Ian D Wilson Menggeledah Isu Perubahan Iklim dan Relasi Ekonomi Politik Kekuasaan di Indonesia

  • Whatsapp
Ian D. Wislon bersama Sudirman Nasir (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Founder Pelakita.ID, Kamaruddin Azis, menjadi peserta pada diskusi Percakapan Multidisiplin, Perubahan Iklim dari Beragam Perspektif.

Kegiatan yang dibuka resmi oleh Prof M. Nasrum Massi, ketua LPPM Unhas ini merupakan hasil kerjasama Research Group ‘Perubahan Iklim dan Kesehatan’, LPPM Unhas dan Center for Peace, Conflict and Democracy Universitas Hasanuddin.

Sebagai resource person adalah Ian Douglas Wilson dengan fokus percakapan perspektif perubahan iklim di Indonesia. Ian, bersama akademisi FKM Unhas, Sudirman Nasir menjadi bagian dalam program yang disebut KONEKSI.

Hadir beberapa akademisi dan praktisi pembangunan seperti Ahmad Yani (Fisip Unhas), Aslan Abidin (UNM), Imhe Mawar (konsultan), Rijal Idrus dari Pusat Studi Perubahan Iklim Unhas dan sejumlah akademisi muda.

Tentang siapa Ian D. Wilson bisa dibaca di sini

Proyek ini, kata Ian, mencoba melihat dampak perubahan iklim khususnya ke masyarakat marginal, misalnya di pesisir Jakarta Utara. Kawasan yang oleh Ian disebut terdampak perubahan iklim dan juga dilanda kemiskinan.

Demikian pula di Jawa Tengah, pada masyarakat berbasis pertanian skala kecil.

Dikatakan Ian, tujuan bersama proyek KONEKSI ini salah satunya adalah bagaimana kerja sama dengan komunitas untuk bisa melihat bagaimana mereka mengalami climate change, persepsi mereka atau climate change, apa yang mereka menganggap kerugian baik materi maupun tidak material.

Termasuk di dalamnya bagaimana peneliti membawa hal tersebut ke ranah pengambil kebijakan policy maker.

“Kami juga mengamati persepsi policy maker pada perubahan iklim dan dan bagaimana keduanya bisa disambungkan,” tambahnya saat berbicara di Ruang Meeting LPPM Unhas yang dimoderatori Nurjannah Abdullah dari CPCD Unhas.

Dikatakan Ian, pihaknya melakukan kajian supaya persepsi dan pengalaman dari masyarakat bisa diterjemahkan menjadi sebuah kerangka untuk menilai secara materi kerugian dari climate change yang dialami mereka berdasarkan bayangan bahwa bisa saja ada international funding, ada berbagai sumber dana yang bisa diakses.

Tim ini multidisiplin meski nuansa politik ekonomi dan perubahan iklimnya terpusat pada pola relasi kekuasaan, struktur ekonomi dan governance, juga tentang kebijakan dan pendekatan pada vulnerabilitas.

Ekonomi Politik dan Perubahan Iklim

Menurut Ian, ekonomi politik terhadap perubahan iklim menekankan bahwa struktur-struktur politik dan ekonomi sangat menentukan exposure terhadap ada risk dari perubahan dan ini kadang sekaligus menitikberatkan pada aspek ketidakadilan, hubungan-hubungan dan relasi kekuasaan yang membentuk.

“Ini juga menekankan bagaimana institusi, dinamika pasar dan dinamika relasi-relasi kekuasaan mempengaruhi siapa yang paling rentan dan juga bagaimana respons mereka terhadap climate change,” jelasnya.

Dia lalu mengambil contoh bagaimana dia dan timnya menggunakan pendekaan critical political ekonomi untuk memahami bagaimana relasi-relasi political economy membentuk agenda kemiskinan kota di Filipina, Kamboja dan Indonesia, khususnya di Jakarta.

Percakapan multidisiplin, perubahan iklim dari multi perspektif kerjasama Research Group ‘Perubahan Iklim dan Kesehatan’, LPPM Unhas dan Center for Peace, Conflict and Democracy Universitas Hasanuddin

Ian mengungkapkan kadang, ada program memberantas kemiskinan yang melibatkan NGO, seperti dengan Bank Dunia.

”Ya, itu sering menjadi konflik antara asumsi dari program itu dan masyarakat miskin tersendiri. Misalnya untuk sementara secara singkatnya ya kami melihat misalnya bahwa kondisi kemiskinan dan kami menganggap kemiskinan sebagai relasi sosial dan relasi politik menghasilkan agensi politik yang mengutamakan misalnya risiko manajemen dalam menjaga relasi yang banyak bukan dengan satu faktor,” paparnya.

Biasanya menggunakan faktor idealisme, atau konsep yang lain yang sering menjadi salah paham dengan kerja LSM, atau kelas menengah punya konsep berbeda dengan perubahan sosial.

