Direktur Aneka EBT ESDM: Sulawesi Ditarget Terbangun Kapasitas 7,7 GW Pembangkit Energi Terbarukan

  • Whatsapp
Direktur Aneka EBT kementerian ESDM (dok: Istimewa)

Dalam RUPTL PLN 2025–2034, ditargetkan pembangunan 7,7 GW pembangkit energi terbarukan di Sulawesi — atau sekitar 770 MW per tahun.

Andriah Feby Misna, Direktur Aneka EBT ESDM

PELAKITA.ID – Makassar, 29 Oktober 2025 — Indonesia Sustainable Energy Week Goes Regional (ISEWGR) Sulawesi 2025 resmi dibuka.

Dengan tema “Transforming Power, Empowering Communities: Local Solutions for Sulawesi’s Clean Energy Transition,” kegiatan ini menjadi ruang dialog strategis antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat untuk mempercepat transisi menuju energi bersih di kawasan timur Indonesia.

Dalam sambutannya, Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, mengajak seluruh peserta untuk menyalakan semangat kolaborasi.

Ia mengawali dengan pantun ringan yang mencairkan suasana: “Jalan-jalan di Pantai Losari, cuci mata sambil menyari sinyal; selamat datang Bapak Ibu yang saya hormati, bersama kita sukseskan ISU Goes Regional.”

Dengan gaya komunikatif, ia menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dan lintas wilayah untuk mewujudkan energi bersih yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia.

Andria menuturkan bahwa kerja sama antara Indonesia dan Jerman dalam pengembangan energi terbarukan telah berlangsung lebih dari tiga dekade.

“Melalui dukungan program Energy Hub dan proyek RE to Grid, kolaborasi ini terus berkembang untuk mendorong dekarbonisasi di berbagai sektor, terutama di daerah. Kerja sama ini sudah lebih dulu ada daripada masa kerja saya di Kementerian ESDM,” ujarnya dengan nada bersyukur.

Ia menyebut, kegiatan ISEWGR yang sebelumnya hanya digelar di Jakarta kini diperluas ke Samarinda dan Makassar, agar dialog energi bersih semakin dekat dengan sumber potensi dan kebutuhan daerah.

Menurut Andria, transisi energi tidak hanya soal mengganti sumber daya fosil dengan energi terbarukan, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara teknologi, kebijakan, dan keadilan sosial.

Ia menegaskan pentingnya efisiensi energi sebagai solusi cepat dan murah untuk menekan konsumsi energi fosil. Selain itu, smart grid disebut sebagai kunci untuk mengintegrasikan energi terbarukan ke dalam sistem ketenagalistrikan nasional.

Ia juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan aspek sosial dalam kebijakan pensiun dini PLTU, seperti jaminan kerja, kesehatan, dan program perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak, termasuk perempuan.

Sulawesi, kata Andriah, memegang peran strategis dalam peta transisi energi Indonesia. Wilayah ini memiliki kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 2,14 gigawatt, didominasi oleh tenaga air dan angin.

Dari Sidrap hingga Jeneponto, deru turbin angin menjadi simbol kebangkitan energi baru Nusantara. Ke depan, pemerintah mendorong diversifikasi ke sumber lain seperti surya, panas bumi, dan biomassa.

“Dalam RUPTL PLN 2025–2034, ditargetkan pembangunan 7,7 GW pembangkit energi terbarukan di Sulawesi — atau sekitar 770 MW per tahun. Tantangan terbesar kita adalah menjadikan potensi itu nyata, menghadirkan lebih banyak energi bersih yang mampu menopang industri smelter dan sektor-sektor strategis lainnya,” ujarnya.

Andria menutup sambutannya dengan mengajak seluruh pihak memperkuat kolaborasi pentahelix antara pemerintah, swasta, akademisi, media, dan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target Net Zero Emission 2060.

Ia mengingatkan bahwa kesuksesan transisi energi tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kemauan kolektif untuk beradaptasi dan berinovasi. Dengan semangat pantun khas Makassar, ia menutup pidatonya dengan senyum:

“Angin Mamiri liriknya indah, iramanya syahdu lambang kerinduan. Potensi EBT memberi berkah, kita wujudkan transisi energi jadi kenyataan.”

Penulis Denun