Idham Malik, alumni Perikanan Unhas pemerhati lingkungan, aktivis di WWF Indonesia

  • Whatsapp
Idham Malik (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Idham Malik yang merupakan alumni Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan (FIKP) Universitas Hasanuddin angkatan 2004 menjadi salah satu bagian dari mereka yang masih peduli terhadap kondisi lingkungan saat ini.

Idham, berkecimpung dalam organisasi Konservasi Lingkungan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, membuat sosok Idham semakin memperlihatkan kontribusi nyata untuk mendukung kelestarian lingkungan bagi maayarakat Indonesia.

Dikutip dari majalah ACTION Unhas Edisi November 2021, Idham menjelaskan sejak menjadi mahasiswa, dirinya sudah memiliki ketertarikan terhadap berbagai isu lingkungan.

Read More

Hal tersebut juga sejalan dengan prodi Idham di FIKP, dimana pada prodi tersebut diperkenalkan berbagai keanekaragaman hayati, ekosistem, karang, magrove dan lamun.

“Saat itu saya melihat bahwa ternyata terjadi penurunan kondisi lingkungan, baik itu kerusakan karang, magrove, penangkapan liar hingga pengeboman. Berbagai kondisi tersebut membuat saya tertarik untuk mendalami dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada lingkungan kita,” jelas Idham.

Karena memiliki sejumlah karya tulis tentang lingkungan, Idham bisa bergabung dan diterima menjadi bagian dalam WWF Indonesia.

Organisasi konservasi nasional yang mandiri. WWF sendiri merupakan jaringan global, yang mulai bekerja di Indonesia pada tahun 1962 dengan penelitian Badak Jawa di Ujung Kulon. WWF Indonesia saat ini bergiat di 34 wilayah kerja, tepatnya di 18 provinsi mulai dari Aceh hingga Papua.

Sebelum WWF Indonesia, Idham terlibat pada salah satu LSM kehutanan terbesar di Sulawesi yang berfokus pada isu kehutanan yakni SCF (Sulawesi Community Foundation) pada tahun 2012.

Programnya adalah mendorong verifikasi legalitas kayu. Sehingga, kayu yang diproduksi perusahaan meubel adalah kayu yang sifatnya ramah lingkungan.

Idham mengatakan saat ini tantangan terberat dalam upaya konservasi lingkungan dan mitigasi perubahan iklim terletak pada bagaimana menegosiasikan antara lingkungan dan ekonomi.

Pola pikir masyarakat masih cenderung ekonomi dengan isu lingkungan yang masih bersifat marginal. Bukan hanya masyarakat, namun semua kalangan yang melihat bahwa lingkungan merupakan bukan hal yang penting dan masih lebih kuat pertimbangan ekonominya.

“Persoalan lingkungan bisa dibilang masih sekedar promosi, gaya-gayaan dan sebagainya. Padahal ini merupakan masalah kesadaran, gaya dan pandangan hidup. Akan susah berubah kalau pandangan hidupnya yang masih materialistik, boros. Orang peduli lingkungan harusnya sederhana. Peduli lingkungan itu selaras dengan gaya hidup yang sederhana,” tambah Idham.

Idham berharap, generasi muda mampu membuka diri terhadap berbagai perubahan lingkungan yang berdampak bencana, misal terjadinya longsor,  banjir, dan kekeringan. Kaum muda agar membuka mata dan kesadaran bahwa ada faktor penyebab terjadinya hal tersebut.

Artinya, tidak sekadar peduli, tapi membuka diri, mencari penyebab, lalu kemudian melakukan aksi kecil sederhana, apapun itu. Seperti mengurangi gaya hidup konsumtif, mengikuti gerakan relawan. Langkah kecil lainnya, tidak membuang sampah sembarangan. (*/mir)

Related posts