Rekaman Pertama Ikan Coelacanth Hidup dari Maluku Utara, Indonesia

  • Whatsapp
Deep diver about a meter behind the coelacanth discovered at a depth of -144 m in North Maluku, Indonesia (© Alexis Chappuis).

Rekaman Pertama Coelacanth Hidup dari Maluku Utara, Indonesia merupakan tulisan oleh Alexis Chappuis, I Gede Hendrawan, M. Janib Achmad, Gaël Clément, Mark V. Erdmann, Frensly D. Hukom, Julien Leblond & Gino V. Limmon, diterjemahkan dari  https://www.nature.com/.

___
PELAKITA.ID – Coelacanth adalah salah satu vertebrata laut yang paling ikonik dan penting secara evolusioner. Hingga saat ini, hanya dua spesies yang diketahui secara global: Latimeria chalumnae, coelacanth dari Samudra Hindia Barat yang ditemukan di Selat Mozambik hingga Kepulauan Komoro, dan Latimeria menadoensis, coelacanth Sulawesi yang ditemukan di perairan sekitar Sulawesi dan Papua Barat, Indonesia.

Spesies yang terakhir ini jauh lebih jarang didokumentasikan dibandingkan kerabatnya di Afrika.

Karena habitatnya yang berada di terumbu karang dalam yang sulit dijangkau, hanya sedikit pengamatan langsung yang pernah dilakukan, itupun melalui kapal selam atau kendaraan bawah laut kendali jarak jauh (ROV).

Laporan ini mencatat untuk pertama kalinya keberadaan seekor coelacanth dewasa di Provinsi Maluku Utara, Indonesia. Ini juga merupakan dokumentasi pertama dalam bentuk foto bawah air dari coelacanth Indonesia yang berhasil diambil langsung oleh penyelam.

Penemuan ini dicapai setelah sebelumnya berhasil mengidentifikasi ekosistem yang sesuai melalui penyelaman teknis dalam.

Penemuan ini memperkaya pemahaman kita tentang biogeografi dan ekologi spesies langka ini, serta memberikan wawasan baru tentang perilaku alaminya.

Dalam konteks penurunan keanekaragaman hayati global dan kerusakan ekosistem alam, kami berharap temuan ini dapat berkontribusi pada upaya pelestarian coelacanth di Indonesia.

Latar Belakang

Latimeria menadoensis atau coelacanth Sulawesi adalah ikan bersirip cuping yang hidup di perairan dalam sedang dan sangat jarang terdokumentasi. Ikan ini awalnya diduga hanya terdapat di wilayah Sulawesi dan umumnya diketahui dari hasil tangkapan sampingan nelayan.

Hanya sedikit pengamatan langsung terhadap spesies ini yang pernah dilakukan, dan semuanya menggunakan ROV atau kapal selam berawak. Dalam laporan ini, untuk pertama kalinya dicatat pengamatan langsung oleh penyelam terhadap coelacanth hidup di perairan Maluku Utara, selama penyelaman teknis eksploratif hingga kedalaman lebih dari 150 meter untuk menyelidiki habitat potensial coelacanth.

Perjumpaan ini menjadi tonggak penting untuk memahami perilaku alami, persebaran, dan habitat coelacanth, sekaligus menjadi dasar untuk penelitian ekologis lanjutan serta perlindungan habitatnya yang rawan terganggu.

Saat ini, seluruh populasi coelacanth yang diketahui menghadapi tekanan akibat aktivitas manusia, dan di masa mendatang, potensi munculnya wisata coelacanth yang tidak terkelola bisa menjadi ancaman baru. Sebagai spesies yang hidup lama, bereproduksi lambat, dan memiliki masa kehamilan panjang, coelacanth sangat rentan terhadap gangguan eksternal.

Oleh karena itu, lokasi penemuan ini tidak diungkapkan secara publik sampai perlindungan dan kajian lebih lanjut dilakukan.

