Pelakita Trip: Penjual gado-gado dari Selayar berencana naik haji

  • Whatsapp
Meluhat Selayar dari lautan (dok: K. Azis)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Jelang separuh perjalanan dari Kota Benteng Selayar ke Makassar via bus dan ferry, saya tak buka suara atau tak menyapa bapak yang duduk di samping saya. Senyum iya.

Saya memang kurang nyaman. Selain karena tidak mandi, saya masih ngantuk. Saya nyaris ketinggalan bus karena ketiduran.

Saya naik bus Sejahtera sekondan Aneka. Disebut demikian sebab saya mendaftar di Aneka tetapi dapatnya seat 24 di Sejahtera.

Memasuki Jeneponto, bapak itu menyapa . “Tujuan mana?” katanya memulai pembicaraan. “Makassar pak, eh Gowa,” balasku.

Obrolan berlanjut. Saya menebak. “Mau umroh ya pak?” tanyaku. Dia memang mengenakan seragam. Semacam batik. Mereka ada bertujuh.

“Kalau itu istri saya, namanya Sri Mulyani,” ucapnya.

Dia menanyakan pekerjaan saya, asal, dan banyak lagi. Saya pun menceritakan perjalanan sebelumnya dari Makassar – Bira – Pulau Jampea – Benteng Selayar dan temali pertemanan dengan orang-orang Selayar.

“Oh jadi kenalki Pak Wakil Saiful Arif ya,” katanya. Dia memuji Wabup Selayar itu sebagai penceramah agama yang handal.

“Siapa-siapa saja yang dikenal di Selayar selain Haji Saiful?” tanyanya lagi. Saya menyebut beberapa nama Basok Lewa, Musytari hingga Andi Mappagau.

“Jadi pekerjaannya apa? jalan-jalan? Wartawan?” tanyanya saat saya cerita kalau sudah pernah menyigi Pantura dan Pantai Selatan Jawa. Pernah kerja di Aceh-Nias, pernah ke Papua, Maluku, Tegal, Pemalang, Banten, Brebes, Lampung dam lain-lain.

“Atau bapak orang politik?” katanya lagi saat saya sebut saya ke Pulau Jampea sama Pak Saiful Arif.

“Bukan, saya suka jalan-jalan dan menulis.” Sampai di sini, beliau tertawa dan bilang,”tuh kan, wartawan.”

Banyak yang kami obrolkan hingga saya tiba giliran mewawancarainya.

Beliau bernama Ngadimin, sapaannya di Kota Benteng Selayar Mas Bambang, Usianya 62 tahun.

“Kalau di Kota Benteng, orang tahunya Mas Bambang, penjual gado-gado,” ucapnya sembari melempar senyum. Istrinya di sebelah menyungging senyum. Istinya nampak muda.

“Saya kira pensiunan tentara atau polisi lho pak,” balasku. Dia tersenyum, membetulkan kopiahnya.

Dia nampak gagah dan sejuk selama perjalanan dari Benteng. Tak seperti saya yang marahi seorang anak muda menerobos antrian di toilet SPBU Bantaeng.

Mas Bambang sedang dalam ikhtiar naik haji. Haji eksekutif kalau bahasa saya mengingat biayanya mendekati 300 juta perorang. Itu yang saya dengar. Dia naik haji dengan istrinya, Sri.

Dia berceita tentang biaya haji, dollar dan tarif baru.

“Saya ini posisinya paling rendah dari yang ada di bus ini,” katanya. “Saya penjual gado-gado dan bakso. Lokasinya di Matalalang, Benteng,” ungkapnya.

“Berapa lamaki menabung hingga bisa naik haji?” tanyaku.

Saya mendapat jawaban, pria berusia 62 tahun itu punya empat orang putra-putri. “Setelah pernikahan anak saya tahun 2000-an itu saya berpikir untuk naik haji. Ada uang saat itu saya panjar untuk pendaftaran,” ucapnya.

Dia harusnya berangkat dua tahun lalu, namun karena pandemi, dia tertunda hingga 2022. Saya masih menyimpan tanya mengenai proses dan bagaimana dia bisa mendaftar di jasa travel dan seberapa yakin saat pertama kali punya niat naik haji tapi saya urungkan.

Pria asal Solo itu mengaku sejak tahun 1980 dia ke Makassar berjualan bakso dan gado-gado. “Pernah jualan di Makassar, di Jeneponton, Bantaeng hingga saya pilih Selayar,” ucapnya.

Bus kami sudah sampai di perbatasan Jeneponto dan Takalar, karena bus berhenti di penjual jagung, saya bisa ngobrol lebih lama. Saya tak turun, beliau pun tidak.

“Anak saya ada bidan, ada pegawai ada tentara,” bilangnya. “Anak-anak saya sekolahkan tinggi-tinggi. Meski jual bakso atau gado-gado anak-anak saya harus sekolah tinggi-tinggi,” lanjutnya.

Menurut Mas Ngadimin, Kota Benteng Selayar adalah kota yang bagus untuk usaha kuliner seperti yang dilakoninya.

“Kalau orang Benteng, dia tahu gado-gado. Mereka pasti bilang kalau gado-gado lain, pasti bukan Mas Bambang,” tambahnya.

“Warung saya di dekat kantor Kehutanan Matalalang,” ujarnya. Maksudnya dekat Kantor Balai Taman Nasional Taka Bonerate.

Dii situlah Mas Bambang alias Ngadimin meniti hari, membesarkan anak-anaknya, berkembang, menyekolahkan anak, mengasuh usahanya.

“Saya ada rumah di Solo, bagaimana pun harus ada di sana toh,” katanya. Ada satu anaknya di Solo.

Banyak yang kami obrolkan. Mas Ngadimin nampak ceria meski sedang dalam perjalanan jarak jauh. Begitupun istrinya Sri Mulyani. “Istri bapak Menteri lho.,” candaku.

Saya sampaikan semoga selamat dan peroleh haji mabrur. “Insya Allah kalau ada waktu saya akan ke Selayar dan menjajal bakso dan gado-gadonya,”

“Maaf ya kalau ada salah kata atau kurang berkenan.” balasnya.

Semoga lancar hajinya Mas Bambang, Sampai jumpa lagi. “Salamakki semua,” ucapku ke tujuh penumpang lainnya yang juga bersiap naik haji eksekutif.

“Aaamiin,” balas mereka.

 

Penulis: K. Azis

Related posts