Istimewa dan strategis, para pihak puji DPRD Sulsel yang menggodok Ranperda Pengelolaan Mangrove

  • Whatsapp
Foto bersama narasumber dan peserta Dialog Publik (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Luwu terbesar, 50 persen rusak. Semoga ke depan dengan adanya Perda tidak ada lagi perusakan dan bisa menghindari konflik kepentingan di dalamnya.” Dr Siti Masniah, DKP Sulsel. 

 

Read More

PELAKITA.ID – Blue Forests atau Yayasan Hutan Biru, Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Jaring Nusa dan Mongabay menggelar Diskusi Publik dengan tema Bersama Menguatkan Ranperda Pengelolaan dan Pengembangan Hutan Mangrove Sulawesi Selatan, di Red Corner Makassar, 15/8/2022.

Acara dihadiri perwakilan Dinas Kehutanan Sulsel HIdayat, Guru Besar Kehutanan Unhas Prof Yusran Jusuf, tenaga ahli untuk Ranperda Mangrove Sulsel yaitu Dr Amal dari UNM, Kepala Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP Sulsel, Dr Siti Masniah Djabir. Diskusi dipandu Wahyu Chandra dari Mongabay Indonesia.

Pembicara pertama Dr Amal. Disebutkan Ranperda Pengelolaan Mangrove Sulsel ini istimewa sebab setelah bertahun-tahun berharap adanya aturan pengelolalaan, setelah meriset dan membaca problematika mangrove, baru tahun ini ‘gol’ untuk disiapkan jadi Perda.

“Tujuan Ranperda pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove di Sulsel ini awalnya melalui Pak  Usman Lonta – anggota DPRD Sulsel,” katanya.

Amal yang telah meneliti mangrove bertahun-tahun di Sulawesi Selatan ini menemukan pada sekurangnya 10 kabupaten pesisir mangrove mengalami degradasi jumlah dan kualitas ekosistem. Dia menemukan situasi yang memburuk itu di Luwu Utara, Palopo hingga Sinjai.

“Hampir semua provinsi sudah punya Perda pengelolaan mangrove, Sulsel belum ada,” katanya.

Amal menyebut mangrove istimewa sebab mangrove adalah ekosistem hutan paling efektif menyimpan karbon. Daun lebat, bukan hanya daunnya tetapi serasa, sebagai penyumbang karbon, sebagai sumber makanan bagi satwa.

Beberapa jenis ikan, udang merupakan penghuni ekosistem mangrove yang lebih penitng adalah dapat bertindak sebgaia penahan abrasi pantai. Dia juga menyebut beberapa contoh pantai di Sulawesi Selatan yang mengalami abrasi setelah eksploitasi mangrove secara serampangan seperti di sekitar Pinrang, Sinjai, Barru.

“Setelah bencana tsunami Aceh, kita jadi sadar bahwa mangrove adalah peredam gelombang tsunami,” katanya. Dia menyebut konversih ekosistem mangrove sebagai lahan tambak, jalan, pelabuhan dan kepentingan wisata adalah sumber masalah bagi keberadaan mangrove Sulawesi Selatan.

“Ini yang perlu digaris bawahi, ini yang sigmifikan dan dominan merusakan keberadaan mangrove kita,” ucapnya.  Secara akademik, dia menyebut Ranperda mangrove ini layak dan perlu diteruskna.

“Kami berharap bisa menghasillan Perda yang komprehensif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, yurids dan dan diterima oleh masyarakat,” ujarnya sebelum mengelaborasi sasaran, ruang lingkup pengaturan dan pengelolaan mangrove berkelanjutan.

Sementara itu, Hidayat, yang mewakili Kepala Dinas Kehutanam Sulsel, Andi Parenrengi menyebut  ada luasan 1700 hektar mangrove di Sulsel dan ada di hutan lindung dan produksi.

Menurutnya, laju deforestasi, illegal logging, alih fungsi lahan, masih maraknya perambahan hutan menjadi alas degradasi mangrove di Sulsel dan Indonesia secara umum.

Dia juga menyebut bahwa salah satu kabupaten yang punya potensi besar adalah Luwu Timur. “Potensi mangrove sangat besar, pada panjang pantai mencapai 118 kilometer,” kata pria kelahiran Luti mini.

“Kami berharap ada langkah konkret, ada regulasi atas isu mangrove ini bisa menyelesaikan persoalan yang ada,” katanya. Dia juga  berharap dengan adanya Ranperda ini bisa menjadi pelindung bagi kawasan mangrove saat ini yang masih ada di Sulsel.