Penyelaman dan Penemuan

Pada suatu pagi di bulan Oktober 2024, dua penyelam teknis (Chappuis dan Leblond) melakukan penyelaman dalam menggunakan rebreather sirkuit tertutup dan campuran gas trimix. Mereka menuruni lereng vulkanik curam dan berhenti di kedalaman maksimum 125 meter.

Struktur habitat yang kompleks dan topografi yang lebih rumit 20 meter di bawah mereka mendorong keduanya untuk kembali dan melakukan penyelaman lebih dalam. Berdasarkan literatur ilmiah mengenai habitat coelacanth di Samudra Hindia dan Indonesia, lokasi ini menunjukkan kesesuaian yang tinggi—dengan suhu stabil di bawah 21 °C, lereng curam, dan banyak celah serta retakan besar.

Dua hari kemudian, mereka kembali dan mencapai kedalaman maksimum 152 meter. Suhu air di kedalaman 19–20 °C, jauh lebih dingin dari permukaan yang mencapai 29–30 °C. Visibilitas horizontal sangat baik, lebih dari 30 meter, dengan arus lemah.

Topografi dasar laut sangat kompleks, terdiri dari lereng curam, dinding hampir vertikal, celah besar, serta batuan vulkanik besar. Meskipun jumlah ikan relatif rendah, substrat dasar ditutupi oleh komunitas spons, karang lunak, dan karang hitam (antipatharian) yang sangat padat.

Saat kedua penyelam mulai naik ke permukaan sambil mendokumentasikan lapisan ekosistem mesofotik, mereka secara tak terduga menjumpai seekor coelacanth di kedalaman 144 meter, pukul 09.00 pagi waktu setempat. Ikan ini diperkirakan memiliki panjang total sekitar 1,1 meter, tampak melayang perlahan di atas sebuah batu besar yang tertutup fauna bentik seperti spons dan karang lunak (lihat Gambar 1).

Perilaku yang Diamati

Menariknya, coelacanth tersebut berada di ruang terbuka, bukan di dalam gua atau celah seperti yang sering diasumsikan sebagai tempat persembunyiannya pada siang hari. Ini sejalan dengan pengamatan Iwata dkk. dalam survei lapangan di Indonesia, yang menunjukkan bahwa coelacanth tidak selalu berada di dalam gua.

Saat pertama kali dilihat, sirip punggung pertama ikan tersebut sudah tegak sepenuhnya dan tetap demikian selama pengamatan berlangsung—mungkin menandakan kondisi aktif atau perilaku bertahan alami.

Coelacanth itu secara independen menggerakkan sirip punggung kedua, sirip dubur, dan sirip dada untuk menjaga posisi dan bergerak perlahan.

Sirip perutnya juga digunakan, meskipun tidak seintensif sirip lainnya. Ikan tersebut berenang perlahan mengitari batu besar tanpa gerakan mendadak.

Penulis utama sempat mengambil beberapa foto resolusi tinggi sebelum harus melanjutkan proses naik ke permukaan melalui arus permukaan yang kuat dan berubah-ubah.

Keesokan paginya, dua penyelam kembali ke lokasi yang sama. Sekitar pukul 09.45, mereka kembali menemukan coelacanth yang sama pada kedalaman 140 meter, hanya beberapa meter di atas batu besar tempat penemuan sehari sebelumnya.

Berdasarkan pola warna unik yang dimiliki setiap individu coelacanth, foto-foto yang diambil memastikan bahwa ini adalah individu yang sama. Sirip punggung pertamanya kembali terlihat tegak sempurna.

Sumber:
https://www.nature.com/articles/s41598-025-90287-7?fbclid=IwY2xjawKl5FVleHRuA2FlbQIxMABicmlkETFsbzRTOG5zbDZ2UERZR2dNAR5IWx_3qaKP_3pzSWYwt8GyWcTyxIHYA2y2XAI4MSxUqMefcdmmEcCSQ8n2aQ_aem_FesLJzIDNjnXz3XjMiui9A