Pandangan Dr Kaharuddin Djenod atas drone laut ‘kesasar’ di Selayar

  • Whatsapp
Penggambaran drone yang ditemukan di Indonesia (dok: Dr Kaharuddin Djenod)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Melalui social media Facebook, pakar transportasi laut Dr Kaharuddin Djenod membagikan pandangannya atas berita viral ‘drone laut yang ditemukan di Perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Dr Kaharuddin adalah lulusan perkapalan pada Universitas Hiroshima Jepang. Salah satu prestasinya adalah inovasi optimasi dan efisiensi dalam pembangunan kapal terutama kapal kontainer.

Read More

Seperti apa pandangannya atas ‘drone’ Selayar itu? Simak yuk.

***

Akhirnya saya bisa meluangkan waktu untuk membaca-baca berita viral yang cukup menghebohkan belakangan ini. Beberapa kolega menghubungi saya dan menanyakan tentang drone laut itu.

Terus terang, di sela-sela kegiatan-kegiatan rapat koordinasi akhir dan awal tahun, rasa penasaran saya menyeruak dan cukup mengganggu konsentrasi.

Begitu ada kesempatan, saya langsung buka berita-berita terkait dan juga video-video di youtube.

Saya merasakan ada kepanikan dalam setiap berita yang ada. Ada rasa kecemasan dan rasa harga diri sebagai bangsa Indonesia yang terusik dengan ditemukannya benda asing ini oleh nelayan di selayar. Dan bahkan anggota DPR juga mulai menanyakan kepada instansi terkait, Kemhan, TNI-AL, Bakamla dan sebagainya.

Mulai saya kumpulkan foto-foto benda asing ini. Dan saya coba bandingkan dengan beberapa Sea Glider yang ada di dunia.

Sea Glider China 海翼 (Haiyi) memiliki kemiripan 95%. Kalau seperti ini lebih mudah untuk menilai, apakah drone yang tertangkap nelayan ini, Spy Drone atau hanya Oceanography Drone.

𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚, Drone laut ini tidak ditemukan pembangkit listrik (energy resources) untuk menopang operasional drone selama di laut.

Maka bisa dipastikan bahwa Drone ini sepenuhnya tergantung dengan battery. Padahal kapasitas battery sampai saat ini masih sangat terbatas.

Meskipun kemajuan teknologi baterai litium cukup pesat, tapi dengan dimensi drone yang terbatas, kapasitas baterai yang ada hanya akan bisa mengoperasikan ballast system, alat ukur kelautan, echo sounder mini.

Baterai yang ada tidak akan mampu mengoperasikan alat sensor besar yang biasa dipakai untuk kegiatan spionase kapal selam, kapal permukaan dan lainnya.

Drone ini hanya bisa mengambil ukuran salinitas, suhu air laut di tiap-tiap level kedalaman, jumlah plankton dan semua parameter-parameter kelautan.

𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚, Drone laut ini tidak ditemukan sistem propulsi. Sehingga drone ini murni menggunakan energi buoyancy (energi apung) sebagai satu-satunya penggerak.

Sulit untuk mengatakan bahwa drone yang tidak memiliki alat pengerak tambahan seperti baling-baling atau water jet dan lainnya bisa menjalankan fungsi sebagai spy drone.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐠𝐚, tinggal faktor terakhir adalah ada tidaknya alat kemudi aktif dalam drone ini. Alat kemudi di drone type seaglider ini menggunakan pemindah ballast di dalam tubuhnya.

Pemindah ballast sepanjang sumbu longitudinal menjadi prasyarat minimal sebuah seaglider, dan mengendalikan dirinya untuk bisa melakukan gerakan pitch.

Ini baru alat kemudi pasif, karena hanya bisa membuat dirinya menyelam atau muncul di permukaan.

Tapi, ketika di dalam tubuhnya terdapat juga pemindah ballast sepanjang sumbu transversal, maka drone ini memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri untuk menuju ke arah tertentu.

Dan untuk menilai faktor ketiga ini harus dilakukan pembedahan tubuh drone ini.

Apapun hasil dari faktor ketiga, tidak akan bisa berfungsi baik ketika dua faktor sebelumnya tidak terpenuhi. Sehingga boleh dikatakan 90% adalah 𝐎𝐜𝐞𝐚𝐧𝐨𝐠𝐫𝐚𝐩𝐡𝐲 𝐃𝐫𝐨𝐧𝐞.

Maka, tidak perlu energi bangsa ini habis hanya untuk mengkhawatirkan tentang tertangkapnya drone laut ini.

Sementara kementerian pertahanan di bawah kepemimpinan Menhan Prabowo Subiyanto sedang melakukan persiapan-persiapan yang sangat strategis untuk membangun kekuatan pertahanan dan keamanan nasional, terutama di wilayah laut NKRI.

𝐉𝐚𝐥𝐞𝐬𝐯𝐞𝐯𝐚 𝐉𝐚𝐲𝐚𝐦𝐚𝐡𝐞

Jakarta, 4 Januari 2020
Dr. Kaharuddin Djenod

Related posts