PELAKITA.ID – Pelakita.ID berkunjung ke Kedaton Tidore pada Ahad, 26 April 2025. Perjalanan bermula dari Pelabuhan Bastiong, Kota Ternate.
Kami sampai di Bastiong dengan menumpang angkutan kota yang dicarter dari pusat kota Ternate dengan biaya 100 ribu sekali jalan. Selama perjalanan dengan Angkot, kami sempat rayakan dengan berkidung Stecu Stecu di sepanjang jalan.
Untuk ke Tidore kami naik speedboat dengan durasi perjalanan 15 menit. Tarif perpenumpang 20 ribu. Untuk carter pulang pergi penumpang harus merogoh kocek 400 ribu pergi pulang.



Kami – berdelapan – berangkat menuju Pulau Tidore dalam suarana laut berombak. Nampak lalu lalang perahu antara Tidore, Pulau Maitara dan Ternate. Sebagai tuan rumah adalah Bang Wendi, jurnalis Ternate asal Kepulauan Sula.
Pulau Maitara adalah pulau antara Ternate dan Tidore. Lokasinya di sisi barat Tidore.
Speeboat tiba di Pelabuhan Rum, sisi barat Pulau Tidore dan perjalanan dilanjutkan dengan naik mobil minibus sewa.
Sebelum ke Kedaton Tidore kami sempatkan makan siang di Tugulufa Tidore. Ada jejeran tempat makan di tepi pantai. Di lokasi ini kami juga bersua warga sekaligus ASN di Tidore bernama Khalish A.S, teman lama di Makassar dan kerap disapa Slash.
Dia adalah alumni jurnalis Identitas Unhas tahun 90-an akhir.
Kedaton Tidure
Kwedator Tudore terletak di sisi selatan menghadap ke timur lautan.
Kedaton Tidore. Istana ini bukan sekadar bangunan megah, melainkan lambang kejayaan Kesultanan Tidore, salah satu kerajaan Islam besar yang tumbuh beriringan dengan Kesultanan Ternate.
“Kedaton Tidore pernah menjadi pusat pemerintahan, simbol kedaulatan, dan episentrum budaya yang memperkuat identitas rakyat Tidore,” kata Bakri warga setempat yang memandu kami.
Dikatakan, bangunan yang kita lihat hari ini merupakan hasil rekonstruksi yang diresmikan pada 12 April 2005, membangkitkan kembali kemegahan masa lalu setelah istana aslinya hancur akibat peperangan dan kolonialisasi.






Kesultanan Tidore mulai berdiri sekitar abad ke-15 dan segera tumbuh sebagai salah satu kekuatan Islam utama di kawasan Maluku.
Hubungannya dengan Kesultanan Ternate diwarnai oleh dinamika persaingan dan aliansi, terutama dalam perebutan pengaruh atas perdagangan rempah-rempah yang menjadi pusat perhatian dunia kala itu.
Berbeda dengan Ternate yang bersekutu dengan Portugis dan kemudian Belanda, Tidore membangun hubungan erat dengan Spanyol. Pilihan ini menjadikan Kesultanan Tidore bagian penting dalam percaturan kekuatan kolonial di kawasan timur Nusantara.
Meskipun kekuasaan politiknya perlahan melemah akibat tekanan kolonialisme, Kesultanan Tidore tetap bertahan sebagai simbol kuat budaya dan kedaulatan adat di tengah masyarakatnya.
Kedaton Tidore, sepanjang sejarahnya, memegang banyak fungsi penting. Ia menjadi tempat tinggal resmi Sultan Tidore dan keluarganya, pusat dari mana pemerintahan dijalankan, hukum ditetapkan, dan hubungan diplomatik diatur.
Di ruang-ruangnya yang megah, berbagai upacara adat, ritual Islam, dan penobatan Sultan berlangsung, memperkuat posisi istana sebagai poros spiritual dan budaya.
Lebih dari sekadar pusat pemerintahan, Kedaton Tidore juga menjadi lambang identitas rakyat Tidore yang hingga kini tetap dijaga dengan penuh kebanggaan. Soekarno pernah ke Tidore sebab menganggap Tidore sebagai kekuatan utama di kawasan ini.
Saat ini, Kedaton Tidore menjelma menjadi destinasi wisata budaya yang penting di Maluku Utara, menarik pengunjung yang ingin menyelami sejarah, budaya, dan perjuangan rakyat Tidore dalam mempertahankan warisan leluhur mereka.


Warisan Kesultanan Tidore tetap hidup hingga hari ini. Tak jauh dari Kedaton, berdiri Masjid Sultan Tidore yang juga kaya akan nilai sejarah.
Tradisi kesultanan masih dilestarikan; Sultan Tidore hingga kini tetap dilantik dan diakui secara adat, meskipun tanpa kekuasaan politik formal seperti dahulu kala.
Di dalam Kedaton, berbagai pusaka berharga seperti tombak, keris, meriam kuno, dan dokumen-dokumen penting disimpan sebagai pengingat akan masa kejayaan Tidore sebagai salah satu pusat peradaban rempah dunia.
Di antara dinding-dindingnya, Kedaton Tidore terus membisikkan kisah tentang kejayaan, perlawanan, dan kebanggaan sebuah bangsa maritim yang pernah berjaya di perairan Nusantara.
Redaksi