PELAKITA.ID – Pihak kepolisian menetapkan pemilik sertifikat hak milik (SHM) lahan mangrove seluas 6 hektare di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Pria tersebut berinisial AM (64) sebagai tersangka dalam kasus perusakan hutan mangrove.
“Iya benar, sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/2).
AM ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana perusakan lingkungan hidup,” ungkapnya. Akibat perbuatannya, Ambo Masse dijerat undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Kita jerat pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” jelasnya. Sementara itu, Kasubsi Penmas Polres Maros, Ipda A Marwan P Afriady mengatakan pihaknya akan kembali memeriksa Ambo Masse sebagai tersangka.
“Sudah dilayangkan pemanggilan tersangka atas nama AM, dijadwalkan pemeriksaan pada hari ini,” kata Marwan kepada CNNIndonesia.com.
Perlindungan Mangrove
Ada beberapa dasar hukum yang mengatur pengelolaan mangrove di Indonesia. Berikut beberapa di antaranya: UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur pengelolaan hutan, termasuk hutan mangrove, sebagai bagian dari kawasan hutan lindung dan konservasi.
Lalu ada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana mangrove dikategorikan sebagai bagian dari kawasan lindung pesisir yang harus dikelola dengan baik.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menyebutkan bahwa ekosistem mangrove harus dilindungi karena memiliki fungsi ekologis yang penting..
UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mengatur perlindungan ekosistem pesisir, termasuk mangrove, dalam pemanfaatan wilayah pesisir.
Tak hanya itu ada Peraturan Pemerintah (PP) PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menyatakan bahwa kawasan mangrove adalah bagian dari kawasan strategis nasional yang harus dijaga kelestariannya.
Demikian pula PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Meskipun fokus pada gambut, tetapi ekosistem mangrove sering dikaitkan karena memiliki fungsi serupa dalam perlindungan lingkungan.
Masih ada Peraturan Presiden (Perpres). Perpres No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang memberikan arah kebijakan nasional dalam pengelolaan dan perlindungan ekosistem mangrove di Indonesia.
Belum cukup itu, masih ada Peraturan Menteri (Permen). Permen LHK No. P.105/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Ekosistem Mangrove Tahun 2018-2022 yang menetapkan langkah-langkah konservasi mangrove dalam jangka waktu tertentu.
Permen KP No. 24 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Mengatur tentang pemanfaatan dan pelestarian mangrove dalam sektor perikanan dan kelautan.
Pengelolaan mangrove di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat melalui berbagai regulasi, mulai dari tingkat undang-undang hingga peraturan menteri.
Regulasi ini bertujuan untuk menjaga ekosistem mangrove agar tetap lestari dan berfungsi optimal bagi lingkungan serta masyarakat pesisir.
Khusus untuk Pemerintah Provinsi Sulsel, telah ada Perda tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Mangrove yang disahkan tahun lalu.
“Perda itu sangat penting dan mendesak sebab Sulsel membutuhkan tata kelola dan upaya perlindungan bagi 12.277 hektar ekosistem mangrove Sulsel yang tersisa,” kata Yusran Nurdin Massa, aktivis pelestari mangrove Indonesia
Jadi, jangan main-main dengan mangrove!