Kenangan Jurnalis Radio: Sindikasi Siaran dan Tren Baru Talkshow di Awal Reformasi

  • Whatsapp
Rusdin Tompo (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Wajib relay dari RRI dan TV pool merupakan praktik yang biasa dilakukan rezim Orde Baru untuk propaganda sekaligus mengontrol isi siaran. Cara ini menempatkan RRI dan TVRI yang, kala itu, masih merupakan lembaga penyiaran pemerintah sebagai pengendali siaran.

Jadi, radio-radio swasta hanya boleh memancar-luaskan melalui frekuensinya. Begitupun bila siaran itu dari TVRI, maka TV-TV swasta yang di masa itu kebanyakan milik lingkaran Cendana, wajib menyiarkannya.

Ide wajib relay dan TV pool ini lantas diadaptasi oleh kalangan NGO (Non-Governmental Organization), di masa awal Reformasi.

Read More

Aktivis NGO atau biasa disebut pula dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan penggerak masyarakat yang bekerja secara independen dari pemerintah.

Donor yang memberikan dukungan kepada program-program pemberdayaan masyarakat dan advokasi kebijakan kepada organisasi nirlaba di masa itu, juga menempatkan kegiatan sosialisasi dan diseminasi melalui media massa sebagai strateginya.

Program sosialisasi dan diseminasi oleh kalangan aktivis itu berupa sindikasi siaran radio yang dilakukan secara berjaringan.

Bedanya, sindikasi siaran ini tidak wajib, tapi melalui proses negosiasi, berdasarkan kesepakatan. Meski secara teknis akan ada satu saluran yang jadi master siarannya.

Sindikasi siaran ini dilakukan sebagai cara agar materi yang sama diterima orang atau masyarakat pendengar secara bersama-sama pada waktu yang sama, serentak dan serempak. Ini konsep efisiensi dalam penyiaran di mana narasumber, tidak perlu mendatangi setiap stasiun radio. Cukup di salah satu stasiun radio, yang lainnya tinggal merelay saja.

Di sinilah peran saya; bisa sebagai pewawancara, pelobi dan mediator. Kalau sebagai pewawancara, ya karena saya sehari-hari merupakan reporter radio Bharata FM, antara tahun 1996-2000.

Namun dalam tulisan ini, yang saya mau bagikan ceritanya, yakni peran saya sebagai mediator dan pelobi. Ingat ya mediator dan pelobi, bukan calo hehehe. Karena saya tidak mendapat dan mengutip persen atas apa yang saya lakukan tersebut.

Pelobi dan mediator

Saya bisa menjalankan fungsi sebagai pelobi dan mediator ke teman-teman radio karena saya berada dari ranah itu pula.

Di kalangan radio, saya mengenal baik penyiar dan bahkan pimpinannya. Dengan begitu, saya bisa berkomunikasi dan menyampaikan apa yang jadi misi program siaran sindikasi oleh kalangan aktivis NGO tersebut.

Saya mengenal baik tokoh-tokoh NGO karena hubungan profesional sebagai reporter dan narasumber yang sering kali saya wawancarai.

Kalau menghadiri kegiatan teman-teman NGO, saya akan ikut sampai selesai. Saya menyimak isu yang mereka bahas untuk nanti jadi materi siaran dan berita.

Dengan memahami isu yang mereka usung, sebelum wawancara dilakukan, maka saya paham spirit dan perpektifnya. Ini membantu saya mengembangkan pertanyaan dalam wawancara.

Wawancara bagi saya penting karena media saya adalah radio. Jadi saya mesti mendapatkan suara narasumber sebagai actuality voice. Saya kan reporter radio, jadi suara narasumber harus direkam untuk disiarkan.

Dari berinteraksi dengan kalangan NGO itu pula, yang ikut dan menjadi bagian dari Kelompok Kerja (Pokja) pembentukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan di tahun 1998. Saya diajak sebagai unsur media massa.

