Peluang: Kunci yang Sering Lebih Menentukan daripada Gelar dan Jumlah Sertifikat Pelatihan

  • Whatsapp
Kolaborasi Kelautan dan Perikanan untuk Negeri (dok: Pelakita.ID)

PELAKITA.ID – Ada poin menarik di sela perbincangan penulis dengan sejumlah senior di FIKP seperti Syamsul Bahri ‘Daeng Ancu’ Sirajuddin, Kanda Rijal Idrus, M. Ilyas, sahabat seletting Mahatma Lanuru, Nursinah Amir. Citra Malina serta Yusran Nurdin Massa.

Jadi begini, setelah Tim Formatur 7 membahas dan memilih Ketua Umum IKA FIKP Unhas, mencuat perbincangan mengapa alumni belum banyak yang berminat bareng atau tumbuh bersama organisasi Ikatan Alumni.

Ada kesan bahwa banyak orang tumbuh dengan pengetahuan yang luas, keterampilan yang mumpuni, bahkan dibekali etos kerja serta etika yang kuat namun masih saja ‘menganggur’ atau teralienasi dari kerja-kerja sosial dan pengabdian.

Ada dua situasi, mungkin dia bekerja tetapi tidak terhubung ke pengabdian sosial sebagai hakikat kemanusiaan kita, atau memang dia tidak punya pekerjaan atau kesibukan karena ada ‘mental block’.

Mereka tetap berjalan di tempat. Bukan karena kurang usaha, tapi karena tidak punya satu hal penting: peluang.

Sebaliknya, ada yang kemampuannya biasa saja, tapi karena berada di tempat dan waktu yang tepat, mereka bisa melesat jauh ke depan.

Peluang adalah pengungkit—ia memberi ruang bagi siapa pun untuk menunjukkan dan mengaktualisasi seluruh potensi yang dimiliki. Tanpa panggung, sehebat apa pun kemampuan seseorang, tetap saja tidak akan terlihat.

Peluang juga menentukan arah dan akses. Ilmu pengetahuan dan keterampilan hanya bisa tumbuh jika seseorang punya akses ke pendidikan, mentor, proyek nyata, atau jejaring sosial. Dan semua itu dimulai dari—lagi-lagi—peluang.

Dalam banyak kasus, orang bisa belajar sambil jalan, tapi tidak bisa berjalan tanpa jalan. Begitulah peluang bekerja. Seorang anak muda di desa yang cerdas tak akan berkembang jika tak punya akses ke beasiswa, informasi, atau pekerjaan layak, meski ia sejatinya sangat potensial.

Etika dan keterampilan pun membutuhkan ruang untuk hidup. Integritas seseorang tak akan bisa diuji jika tidak ada ruang publik yang bisa menampung nilai-nilai tersebut.

Seorang perajin ulung tetap tak berarti apa-apa jika tak ada pasar, pembeli, atau promosi. Keterampilan tanpa peluang hanyalah kesunyian yang berkepanjangan.

Dalam kenyataan sosial kita, banyak tokoh yang sukses justru mengakui bahwa keberhasilan mereka bermula dari kesempatan yang datang pada momen tertentu, bukan karena mereka paling pintar atau paling rajin.

Dunia kerja dan pendidikan pun kerap bias terhadap mereka yang memiliki akses lebih baik—entah karena lahir di kota besar, punya jaringan, atau berasal dari keluarga yang mapan.

Peluang bukan hanya ruang aktualisasi, tapi juga bisa menjadi jalan untuk mengisi kekurangan. Seseorang yang diberi kesempatan bisa belajar, tumbuh, dan memperbaiki diri seiring waktu. Namun seseorang yang hanya punya kemampuan, tanpa peluang, seringkali tetap jalan di tempat, tak peduli seberapa keras ia berusaha.

Peluang adalah pintu dari semua kemungkinan.

Bagiamana bisa merebut atau punya peluang? Terhubunglah dengan kawan sekolah, teman kuliah, atau mereka yang sedia berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Tidak perlu sungkan apalagi malu. Bergabunglah dengan orang-orang di warung kopi, di acara gathering sosial, atau di reunian, bergabunglah dengan organisasi alumni dan berikan yang terbaik. Bisa kapasitas, pengetahuan, pengalaman, syukur jika bisa traktir teman seangkatan atau sepermainan, nun lampau.

Tanpa peluang, potensi hanyalah benih yang tak sempat tumbuh.

Maka dalam membangun masyarakat atau organisasi yang adil dan maju, tugas utama pemimpin bukan semata menyebar ilmu dan nasihat moral, tapi menciptakan dan membuka akses terhadap peluang bagi semua.

Apakah IKA FIKP Unhas adalah peluang? Saya kira iya.

Talent is universal, but opportunity is not.
— Barack Obama

Penulis Denun