Wawancara Kapus Kebencanaan Unhas, Ilham Alimuddin: Perlu mitigasi dan pemetaan kawasan rentan

  • Whatsapp
Pelakita.ID bersama Dr Ilham Alimuddin, Kapus Kebencanaan Unhas di Warkop La Kopi Makassar (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Kepala Pusat Kebencanaan Unhas Ilham Alimuddin berbagi pandangan terkait posisi Makassar dan kerentanannya. Dia mengutarakan itu sekaitan pembacaannya atas perencanaan dan implementasi pengurangan risiko bencana kontemporer banjir di Kota Daeng, (Makassar, Rabu, 22 Februari 2023).

Pria dengan nama lengkap Dr. Eng. Ilham Alimuddin, ST., MGIS  adalah Kepala Pusat Studi Kebencanaan LPPM Universitas Hasanuddin serta Sekretaris Laboratorium Geokomputasi dan Penginderaan Jauh. Dia Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Tentang kajian risiko bencana

Menurut Ilham, Kota Makassar sudah pada track yang benar karena telah menyiapkan apa yang disebut Dokumen Kajian Risiko Bencana atau dokumen KRB.

Read More

Fasilitasi dan penyelesaian dokumen itu merupakan tanggung jawab Kantor BPBD Kota Makassar dan dikerjasamakan dengan Pusat Kebencanaan Unhas tahun lalu.

“Turunan dari KRB adalah dokumen kebencanaan, setiap mata bencana, ada di situ, terkait bencana sosial, kesehatan, abrasi pantai, banjir, sudah ada di situ,” ucap peraih Master of Geographic Information Systems, (MGIS) dari University of Queensland, Brisbane, Australia ini.

Dia menyebut jika Wali Kota Makassar MOh Ramdhan Pomanto sudah disampaikan perlihal output dan telah merespon dengan baik substansi dokumen PRB itu.

Ilham, pelanjut Prof Adi Maulana di Pusat Studi Kebencanaan Unhas ini menyebut informasi yang disiapkan itu berkaitan dengan beberapa parameter seperti kalau terkait banjir maka di dalamnya adalah parameter elevasi, lereng, struktur tanah.

“Lalu kita buat peta kerentanan, peta ancaman, juga ada peta kapasitas masyarakat,” imbuh doktor dari Chiba University, bidang Remote Sensing Application for Disaster Risk Management, Japan, 2008- 2013.

Dia menyebut salah satu tugas mereka di Pusat Studi Kebencanaan Unhas adalah bagaimana meningkatkan literasi bencana warga. “Bukan hanya Makassar tetapi seluruh kabupaten-kota, dan masyarakat luas,” ujarnya.

Dia mengungkapkan Pemkot Makassar telah memfasilitasi lahirnya Forum Pengurangan Risiko Bencana, sehingga dia cukup paham mengapa dampak banjir, respon dan partisipasi para pihak, seperti jumlah korban meninggal saat puncak banjir tidak ada – meski, belakangan beberapa hari setelah puncak banjir dikabarkan ada satu orang anak yang tenggelam di kanal dalam.

“Terkait potensi bencana, tingkat risiko atau kerentanan Kota Makassar sudah dipahami oleh warga,:” ucap Ilham.

Dia juga menyebut sesuai data yang ada, posisi Kota Makassar di lingkup Sulsel berada pada posisi 21 indeks kerentanannya.

“Malah Kota Palopo lebih rentan,” ujarnya.  “Di tingkat provinsi, Sulbar lebih rentan dari Sulsel,” imbuhnya.  Rentan ini dikaitkan misalnya dengan lokasi patahan ataus esar gempa.

“Indeks risiko bencana merupakan nilai yang dikeluarkan tiap tahun oleh BNBP. Indeks Risiko Bencana adalah sebuah indeks yang disusun berdasarkan kriteria tertentu untuk memberikan informasi tingkat risiko bencana tiap-tiap kabupaten kota di Indonesia,” jelas Ilham.

Dengan posisi 21 dari 24 kabupaten-kota itu menurutnya menggambarkan kerentanan Makassar berdasarkan akumulasi dan kecenderungan jenis bencana.

“Mulai dari banjir hingga bencana sosial, pandemi hingga abrasi pantai,” imbuhnya.

Dia juga menyebut kapasitas atau literasi bencana masyarakat Makassar sudah baik karena jumlah atau intensitas kegiatan peningkatan kapasitas oleh Pemerintah Klota juga tinggi.

“Tetap perlu terus peningkatan kapasitas dan memastikan bahwa saat bencana semua yang disampaikan itu dijalankan, tapi ini memang tidak mudah,” katanya.

Pria yang akrab disapa Illi ini mnilai masih perlu banyak simulasi, masih perlu pendampingan seperti melalui kelompok-kelompok siaga bencana atau forum yang dibentuk itu.

