PELAKITA.ID – Tuna adalah salah satu ikan bernilai tinggi yang ditangkap di berbagai belahan dunia. Setiap daerah memiliki tradisi dan alat tangkap khas yang mencerminkan budaya serta kondisi perairan setempat.
Dari metode tradisional hingga teknologi modern, berbagai cara telah dikembangkan untuk menangkap tuna secara efisien dan berkelanjutan.
Jepang memiliki budaya panjang dalam perikanan tuna, terutama untuk kebutuhan sashimi dan sushi.
Teknik “Maguro Shibari” digunakan untuk menangkap tuna dengan cara mematikan ikan segera setelah ditangkap menggunakan metode “ikejime” yang menjaga kualitas daging tetap segar.
Kota Oma, Prefektur Aomori, terkenal dengan perikanan tuna sirip biru yang menggunakan pancing tangan atau handline fishing, menjaga kelestarian stok tuna.
Di Spanyol, metode “Almadraba” digunakan di Andalusia untuk menangkap tuna sirip biru Atlantik yang bermigrasi antara Laut Mediterania dan Samudra Atlantik.
Sistem perangkap jaring tetap ini memungkinkan penangkapan tuna secara kolektif dengan dampak minimal terhadap lingkungan.
Metode ini telah digunakan selama berabad-abad dan menjadi bagian penting dari tradisi perikanan di wilayah tersebut.
Maladewa dikenal dengan teknik “pole and line fishing”, di mana nelayan menggunakan kail dan umpan hidup untuk menangkap tuna satu per satu. Metode ini sangat ramah lingkungan karena dapat menghindari tangkapan sampingan atau bycatch.
Ilustrasi Pole anjd Line Tuna (dok: Youtube)
Teknik ini juga membantu mempertahankan populasi tuna serta memberikan manfaat ekonomi bagi nelayan lokal dengan cara yang berkelanjutan.
Di Indonesia, khususnya di Sulawesi Utara, terdapat metode “Huhate” yang mirip dengan di Maladewa. Nelayan menggunakan bagan apung, yaitu jaring yang dipasang di bawah rakit dan diterangi lampu untuk menarik ikan tuna kecil atau cakalang pada malam hari.
Teknik ini telah lama digunakan oleh masyarakat pesisir dan tetap menjadi bagian dari kehidupan nelayan hingga kini.
Berbagai alat tangkap tuna digunakan di seluruh dunia sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perairan.
Pole and line atau pancing ulur menggunakan tongkat pancing panjang dengan umpan hidup, menjadikannya metode yang ramah lingkungan.
Longline atau rawai tuna menggunakan ribuan mata kail pada tali panjang yang mengambang di laut, banyak diterapkan oleh kapal industri di Samudra Pasifik dan Atlantik.
Metode purse seine atau jaring lingkar digunakan untuk menangkap tuna dalam jumlah besar dengan menjebaknya dalam jaring berbentuk kantong raksasa. Teknik ini sering diterapkan di Samudra Pasifik dan Hindia oleh kapal-kapal besar atau purse seiner.
Sementara itu, gillnet atau jaring insang dipasang mengambang di air untuk menangkap ikan yang berenang melewatinya, meskipun metode ini kurang ramah lingkungan karena dapat menangkap spesies lain secara tidak sengaja.
Handline atau pancing tangan adalah teknik sederhana dengan menggunakan tali pancing dan umpan yang masih banyak digunakan di Jepang, Indonesia, dan negara lain oleh nelayan skala kecil.
Fish Aggregating Devices (FADs) atau rumpon adalah perangkat yang menarik ikan tuna dengan benda terapung di laut. Metode ini banyak digunakan di Asia Tenggara dan Pasifik untuk meningkatkan hasil tangkapan secara efisien.
Tradisi dan alat tangkap tuna sangat beragam di seluruh dunia, dari metode tradisional seperti Almadraba di Spanyol hingga teknik modern seperti longline dan purse seine. Beberapa metode lebih ramah lingkungan, seperti pole and line di Maladewa dan Indonesia, sementara metode lain seperti gillnet memiliki dampak lingkungan lebih besar.
Pemilihan alat tangkap yang berkelanjutan sangat penting untuk menjaga populasi tuna tetap stabil serta kelestarian ekosistem laut.