Dalam struktur organisasi LPA Sulawesi Selatan, setelah terbentuk, saya berada di Bidang Humas dan Hubungan Antarlembaga. Setelah di LPA, saya makin dekat lagi dengan dunia aktivis, karena bagian dari networking kami dalam advokasi hak-hak anak.

Berdasarkan pengalaman, lobi untuk sindikasi siaran ini, perlu memperhatikan beberapa aspek. Yakni, segmen siaran radio, jam siar, radio apa yang akan jadi master siaran berjaringan, dan kemudahan akses ke radio yang bersangkutan.

Urusan harga atau biaya, antara masing-masing radio dengan NGO yang punya program, saya serahkan ke kedua belah pihak untuk berbicara langsung. Mengapa? Karena saya bukan makelar program hehehe.

Saya sama sekali tidak mendapat fee dari urusan membantu kelancaran program sindikasi siaran tersebut. Murni hanya membantu melobi dan memediasi sebagai orang yang punya networking ke radio dan NGO.

Kombinasi radio-radio yang diajak ikut dalam sindikasi siaran ini, harus berbeda segmen. Biasanya, teman NGO mau radio dengan segmen yang menyasar kelompok pendengar tertentu. Jadi ada banyak pertimbangan.

Intinya, materi atau isu yang dibahas itu bisa menjangkau banyak segmen masyarakat, kelompok eksekutif atau menengah atas, kelompok keluarga dan perempuan, serta kelompok menengah ke bawah.

Contoh kombinasinya, sindikasi siaran yang melibatkan Radio Mercurius FM, Radio SPFM, dan Radio Bharata FM, atau kadang Radio Gamasi FM.

Polanya bisa pula terdiri dari Radio Smart FM, Bharata FM, dan SPFM. Sekali siaran, bisa melibatkan 3-5 stasiun radio.

Tema-tema program sindikasi terkait dengan penegakan hukum dan HAM, soal demokrasi, buruh migran, anti korupsi, perlindungan konsumen, tentang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, atau terkait isu gender, perlindungan anak, dan sebagainya.

Era itu memang ada banyak lembaga donor masuk Indonesia, yang juga ikut mendinamisasi industri penyiaran radio. Secara bisnis, radio-radio yang punya program kerjasama dengan NGO yang disokong donor, memperoleh penghasilan.

Namun dari sisi edukasi, para pendengar tercerahkan. Model siaran begini sangat postif bagi penguatan gerakan pemberdayaan masyarakat dan advokasi kebijakan.

Jadi, boleh dikata, ada peran media penyiaran radio, dalam gerakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil melalui NGO yang bermitra dengan stasiun-stasiun radio. Apalagi siaran dilakukan secara interaktif yang memungkinkan tanya jawab dengan pendengar.

Tidak semua dibayar

Tidak semua program di radio yang dikerjasamakan dengan NGO ini berbayar.

Banyak juga program-program yang mengudara diselenggarakan atas pertimbangan kebermanfaatannya bagi masyarakat. Apakah itu berupa acara wawancara langsung di studio atau dalam bentuk wawancara melalui telepon. Tergantung kreativitas masing-masing radio.

Di radio Bharata FM, ada beberapa program yang kami lalukan dengan mengundang teman-teman NGO. Dari lingkungan hidup ada PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Puntondo, dan WWF (World Wide Fund) for Nature.

Dengan YLK (Yayasan Lembaga Konsumen) Sulsel untuk penyadaran konsumen, terutama hak atas informasi.

Juga ACC (Anti Corruption Committee) Sulawesi untuk isu pemberantasan korupsi, dengan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Makassar dan LBH-P2i (Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Perempuan Indonesia) untuk tema-tema bantuan hukum, HAM, demokrasi, keadilan dan kesetaraan gender, serta isu perlindungan anak.

Rusdin Tompo, penulis dan pernah sebagai reporter radio

 

Related posts