Buka-Tutup Gurita di Pulau Langkai dan Lanjukang, Buka Jalan Pengakuan Hak Kelola Masyarakat Pesisir

  • Whatsapp
Gurita melimpah setelah ditutup, wujud komitmen para pihak menguatkan hak kelola masyarakat lokal (dok: YKL Indonesia)

Wujud Komitmen Para Pihak Menguatkan Hak Kelola Masyarakat Lokal

Forum Pasibuntuluki: Menjaga Laut, Memperkuat Hak, Mendorong Pengakuan

PELAKITA.ID  – Pagi itu, hujan turun cukup deras disertai hembusan angin kencang. Namun, semangat puluhan nelayan dari Pulau Langkai dan Lanjukang di Kota Makassar tidak surut sedikit pun.

Mereka bersiap memulai aktivitas penangkapan gurita yang berbeda dari hari biasanya. Dengan perahu kecil, para nelayan bergegas menuju perairan Taka Biring Kassi yang tak jauh dari pulau mereka.

Rabu, 16 April 2025, menjadi momen istimewa: hari pembukaan sebagian wilayah tangkap gurita yang telah ditutup selama tiga bulan, sebagai bagian dari sistem buka-tutup pengelolaan perikanan berbasis masyarakat.

Setelah hujan reda, kegiatan dimulai dengan doa bersama dan ritual syukuran, dilanjutkan dengan pengangkatan pelampung penanda bahwa area penangkapan telah dibuka.

Rangkaian pembukaan ini disaksikan langsung oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perikanan dan Pertanian Kota Makassar, pemerintah kecamatan, penyuluh perikanan, aparat penegak hukum (Bhabinkamtibmas dan Babinsa), akademisi ITBM Balik Diwa, lembaga swadaya masyarakat, serta media.

Semangat para nelayan semakin terasa dengan digelarnya lomba tangkap gurita yang diselenggarakan oleh Forum Pasibuntuluki (Forum Pengelola Sistem Buka dan Tutup Pulau Lanjukang dan Langkai) dengan dukungan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Turning Tides, dan para mitra yang hadir.

“Setelah kurang lebih 1,5 jam, 24 nelayan berhasil menangkap total 52 ekor dengan berat 54 kg. Rata-rata berat gurita yang didapatkan sebesar 1,04 kg. Ini merupakan hasil terbaik dari enam periode buka-tutup yang telah dilakukan. Gurita dengan Grade A atau di atas 2 kg juga berhasil didapatkan sebanyak 5 ekor, yang sebelumnya sangat jarang dijumpai,” papar Erwin RH, Ketua Forum Pasibuntuluki.

Erwin menegaskan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa inisiatif masyarakat berdampak positif bagi kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian. Ia berharap para pihak terus mendukung penguatan hak kelola mereka.

Bersama masyarakat dan para pihak meliputi pemerintah, perguruan tinggi, dunia swasta hingga media dan LSM, bersama menjaga gurita untuk masa depan yang lebih baik di kawasan pesisir dan pulau-pulau kita (dok: YKL Indonesia)

“Semoga pemerintah terus mendukung pengakuan resmi atas sistem buka-tutup ini,” imbuh Erwin.

Pengakuan dan Perlindungan Hak Kelola Masyarakat Lokal

Harapan Erwin disambut oleh Plt. Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Kementerian Kelautan dan Perikanan, A. Muhammad Ishak Yusma, yang menegaskan komitmen pihaknya untuk mengawal pengakuan dan perlindungan hak kelola masyarakat lokal di Pulau Langkai dan Lanjukang.

“Kami dari Kementerian bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan siap mengawal program buka-tutup ini. Kami tegaskan bahwa sistem ini akan diintegrasikan dan diakui dalam rencana pengelolaan kawasan konservasi,” jelas Ishak.

Ia menilai bahwa inisiatif masyarakat ini dapat menjadi model pengelolaan yang layak diadaptasi di wilayah lain, khususnya untuk perikanan gurita.