Suasana dialog (dok: Pelakita.ID)

Relasi kekuasaan politik dan ekonomi

Menurut Ian, ekonomi politik memberi analisa yang cukup ampuh memahami bukan hanya risiko kecil tetapi juga relasi politik ekonomi yang menggarisbawahi bukan hanya aspek lingkungan tetapi pilihan-pilihan governance, regulasi pasar, distribusi resource.

“Kami menganggap membantu untuk memetakan relasi-relasi itu dalam mencari perubaan, solusi,” kata dia.

Terkait peran Ian di KONEKSI, dia ingin melihat bagaimana bisa memetakan the social distribution of risk environability terhadap climate change. Menggunakan kerangka yang disebut the great amplifier.

Secara spesifik Ian menjelaskan bahwa pendekatan ini sebagai saintis sosial, melihat perubahan iklim bukan sebagai risiko atau resource yang berdiri sendiri tapi bisa dipahami lewat interaksinya dengan keadaan ekonomi politik, atau analisa eh political economy.

“Jadi climate change kami anggap sebagai amplifier risiko-risiko yang sudah ada, vulnerabilitas yang sudah ada. Makanya kalau kami ke masyarakat marginal seperti kampung-kampung kami melihat bagaimana masyarakat mengalami climate change dalam konteks kehidupan yang intinya sudah sulit,” kata dia.

Jadi, lanjut Ian, distribution of risk, juga mencerminkan relasi-elasi sosial politik yang sudah ada dan keputusan-keputusan yang diambil terkait dengan itu juga mencerminkan konstalasi ke pendidikan politik, salah satu contoh yang sudah lama di Jakarta.

Bagaimana Jakarta menghadapi kenyataan bahwa itu tenggelam dengan cepat, dalah dengan seperti proyeknya reklamasi dan sebenarnya kalau dipetakan ke konstalasi kepentingan dari segi politik ekonomi adalah jawaban terhadap soal masyarakat masyarakat yang sudah lama tinggal di sana, dan risiko, distribusi risiko itu mencerminkan relasi-gelasi kelas di sana.

Ian D Wilson bersama para peserta Percakapan Multidisiplin terkait perubahan iklim (dok: Pelakita.ID)

Dari pengembang real estate kerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan solusi ini dari segi dan pandangan pilihan ekonomi yang sebenarnya mengutamakan dan memperkuat mereka.

Ian juga menekankan munculnya peluang advokasi, networking, atau intervensi untuk mempengaruhi kebijakan dengan melihat case itu.

Pada sesi itu, Ian juga menyinggung dampak perubahan iklim pada sektor pertanian, perikanan, terutama skala kecil seperti di Jakarta Utara, yang terpengaruh oleh gelombang besar sementara fasilitas perikanan terbatas, termasuk dampak pencemaran di pesisir. Jadi penekanannya pada distirbusi risiko terkait perubahan iklim itu.

Yang juga menarik adalah perubahan kondisi mereka pada 5 tahun belakang ini secara umum dan dengan cepat mereka menarik ke isu climate change khususnya pada kepadatan, kependudukan dan itu transmisi ke panas, kepanasan.

Maksud dia, ada polarisasi antara warga pendatang, warga yang sudah lama tinggal di kawasan itu yang tinggal di kosan, dan mengalami dampak itu lebih ekstrem dibanding sebelumnya dan ini bisa dikaitkan ke kebijakan seperti pentingnya tembok atau giant seawall itu, pada reklamasi pantai, seperti Indah Kapuk, dan kemudian berimbas ke penghidupan warga.

___
Proyek KONEKSI (Kolaborasi untuk Pengetahuan, Inovasi, dan Teknologi) adalah program unggulan Pemerintah Australia yang diluncurkan pada 2023 untuk memperkuat kemitraan jangka panjang dengan Indonesia di bidang pengetahuan dan inovasi. Dibiayai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) dengan anggaran hingga AUD 50 juta selama lima tahun (2022–2027), KONEKSI bertujuan meningkatkan penggunaan solusi berbasis pengetahuan dalam kebijakan dan teknologi yang inklusif dan berkelanjutan.

Program ini mendukung kolaborasi antara institusi riset di kedua negara untuk menghasilkan penelitian multidisipliner yang relevan dengan tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi Indonesia dan Australia.

Fokus utama KONEKSI mencakup bidang-bidang strategis seperti perubahan iklim dan ketahanan lingkungan, transformasi digital di sektor kesehatan, energi, dan ketahanan pangan, serta pengembangan ekonomi biru.

Pada tahun 2024, KONEKSI mendanai 18 proyek kolaboratif dari 96 institusi yang menargetkan isu-isu tersebut. Pelaksana program ini adalah Cowater International, dengan dukungan mitra nasional seperti Bappenas, Kemendikbudristek, dan BRIN. Untuk memastikan kualitas dan relevansi, KONEKSI juga melibatkan akademisi senior dari Indonesia dan Australia. Informasi lebih lanjut tersedia di situs resmi: https://koneksi-kpp.id.

Note taker: Kamaruddin Azis