Catatan dari liga futsal Wali Kota Cup IKA Smansa Makassar Seri 3: Tim panutan itu Smansa 81

  • Whatsapp
Kandayya, tim panutan Smansa 81 (dok: K. Azis)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Meski pelaksanaan liga futsal Wali Kota Cup IKA Smansa Makassar Seri 3 telah selesai dan menempatkan Angkatan 85 oppo sebagai juara, penulis amat terkesan dengan fighting spirit, para kandayya di Angkatan 81.

Saat mereka kebobolan 4-0 dan wasit meniup sempritan, tak nampak penyesalan berlebih atau protes karena keputusan wasit yang tak berpihak.

Read More

Mereka sungguh betul-betul dewasa, menjadi contoh, memberi makna kesejatian olahraga, dan bagaimana menjalani pertandingan serta mengamankan panji-panji IKA Smansa Makassar.

Wajar saja jika sepanjang pertandingan liga seri 1 hingga seri 3, liga kali ini sungguh paripurna.

“Tak ada insiden, zero accicent, atau tak ada benturan, konflik. Panitia, pemain dan kita semua telah melewati proses olahraga yang luar biasa. Ini bisa menjadi contoh bagi kita semua,” puji ketua bidang olahraga Pengurus Pusat IKA Smansa Makassar, Yunalidi Monoarfa, yang juga ketua IKA Smansa 82 saat berbincang dengan Pelakita.ID sesaat setelah penutupan liga.

Pujian juga diberikan oleh Shafwan, ketua panitia dari Angkatan 85. “Ini kerja bersama dengan teman-teman panitia 85, yang telah mendukung, juga pengurus IKA Smansa Makassar,” tambahnya.

Kembali ke kandayya Angkatan 81. Pelakita.ID pernah menuliskan di website ini kalau Angkatan 81 membuat kejutan karena berhasil menahan imbang Angkatan 88 dan melajut ke semifinal.

Mereka pun mengalahkan mantan juara Liga Futsal IKA Smansa 82 dengan skor telak 4-0. Sementara di semifinal mereka berhasil mengalahkan Angkatan 87 – yang oleh Pelakita.ID dijagokan sebagai kandidat juara.

Smansa 81 mengalahkan 87 melalui drama adu pinalti, yang oleh salah seorang pilar 87 hanya ‘kalah beruntung’.

Penulis tidak begitu tahu nama-nama pemain 81 tetapi kalau melihat fisik, postur dan bagaimana mereka bermain di atas lapangan futsal sungguh memukau dan profesional meski usia sudah mendekati 60.

Penulis kagum pada striker yang berbadan gempal, serta pemain sayap kiri yang lincah dribling bola dan mengacaukan pertahanan 88.

Sang striker, jika diamati sekilas mengingatkan gaya Maradona. Posturnya sungguh kuat. Pada usia lebih setengah abad dia sungguh trengginas di atas lapangan.

Dibanding Angkatan 88, atau 87 apalagi angkatan 89 yang mempunyai pemain cadangan, Angkatan 81 sungguh efektif memaksimalkan jumlah pemainnya, jumlah yang terbatas mengingat usia mereka yang sudah menua.

Tetapi demi olahraga futsal yang memang lebih membutuhkan kerjasama, semangat juang, dan tentu saja kepiawaian menjaga ritme permainan, mereka bisa mengukir prestasi hingga partai puncak.

Kekalahan 4-0 dari Angkatan 85, mungkin bisa disebut antiklimaks, tapi apa yang harus disesali untuk sebuah pencapaian hingga grandfinal itu?

Saya yakin sekali bahwa kolega atau teman seangkatan para pemain 81 ini sangat bangga. Mereka bisa eksis hingga final adalah buah dari perjuangan tim, bukan semata karena perjuangan seorang striker, tetapi kebersamaan dan semangat itu. Toh, yang jadi pencetak gol terbanyak adalah Angkatan 88 bukan dari 81.

Tim kejutan itu, tim futsal Smansa 81 (dok: istimewa)

Lalu apa makna lempangnya Smansa 81 hingga ke final?

Bagi penulis ada lima hal yang bisa disebut sebagai alas atau kondisi di balik prestasi yang luar biasa itu.

