Reformasi Tata Kelola Tuna Sirip Biru Selatan: Komitmen Indonesia Menuju Perikanan Berkelanjutan dan Adil

  • Whatsapp
Direktur PSDI DJPT KKP saat bersama praktisi perikanan (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat tata kelola perikanan berkelanjutan, khususnya dalam pengelolaan Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna/SBT), salah satu komoditas bernilai tinggi yang menjadi perhatian dunia internasional.

Upaya ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya SBT, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan internasional, serta memastikan keberlanjutan usaha dan kesejahteraan nelayan.

Sebagai negara anggota Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), Indonesia memiliki kuota nasional SBT yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

Kuota sebesar 1.336 ton berlaku untuk periode 2024–2026. Namun, dalam pelaksanaannya, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, khususnya terkait kasus over-quota, yang mendorong perlunya reformasi sistem pengelolaan kuota SBT.

Sebagai bentuk perbaikan tata kelola tersebut, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan menyampaikan bahwa mulai tahun 2025, pemerintah akan menerapkan sejumlah langkah strategis.

Distribusi kuota akan didasarkan pada riwayat penangkapan dan kepatuhan pelaku usaha, bukan semata-mata berdasarkan perizinan.

Pemerintah juga akan mengenakan sanksi terhadap pelanggaran kuota (over-quota), serta memperkuat sistem pemantauan termasuk pengembangan sistem peringatan dini (early warning system).

Pengelolaan penanda (tag) hasil tangkapan akan dilakukan oleh pemerintah, disertai pembentukan tim khusus yang bertugas untuk memantau serta mengendalikan pemanfaatan kuota.

Penempatan observer di atas kapal penangkap sesuai standar CCSBT akan diberlakukan, dengan pembiayaannya yang ke depan ditanggung oleh pelaku usaha.

Selain itu, akan diterapkan pembatasan kegiatan transshipment dan peningkatan peran Indonesia dalam diplomasi perikanan internasional, termasuk dalam forum CCSBT, guna memperjuangkan kuota nasional yang lebih adil.

Sebagai bagian dari reformasi ini, pemerintah juga menekankan pentingnya sinergi dengan pelaku industri dan asosiasi dalam implementasi kebijakan.

Dalam forum diskusi yang digelar di Bali pada 30 April 2025, Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) I Nyoman Sudarta. bersama perwakilan anggotanya menyampaikan masukan terkait perlunya prinsip keadilan dalam distribusi kuota, fleksibilitas dalam mekanisme pemindahan kuota, sanksi yang lebih proporsional, serta perhatian pada kesejahteraan nelayan.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perikanan Terpadu (ASPERTADU) Indonesia Marzuki Yazid mendorong pemerintah untuk terus memainkan peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional, meningkatkan edukasi pelaku usaha, memperkuat pengawasan penangkapan, melindungi kelestarian sumber daya ikan, serta mendorong pertumbuhan sektor perikanan yang berkelanjutan.

KKP memastikan bahwa seluruh masukan dari para pemangku kepentingan akan menjadi pertimbangan dalam penyempurnaan kebijakan.

“Tata kelola kuota SBT ini merupakan upaya bersama untuk menata ulang sistem agar lebih adil dan akuntabel, sekaligus menjaga keberlanjutan stok SBT,” tegas Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Syahril A. Raup.

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap menekankan pentingnya pengaturan distribusi dan pemantauan pemanfaatan kuota SBT.

Disebutkan, mulai tahun 2025, distribusi kuota akan dilakukan langsung oleh pemerintah berdasarkan historical catch dan kepatuhan masing-masing pelaku usaha, yang sebelumnya dilakukan oleh asosiasi.

Melalui reformasi pengelolaan SBT ini, Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap prinsip perikanan berkelanjutan dan tata kelola berbasis data.

Pendekatan ini diharapkan tidak hanya menjaga keberlanjutan stok SBT, tetapi juga meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan global dan diplomasi internasional.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, KKP mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga sumber daya perikanan sebagai pilar ketahanan pangan dan ekonomi biru Indonesia.

Redaksi