“Ada juga yang belum bisa jalankan, tidak operasional, selain karena kesesuaian materi atau teknik penyajian atau transformasinya, juga tetap kembali ke warga sendiri,” ujar Ilham.

Dia berharap forum pengurangan risiko bencana Kota Makassar bisa bergerak lebih giat dan memastikan pesan-pesan pengurangan risiko bencana bisa sampai ke masyarakat luar, ke semua elemen masyarakat, dari anak-anak sampai orang tua.

Dia juga menekankan agar para pemangku kepentingan di kabupaten-kota mendorong literasi bencana ke warganya. “Sudah ada Pergub Sulawesi Selatan No 19. Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Muatan Lokal Pendidikan Kebencanaan,” ujarnya.

Perlu pendalaman

Terkait banjir di Kota Makassar dan sekitarnya, Ilham Alimuddin menyebut ini merupakan kesempatan untuk mencari tahu kenapa ini bisa terjadi. Mengapa bisa sedemikian ekstrem.

Dia setuju bahwa ada banyak hal yang kita bisa lakukan misalnya, mengecek apa hubungannya dengan trend pembangunan kota, pembangunan perumahan, pengelolaan kanal, pengelolaan air sungai, dan lain sebagainya.

“Minimal apa yang kita antisipasi, atau minimalkan jika misalnya terjadi curah hujan tinggi dan bersamaan air pasang tinggi, titik-titik mana saja yang paling pertama mendapat dampak dan apa yang kitab isa antisipasi,” jelasnya.

Ilham menyebut aspek perubahan iklim, pemanasan global atau kemampuan memprediksi bencana ini adalah tantangan bersama.

Dia mengambil contoh bagaimana Kota Parepare yang belum pernah dilanda banjir ekstrem tiba-tiba mengalami banjir parah. Di sana ada dua orang warga disebut jadi korban meninggal.

“Untuk Kota Makassar, kita bisa sebut warga sudah aware, tidak ada korban pada saat puncak banjir. Masyarakat tak lagi kajili-jili. Mereka bisa saja mengungsi hingga air sudur, atau mereka tetap saja di rumah,” katanya.

“Jadi apa yang terjaid kemarin sebenarnya menunjukkan kapasitas masyatakat sudah bagus, sudah tidak ada korban, intinya bahwa kalau banjir jangan kajili-jili,” jelasnya.

Dia juga menyebut saat ini sesuai pantauan dari beberapa grup Whatsapp yang dia ikuti sebagian besar areal yang sebelumnya tergenang sudah mulai surut.

Pemetaan lokasi rentan

Meski Ilham melihat banjir sudah mulai reda, warga sudah kembali ke rumah, dia berharrap ada beberapa langkah yang perlu segera disiapkan.

Pertama, mendorong kerjasama antar pihak seperti dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota sebab banyaknya persoalan tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja.

Kedua, pelibatan kampus seperti Pusat Kebencanaan Unhas niscaya setidaknya dalam hal memediasi para pihak yang paham konteks atau dimensi bencana untuk bersama mencari jalan keluar.

“Di Unhas ada banyak disiplin ilmu yang bisa kita ajak untuk mengura persoalan seperti abrasi, banjir, persoalan sosial, aspek eksehatan, pandemi, untuk masuk bicara risiko bencana ini. Itu yang kami dorong di Pusat Studi Kebencanaan,” ujar alumni Teknik Geologi Unhas ini.

Ketiga, perlu pemanfaatan jejaring para pihak yang mengurusi kebencanaan ini. Caranya dengan membangun komunikasi alumni, menghdupkan forum-forum kebencanaan yang ada, melakukan kajian bersama, diskusi, seminar atau FGD lengkap dengan rekomendasi solusi.

“Kami akan selalu siap kalau dimintai masukan atau partisipasi,” ujarnya.

Keempat, trend pembangunan perumahan yang semakin marak dan kerap tidak mengikuti kaidah perlindungan lingkungan harus dihentikan. Ini perlunya penyadaran lingkungan dan sosialisasi bahkan penegakan hukum.

Kelima, perlunya memastikan peta rawan bencana yang terbarukan, perlu membuat simulasi trend kebencanaan dan kaitannya dengan variabel tertentu seperti curah hujan dan upaya mitigasinya.

Untuk itu maka ke depan perlu perlu studi pasang surut yang intensif tentang pola dan dampaknya, kerentanaan sungai, kawasan, watershed, hingga pengelolaan kanal, model buangan limbah rumah tanggal dan drainasenya.

Keenam, perlu melihat atau membandingkan cara bagaimana kota-kota lain di Indonesia berbenah atau mengambil tindakan dalam pencegahan, pengendalian dan mitigasi banjir. Bagiamana pelibatan para pihak dalam perencanaan dan pengendalian bencana berbasis regulasi atau kebijakan yang ketat.

 

Penulis: K. Azis

 

Related posts