Bahar Makkutana | Lebaran Haji di Masamba, Hangat Silaturahmi dan Semangat Berkurban

  • Whatsapp
Masjid tempat kami salat Idul Qurban di Masamba (dok: istimewa)

Menu khas yang disajikan—daging kurban, masakan tulang, kapurung, dan buras—mengisi meja makan sekaligus mengikat silaturahmi antarwarga. Rasanya nikmat, tapi lebih dari itu: menyejukkan hati.

PELAKITA.ID – Lebaran Idul Adha 2025 yang baru saja dirayakan kemarin ternyata tak kalah semarak dibandingkan dengan Idul Fitri yang kita rayakan pada April lalu.

Saya mengetahui hal ini dari ibu saya di kampung, Loka, melalui sambungan telepon sore kemarin. Dengan suara penuh semangat, beliau menceritakan betapa padatnya jamaah di Masjid Al-Irsyad Loka.

“Penuh sesak, Nak, sampai lantai atas dan bawah mesjid dipenuhi jamaah,” tuturnya riang.

Lebih lanjut, ibu bercerita bahwa banyak keluarga dari Kalimantan dan Malaysia yang pulang kampung untuk berkurban di Loka, Pinrang. Tahun ini, sebanyak 16 ekor sapi dikurbankan. Sebuah angka yang menandakan semangat berbagi masih sangat hidup di kampung halaman.

Saya pun merasa cukup terhibur dengan ‘reportase’ penuh cinta dari ibu tentang suasana Idul Adha di tempat kelahiran.

Sayangnya, tahun ini saya dan keluarga belum sempat mudik. Kami memilih merayakan Lebaran Haji di Masamba, tepatnya di Masjid Al-Fajar, yang berada di depan rumah kami di kompleks Kappuna, Luwu Utara.

Sejak kami menetap di kompleks ini pada 2016, baru kali ini saya berkesempatan menunaikan salat Idul Adha di Masjid Al-Fajar. Masjid ini telah kami renovasi bersama warga dengan semangat gotong royong.

Kini, masjid yang dulunya sempit itu telah mampu menampung ratusan jamaah.

Sebelumnya, saya pernah salat Idul Adha di Bandara Andi Jemma Masamba, beberapa kali di Lapangan Balebo, dan lainnya di Lamasi, Luwu.

Menu khas yang disajikan—daging kurban, masakan tulang, kapurung, dan buras—mengisi meja makan sekaligus mengikat silaturahmi antarwarga. Rasanya nikmat, tapi lebih dari itu: menyejukkan hati.

Tahun ini, menurut laporan pengurus masjid, ada tiga ekor sapi yang disembelih untuk kurban. Jumlah itu mungkin tak sebanyak di kampung halaman, namun semangat dan kebersamaannya tetap hangat terasa.

Selepas salat Jumat, suasana semakin hangat. Pak RT kami mengundang warga untuk makan siang bersama di rumahnya.

Menu khas yang disajikan—daging kurban, masakan tulang, kapurung, dan buras—mengisi meja makan sekaligus mengikat silaturahmi antarwarga. Rasanya nikmat, tapi lebih dari itu: menyejukkan hati.

Semoga dengan momentum Idul Adha ini, kita bisa terus istiqamah dalam menjaga semangat berkurban dan berbagi kebahagiaan. Karena sejatinya, lebaran bukan hanya tentang daging dan hidangan, tetapi tentang merawat kasih sayang dan memperkuat tali persaudaraan.

Fa sholli li rabbika wanhar

Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.


___
Penulis Bahar ‘Obama’ Makkutana, tinggal di Masamba