“Mudah-mudahan tersusunnya Perd a ini kita bisa menjaga luasan areal 12.256  hektar di Sulsel, pada panjang garis mencapai 1.937,” sebutnya.

Dia menegaskan bahwa adanya kebijakan Presiden RI  terkait mangrove dengan adanya Perpres RI No. 73/2012 menjadi alas yang kuat untuk pengembangan straegi nasional pengelolaan eksosistem mangrove.

“Ini bagian dari pengelolaan pesisir dan terpadu dengan daerah aliran sungai dan diperlukan koordinasi dan sinergi dengan 24 KPH di Sulawesi Selatan,” ujarnya.

Hal lain yang juga penting jadi perhatian adalah aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan mangrove. “Praktik pengelolaan ekosistem mangrove tidak bisa dipisahkan dari aspek sosial dan ekonomi,” tuturnya.

Dia pun mengapresiasi DPRD Sulsel yang telah mengambil tanggung jawab dalam menyusun Ranperda ini sebab mangrove sudah terbukti merupakan bagian dari antisipasi perubahan iklim, memiliki fungsi ekologi yang penting bagi keberlanjutan lingkungan di Sulsel.

Sementara itu, Kepala Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP Sulsel, Siti Masniah menyebut secara hamparan, luas areal mangrove di Sulsel mencapai 45.464,4  Ha, dimana ada 22.550 hektar rusak atau 49 persen.

“Luwu terbesar, 50 persen rusak. Semoga ke depan dengan adanya Perda tidak ada lagi perusakan dan bisa menghindari konflik kepentingan di dalamnya,” tambahnya.

Pihaknya menyebut telah memberikan mandate kepada 7 Cabang Dinas untuk mengantisipasi dan manjaga kawasan mangrove seperti di Pangkep hingga Selayar.

DKP Sulsel sejauh ini telah menanam ratusan ribu pohon mangrove. “Ada 783 ribu batang, pada lahan 700 hektar di 15 kabupaten kita, ini kegiatan yang ada di CDK. Jadi kegiatan pnananama mangrove diserahkan ke CDK,” terangnya.

“Ada 600 ribu batang kami tanam dalam kegiiatan di tahun 2022 ini dan dipihak ketigakan, dan melibatkan partisipasi masyaraat, ini demi menimbulkan rasa memiliki,” lanjutnya lagi.

Tanggapan positif juga disampaikan perusahaan Gojek yang diwakili oleh M. Khomeiny yang hadir dalam diskusi publik ini.

“Kami sangat mengapresiasi adanya Ranperda ini, breakthrough, ini semoga memberi manfaat,” katanya. Gojek sendiri menurut pria yang biasa disapa Omhe ini aktif melakukan kampanye dan penanaman mangrove sebagai komitmen peduli lingkungan mereka.

Hal senada disampaikan penanggap, Yusran Nurdin Massa yang merupakan tenaga ahli mangrove organisasi Blue Forests.

“Pemerintah mendorong rehabilitasi pada 600 ribu hektar pada 9 provinsi, ini target BRG. Oleh sebab itu, kita menyambut baik dari inisifatif dewan untuk merumuskan Ranperda ini di Sulsel,” ujarnya.

Menurutnya, ini lahir dari keresahan dan keinginan untuk mengelola potensi mangrove Sulawesi Selatan.

Dia jugaa berharap setelah pertemuan ini ke depan akan semakin banyak pengayaan Ranperda Pengelolaan Mangrove sehingga semakin bisa menjawab harapan publik atas masa depan ekosistem penting ini. Dia menyebut ada tiga hal yang harus diealaborasi terkait Ranperda ini, dari sisi filosofis, yuridis dan sosiologi.

“Para penyusun Ranperda pengelolaan mangrove ini telah menyiapkannya dengan baik termasuk strategi dan ruang lingkup perlindungannya,” ucapnya.

Sementara itu, Guru Besar Kehutanan Unhas, Prof Yusran Jusuf setelah membaca draft Ranperda, ada sisi yang masih perlu dipaparkan terkait mangrove sebagai hutan sosial atau kemasyarakat.

Dia menyebut praktik perusakan mangrove masih terus terjadi. “DI lapangan masih terjadi terus menerus pengurangan, penebangan mangrove, oleh karena itu Ranperda ini harus memberi penguatan bahwa pengeolaan mangrove ini mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan memperhatikan kapasitas masyarakat,” sebutnya.

 

 

Editor: K. Azis

Related posts