Pertama, mereka bisa fokus memaksimalkan keunggulan pengalaman dan ‘tenaga tersisa di usia tua’ untuk efektif memenangkan permainan.

Kemampuan mereka menahan imbang 88 adalah titik balik yang luar biasa. Kemampuan 81 menahan 88 di partai terakhir pool itu pula yang membuat mereka tidak bertemu Angkatan 85 yang superkuat atau on fire di semifinal.

Mengapa disebut demikian sebab Angkatan 88 kali ini juga membuat kejutan dengan bermain semakin efektif dan melampaui prestasi mereka di liga-liga sebelumnya.

Dengan jumlah pemain yang relatif banyak, mereka bisa menyiapkan tim dan semakin bergairah dari tahun ke tahun. Sayangnya, di semifinal mereka bertemu tim kuat Angkatan 85 yang oleh Pak Shafwan, ketua panitia, tim 85 kuat karena rutin bermain, berlatih. Bahkan dua kali seminggu.

Dan, saya bisa pastikan Angkatan 81 pasti latihan minimal sekali seminggu, dengan fisik yang prima seperti itu, kami yang ‘masih’ 50 tahun merasa cemburu.

Kedua, betapa bugarnya fisik striker 81, pria kekar dan berkulit legam itu sungguh memukau sepanjang pertandingan.

Hampir semua pertandingan dia tampill fulltime. Apa jadinya jika dia cedera? Saya kira akan sulit bagi mereka untuk melaju tanpa striker ini. Please, infokan siapa namanya.

Demikian pula pemain sayap kiri yang padu dengan Sang Striker. Lalu yang juga dapat pujian adalah Sang Kiper. Sang Kiper berhasil menjadi the best player saat melawan 88, saya kira ada 5 hingga 6 penyelamatan gemilang hingga gawangnya tak kebobolan.

Jadi, mereka ada pemain inti pada berbagai lapisan, termasuk bek yang pandai menjaga spirit tim untuk tenang saat diserang.

Ketiga, dengan usia sekitar 60 tahun, tim Smansa 81 memberi kita kesadaran baru bahwa sepakbola adalah permainan kematangan, bukan keberuntungan.

Mengendalikan emosi, konsisten pada visi, aktif kolaborasi di atas lapangan lebih utama ketimbang fisik atau jumlah pemain cadangan.

Mengapa mereka bisa disebut matang? Karena mereka bisa setidaknya menunjukkan konsistensi pertahanan, dan menjaga emosi tetap cair dan dingin di atas lapangan.

Kemenangan mereka melawan tim 87 melalui titik adu pinalti adalah persoalan kematangan. Matang mengeksekusi atau matang menjaga gawang, bukan?

Keempat, saya melihat dukungan penonton dan motivasi beberapa orang sangat kuat. Meski tak banyak, ada dua sosok yang kerap memberi semangat semangat, arahan, atau pekikan dari pinggir lapangan. Mereka juga mereviu pertandingan babak pertama dan saling berefleksi. Indah bukan?

Hadirnya ketua IKA Smansa 81, Sang Profesor Anis, adalah bonus yang tentu kita bisa sebut sebagai buah cinta sesama angkatan.

Kelima, meski yang mendapat tim fair play Angkatan 83 yang nihil kartu namun jika ada tim yang juga nampak sabar di atas lapangan maka itu adalah 81.

Tidak ada sumpah serapah atau melawan putusan wasit meski misalnya, sang sayap jagoan kita itu ditebas saat membawa bola atau saat hendak mengirim umpan lambung ke Sang Striker ‘Maradona’ itu.

Izinkan saya mewakil Smansa 89 menyampaikan salam hormat dan selamat untuk para kandayya di tim 81 yang sudah meraih juara dua ini. Mereka pantas disebut tim panutan.

Saya membayangkan apa jadinya jika salah satu pemain Smansa 81 bernama M. Ramdhan Pomanto ikut bermain di final itu. Ha-ha-ha.

Sikalipi, salama’ nah kanda.

 

Daeng Nuntung

Tamarunang Gowa, 9/8/2021

 

 

___
kandayya, Jusuf Karim, menyebut nama striker adalah Pak Syarief. Sementara nama saya sayap adalah Pak Harun. Thanks. 

 

Related posts