan yang kurang menguntungkan kita atau tidak bisa diklarifikasi secara optimal,” lanjutnya.

“Kementerian perlu fight di RFMO, termasuk soal tarif,” tegasnya.

Hal kedua yang disampaikan adalah tentang kebijakanj dan perizinan. Dia optimis sebab sudah RPP Tuna yang dirilis pada akhir Desember 2021.

“Ini sudah membanggakan bagi pelaku usaha tuna Indonesia termasuk sudah ada harvest strategy, ada kepatuhan pelaku usaha yang mutlak, sebab kadang masing-masing pelaku usaha relatif rendah kepatuhannya,” ucapnya.

Disampaikan pula tentang tarif dan non-tarif yang berdampak pada daya saing tuna, tentang PNBP, perpajakan yang dapat memberi tekanan pada pelaku usaha perikanan tuna.

“Untuk ekspor tuna ada yang sampai 20 persen., untuk olahan di Eropa bisa sampai 20 persen. Ini membuat kita sulit bersaing. Dengan ASEAN, sulit, sehingga negosiasi kita ini harusnya ke tingkat Menteri dan dibawa ke seluruuh negara anggota ASEAN. Kalau lolos sampai 0 persen akan sangat positif,” katanya.

Hal ketiga yang dipapar adalah kaitannya dengan sistem perizinan online. “Pelaku usaha tuna umumnya 70 persen adalah artisanal, industri 30 persen, tata kelola perizinan harus bisa mengakomodir secara cepat,” katanya.  Dia menengarai selama ini pendataan lebih banyak pada kapal di atas 30 GT.

Demikian pula operasi kapal yang harus mempunyai standar operasi.

“Harus ada standar seperti Anak Buah Kapal, kalau kita fokus ke mutu maka tidak boleh abai pada sumberdaya manusia. Kadang kita abai pada unsur manusia dan ABK yang kadang-kandag tdiak mendapat perhatrian optimal, kontrak kerjanya, aksesnya, jam kerjanya,” terangnya.

Dia menegaskan perlunya persiapan bagi ABK untuk kerja di atas kapal dan menjadi bagian integral dalam operasi di laut.

Para peserta webinar Daya Saing Tuna Indonesia yang digelar DFW Indonesia (dok: istimewa)

Lalu aspek perbekalan. Baginya, perbekalan, sama dengan permodalan.

“Khusus untuk yang di bawah 30 GT, kendala permodalan sering diterimui. Mereka mengakses KUR kadang memakan setahun, 2 tahun, sehingga terpaksa dan bekerja dengan terjebak dengan punggawa atau middle men, dan kadang menguntungkan tetapi tdiak optimal,” lanjutnya.

“Perbekalan atau akses modal perlu digawangi, 70 persen pelaku suaha kemamp;auannya terbatas, kalau terhambat maka pasokan material tuna akan sulit,” ucapnya.  Hal serupa juga meliputi alat tangkap, karakteriistik, antara hulu dan hilir.

“Ketika kita menangkap ikan, ke fishing ground di WPPNRI, ZEE dan high seas, masalah cuaca dan musim perlu diantisipasi,” imbhnya.

Dia juga menyebut perihal rumpon yang menjadi perhatian RFMO. Demikian pula kualitas penanganan bycatch, dan praktik logbook. Kesemuanya berpengaruh pada daya saing tuna kita.

Lalu aspek pendaratan ikan. “Ketika pendaratan, membutuhkan pelabuhan yang standar dan harus memiliki petugas jangan sampai tidak cukup. Perlu higienis, bersih, kalau bermasalah akaj mengalami rejection di border atau mengalami penolakan,” katanya.

Zulficar menyebut tuna Indonesia sering ditolak di pasar internasional karena kualitas penanganan dan luarannya.

“Setelah sampai di pendaratan, pembeli langsung, antara nelayan, dan middle men, ada pula dengan pabrik, Kemitraan perlu disolidkan, putus sambung putus sambung terjadi, tentu saja tidak sustainable. Perlu konsolidasi kemitraan antar pelaku usaha, misalnya pemodal atau mitra pemodal lainnya,” harapnya.

Ditambahkan bahwa perlu personil checker tuna, atau mereka yang dapat menentukan kualitas tuna grade A., B. dan C.

“Ini sangat menentukan harga, kalau kualtas harga A bisa sampai 80 ribu perkilo, kalau sebaliknya, atau bisa juga hanya 20 ribu, kita perlu orang yang mengetahui sistem checker, ini berpengaruh. Kadang-kadang mendapatkan ikan tidak terlalu banyak tetapi kondisinya A, ketimbang banyak tapi kondisinya B atau C. Makanya checker yang pelru diantisipasi,” jelasnya.

Untuk memastikan kualitas tuna, perlu kepastian sistem logistic dan pendinginan.  Dia juga menyoroti soal tarif, proses dan target ekspor, transportasi dan ketersediaam kargo.

“Transportasi dan kargo kadang jadi masalah. Pafdahal produk fresh harus dikirim dengan pesawat, dan dan ini otomatis tergantung pelayanan beacukai. Ini titik yang perlu diantisipasi. Cukup banyak standar yang harus disiapkan, CTI, SNI., diharapkan bisa dipenuhi sebagai aturan turunan internaislnal. Kalau tidak dipenuhi akan mengalami penolakan,” jelasnya lagi.

Mengenai setifikasi produk tuna., Zulficar mengapresiasi proses dan capaian sejauh ini seperti bagaimana praktik fair trade telah dilakukan seperti di Pulau Buru., ada AP2HI di sana dan mesti berlangsung lama dan panjang, berliku, namun ini penting sebagai cara sertifikasi yang bisa disebarluaskan.

“Diterjemahkan ke pelaku perikanan tuna, yang jumlahnya ada 2000 lebih kapal besar dan 7000 kapal kecil di daerah, proses dan standar ini didorong ke sana. ATLI sudah siapkan sertifikasi, AP2HI di Kendari telah mendorong untuk sertifikasinya,” ujarnya.

Demikian pula sistem pengawasan. Ada kecenderungan sistem internasional yang menyorot ketertelusuran produk ikan seperti tuna.

“Atau bebas IUUF, ini harus dijamin dan merupakan tanggung jawab pelaku perikanan, Pemerintah, untuk memetakan rantai pasok. Masih ada diskoneksi tersebut. Artisanal, industrial di rantai proses terputus,” katanya,

“Akibatnya terhambat raw material-nya, terhambatr di kualitas, di border, terpaksa dari pada kirim ikannya busuk, dikirim ke nagera yang tidak terlalu ketat dan mereka yang ekspor,” katanya.

Di ujung paparan Zulficar menyebut strategi peningkatan daya saing tuna Indonesia secara gambling adalah dengan model “Total Football”

“Total Football untuk remove barriers yang ada dalam ‘rumah’, internal seperti SDM, kebijakan, pelabuhan, dan lain-lain, dan kombinasi Tiki-Taka untuk positioning market, negosiasi, di internasional atau eksternal, biar bisa menang,” kuncinya.

 

Editor: K. Azis

Related posts