Kolom Prof Andi Iqbal Burhanuddin: G-Cans, mitigasi banjir ala Negeri Sakura

  • Whatsapp
Prof Andi Iqbal Burhanuddin dan foto latar Pulau Polassi Selayar (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Selain bencana alam gempa, topan dan tsunami, Jepang juga memiliki riwayat bencana banjir di masa lalu. 

Tercatat dalam sejarah, banjir besar melanda Jepang tahun 1910 menimbulkan kerugian cukup besar.  Taifun Kathleen menerjang Tokyo pada 1947 telah menghancurkan 31 irbu rumah dan menewaskan 1 100 orang.

Tahun 1957, taifun Kanogawa dengan curah hujan mencapai 400 mm selama sepekan menjadikan jalanan, rumah, pertokoan dan kantor terendam.

Read More

Pada tahun 1982, hujan lebat dan banjir besar di Pulau Kyushu  membuat rumah penduduk tergenang dan memutus aliran listrik dan air di 47 ribu rumah di daerah bencana (infojapan.com).

Jepang dengan kondisi geografisnya yang hampir 70 persen merupakan daerah pegunungan dengan aliran sungai curam deras berisiko dan jarak ke laut yang pendek, mengharuskan Jepang berhadapan dengan banjir ketika terjadi curah hujan tinggi.

Meski tidak dipungkiri, bahwa banjir adalah salah satu bencana yang dapat terjadi sebagai efek dari perubahan iklim, ini tidak berarti tidak dapat ditanggulangi.  Upaya yang Jepang lakukan  bisa meminimalisir dampak yang ditimbulkannya.

Setelah tahun 1990-an, pemerintah  mengajak publik untuk mengelola sungai dan selama 15 tahun pemerintah dan publik telah menyelesaikan setidaknya 23 ribu proyek restorasi daerah aliran sungai.

Selain perbaikan tata ruang kota dengan membangun area yang berfungsi sebagai waduk/penyimpan air ketika banjir terjadi, Jepang juga memiliki fasilitas pengendalian banjir bawah tanah terbesar di dunia yang dibangun untuk mencegah meluapnya kanal dan sungai besar di kota itu sepanjang musim hujan dan badai, khususnya di sekitar Tokyo, kota metropolitan yang rentan terkena gelombang saat badai.  

Naiknya permukaan air laut juga memperparah dan mengakibatkan beberapa wilayah di ibu kota Jepang itu berada di bawah permukaan air laut.

Oleh karena itu,  pemerintah setempat kemudian berusaha menanggulangi bencana banjir dengan membangun kanal yang  digali pada 50 meter di bawah tanah yang disebut Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel (MAOUDC), alias G-Cans, sebuah wahana raksasa yang ditopang 59 pilar beton dan dilengkapi dengan 78 pompa yang mampu memindahkan 200 ton air per detik, ampuh mengurangi dua pertiga wilayah yang biasanya tergenang saat musim hujan.

G-Cans adalah sistem drainase yang prinsipnya cukup sederhana. Air dari berbagai sudut kota akan dialirkan melalui sumur selebar sepuluh meter ke dalam lima kolam beton raksasa yang memiliki ketinggian 65 meter dan lebar 32 meter.

Melansir dari Japan info, Infrastruktur tersebut berupa sistem kanal bawah tanah sepanjang 6,3 km dan ruang-ruang silindris yang mengalirkan air dari daerah rawan banjir ke lima pipa raksasa di bawah tanah, untuk kemudian dialirkan ke sungai melalui terowongan bawah tanah yang terhubung ke pipa-pipa raksasa tersebut. 

Terdapat 5 tangki super raksasa masing-masing pipa disangga oleh sebuah pilar besar seberat 500 ton.    Terowongan penghubung dibuat di 50 meter di bawah tanah ini terhubung ke semua pipa raksasa, dan berujung ke sungai.

Sebelum berakhir di sungai, terowongan ini akan melalui tangki pengontrol yang panjangnya 177 meter, lebar 78 meter dan berada di 22 meter di bawah tanah.

Salah satu fungsi tangki ini adalah untuk mengontrol kekuatan air dan juga menyesuaikan tekanan air saat ada masalah dengan pompa air.

Dengan kanal tersebut, air dapat dibuang ke sungai hingga 200 kubik per detik dan dengan kecepatan ini, maka air akan cepat dialirkan ke sungai untuk selanjutnya menuju ke laut.

Kanal bawah tanah ini mulai dibangun tahun 1992 dan selesai tahun 2006 (sekitar 14 tahun) menghabiskan dana sekitar dua miliar Dollar AS atau sekitar 26 triliun Rupiah.

Selain G-Cans MAOUDC, Tokyo juga membangun kanalisasi sungai bernama Furukawa Underground Regulating Reservoir. Kanal berupa lorong air tersebut ditanam 15 meter di bawah sungai Furukawa dan dibangun memanjang sesuai aliran sungai yang sangat membantu menegndalikan banjir di Tokyo.

Ditunjang oleh kesadaran masyarakatnya, kondisi sungai yang baik, dimana aliran lancar karena tidak ada sampah dengan lebar sungai normal sehingga air dapat lancar mengalir ke lautan.

 

Baraya, 7 Desember 2021

 

Editor: K. Azis

Related posts