Ishak juga mengapresiasi konsistensi nelayan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya. Menurutnya, sistem buka-tutup menyentuh tiga aspek penting: ekologi, ekonomi, dan sosial.

“Dengan sistem ini, terumbu karang lebih terjaga, gurita punya waktu untuk tumbuh dan berkembang, serta keanekaragaman hayati tetap lestari,” tegasnya.

Partisipasi masyarakat, kunci keberhasilan pengelolaan gurita (dokL YKL Indonesia)

Sistem ini juga dikembangkan melalui musyawarah mufakat yang melibatkan masyarakat. Bagi Ishak, ini adalah pendekatan tepat dalam menjaga konsistensi dan efektivitas perlindungan wilayah buka-tutup.

Hal senada disampaikan Asniwati, Penyuluh Perikanan Kota Makassar. Ia menyatakan bahwa sistem ini memberikan dampak ekonomi nyata bagi nelayan.

“Sebelum sistem buka-tutup, hasil tangkapan rata-rata hanya 1 kg, dan gurita Grade A hampir tidak pernah ditemukan. Sekarang sudah meningkat, dan pendapatan nelayan pun ikut naik,” katanya.

Penguatan Hak Tenurial dan Peran Forum Pasibuntuluki

Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, menyoroti pentingnya pengakuan hukum atas wilayah tangkap dan hak kelola masyarakat pesisir. Menurutnya, Forum Pasibuntuluki telah menunjukkan inisiatif luar biasa dalam memperjuangkan hak atas ruang hidup melalui pendekatan konservasi berbasis komunitas.

“Tanpa pengakuan hukum, masyarakat tidak punya dasar kuat untuk melindungi wilayah hidup mereka dari praktik penangkapan ilegal dan destruktif oleh nelayan dari luar. Di sinilah pentingnya hak tenurial yang mencakup akses, manfaat, kontrol, penegakan hukum, hingga transformasi wilayah,” tegas Nirwan.

Sebagai langkah strategis, para pihak mendorong penggunaan skema Kawasan Konservasi Daerah (KKD) sebagai ruang legalisasi dan advokasi kebijakan.

Nirwan Dessibali dari YKL Indonesia (kanan)

Dalam Perda No. 3 Tahun 2022 tentang RTRW Sulsel, kawasan pencadangan KKD di Pulau Lanjukang mencakup 1.654,38 hektar. Forum Pasibuntuluki saat ini menyepakati luasan area buka-tutup sebesar 400 hektar, yang mencakup tiga lokasi.

“Forum Pasibuntuluki telah dilibatkan secara resmi dalam Pokja penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi KKD Lanjukang. Ini penting untuk memperkuat legitimasi hak kelola masyarakat secara hukum. Nantinya penetapan kawasan ini akan ditandatangani oleh Menteri,” ujar Nirwan.

Harapan Nelayan dan Masa Depan Pengelolaan Laut Berkelanjutan

Forum Pasibuntuluki dibentuk oleh nelayan sebagai wadah pengelolaan sistem buka-tutup gurita, dan telah aktif sejak 22 September 2023. Forum ini memperoleh SK dari Pemerintah Kelurahan Barrang Caddi pada November 2023.

Program prioritas Forum mencakup empat hal: memperkuat kerja sama multipihak, penguatan pengawasan wilayah perairan, konservasi sumber daya laut, dan penguatan ekonomi masyarakat pesisir.

Jala, Ketua II Forum Pasibuntuluki, menyampaikan tantangan utama forum saat ini adalah pengawasan, khususnya terhadap masuknya nelayan dari luar wilayah.

“Saat ini ada tiga lokasi yang kami kelola. Tantangannya adalah pengawasan, terutama terhadap nelayan dari luar. Kami sangat berharap adanya bantuan untuk sosialisasi dan dukungan pengawasan,” kuncinya.

Penulis: Nirwan Dessibali