Surat dari Balla Barakka ri Galesong | Kato’nokang – Pappa[Kati’nokang] dan Relasi dengan Marege Australia

  • Whatsapp
Prof Aminuddin Salle Karaeng Patoto bersama tetamu dari Aborigin Australia di Balla Barakka ri Galesong (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Dari jantung Galesong, saya menulis ‘surat’ kepada siapapun tentang apa dan siapa di Balla Barakka ri Galesong, juga tentang relasi mutualistik yang telah terjalin baik dengan siapapun.

Ini bermula tentang satu anasir kawasan bernama Kato’nokang di Galesong. Semoga kampung ini tetap tercatat dalam peta dan tidak tergusur oleh pemekaran wilayah, sebab di sini terdapat Situs Tungku.

Situ tungku itu adalah simbol hubungan dengan mancanegara yang telah terjalin sejak ratusan tahun silam.

Tungku yang terpaut dengan rekaman sejarah maritim, para pelaut, pengelana dan para pencari teripang. Tungku yang mempunyai dimensi bersejarah, tentang geliat masyarakat maritim, pada ruang dan waktu. Tungku digunakan untuk memasak hasil tangkapan laut, dari ikan sampai teripang.

Asal usul nama kampung ini terinspirasi dari Mr. Wayne A. Bougas, seorang sahabat dekat saya berkebangsaan Amerika yang sangat mencintai sejarah dan budaya Indonesia.

Ia juga mengagumi keagungan dan keluhuran peradaban kita.

Prof Aminuddin Salle Karaeng Patototo (pendiri Balla Barakka ri Galesong)

Dari jejak Kato’nokang, kita ke Balla Bala Barakkaka, terpaut sekitar 6 kilometer ke utara Galesong Raya.

Hubungan baik antara Kampung Balla Barakka ri Galesong BBrG dengan dunia luar kembali terjalin berkat budi baik Kamaruddin Azis Dg Nuntung⁩, seorang Putra Galesong yang menggeluti  bidang kelautan serta budidaya laut, termasuk teripang.

Dia pula yang memfasilitasi pelaksanaan sebuah Seminar Internasional di Baruga Kaonstitusi BBrG.

Seminar ini dihadiri oleh para ahli dari Indonesia, pejabat tinggi dari Australia, akademisi/guru besar Australia, serta beberapa pakar dari Suku Marege.

Beberapa tahun kemudian, Budayawan Internasional Senior, Bapak Dr. Mukhlis PaEni, berkunjung ke BBrG bersama dua orang Profesor dari Australia.

Semunya sangat terkesima menyaksikan ritual “Umba-Umba” yang sarat makna filosofis, sesuatu yang jarang ditemui di negeri mereka.

Hubungan dengan Marege Australia yang diatur oleh Daeng Nuntung dan sahabatnya almarhumah Lily Yulianti Farid itu yang membuat kami sungguh bersemangat untuk menjadi tuan rumah bagi tetamu berikutnya.

Demikian bentang sejarah dan kesan kami bersama sejumlah pihak. Sejak tahun 2019 hingga saat ini, di Balla Barakka ri Galesong.

***

Pada hari Senin, 28 April 2025, kami kembali mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan tamu-tamu terhormat dari Indonesia dan Australia.

Kami dapat informasi bahwa tamu dari salah satu kampus di Australia akan tiba di BBrG pukul 10.00, namun kemudian diundur menjadi pukul 11.00.

Untuk memastikan persiapan berjalan baik dan menghindari keterlambatan, saya bersama Suryana Aminuddin Salle, istri saya tercinta⁩, menunda kunjungan ke cucu yang sedang dirawat di rumah sakit.

Tepat pukul 10.00, Kepala Kampung, Pemilik BBrG, Ketua Pokdarwis, dan para Jannang telah bersiap siaga di lokasi. Dengan pertimbangan komunikasi yang lebih baik maka saya ikutkan Putri Ketiga saya yang fasih berbahasa Inggeris.

Bagaimanapun, kami harus menghormati tamu sebagai wujud nilai “Sipakatau” — budaya luhur Makassar dan Bugis yang telah diterima sebagai bagian dari budaya luhur bangsa Indonesia. Nilai ini kami rawat bersama warga kampung BBrG.

Namun, perantara tamu baru tiba pada pukul 11.30, terlambat jauh dari janji yang disampaikannya sendiri.  Kami pun memintanya untuk menuntun ke lokasi BBrG, khawatir terjadi kesesatan, namun komunikasi sepertinya tidak berjalan sesuai harapan.

Sebenarnya, saya sudah berpesan kepada Jannang Masigi agar tidak membunyikan pengeras suara masjid kecuali untuk adzan, supaya pembicaraan tamu tidak terganggu.

Hingga waktu salat Dzuhur, tamu yang dinanti tak kunjung datang.

Balla Barakka ri Galesong dilihat dari udara (dok: Istimewa)

Setelah menunggu sejenak usai salat Dzuhur, pukul 13.00 — dua jam lebih dari waktu yang dijanjikan — kami memutuskan meninggalkan lokasi.  Kami menjunjung tinggi budaya “Sipakatau”, dan kami tak ingin nilai luhur ini dirusak oleh ketidaksopanan pendatang.

Belakangan kami dapat kabar yang tak langsung juga kepada saya, permohonan maaf karena adanya keterlambatan pergerakan tim (delayed) dan sejumlah miskomunikasi.

Apapun itu, kami atas nama Kekuarga Besar BBrG – yang selalu antusias menerima tamu dari manapun selalu positif dalam memandang proses seperti di atas, termasuk mengingatkan pentingnya untuk terus menyambung silaturahmi dan lebih mengedepan etika komunikasi yang baik, apapaun isi pesannya.

Semoga tim yang sedianya datang ke BBrG meski telat itu bisa mendapat inspirasi dan membaca spirit di balik kerjasama dan kunjungan mereka ke Galesong.

_
Penulis Prof Aminuddin Salle (Founder Balla Barakka ri Galesong)