PEPAKITA.ID – Meski suasana hati masih penuh rindu terhadap Indo dan Puang di kampung, hari kelima ini kami harus bergeser—melanjutkan silaturahmi ke keluarga istri di Maros, Makassar, dan Luwu.
Ada rasa berat meninggalkan Loka.
Selain karena belum puas menikmati kampung halaman, masih banyak spot yang belum sempat dikunjungi. Seperti air terjun Itto Sarasa yang sejuk dan terus meluncur dari ketinggian ratusan meter, atau Pagolen, hamparan padang rumput di perbukitan Loka tempat kami dulu menggembala ternak sejak kecil.
Pagi Rabu, 2 April, kami berkemas untuk kembali ke kota, melewati rute: Batulappa – Kassa – Belajen – Bila – Lome – Kota Pinrang sejauh kurang lebih 40 km. Namun perjalanan ini bukan tanpa tantangan.
Jalan Pulang yang Melelahkan
Rute ini cukup melelahkan, terutama karena kondisi jalan irigasi dari Kampung Bila (Desa Tapporang) menuju Dusun Lome (Desa Massewae, Kecamatan Duampanua) yang masih sangat memprihatinkan.

Jaraknya memang hanya sekitar 7,5 km, tapi waktu tempuh bisa lebih dari satu jam karena kondisi jalan yang sempit, penuh lubang, bergelombang, dan bertabur batu tajam.
Kondisi ini terasa makin berat ketika dibandingkan dengan jalan dari Baruppu (Desa Kaseralau) ke Bila yang sudah jauh lebih baik—meskipun tetap sederhana untuk ukuran di kampung.
Akibat lambatnya perjalanan di jalur Lome, buah pepaya pemberian Mama Nani dari Baruppu yang awalnya masih mengkal, menjadi matang setibanya kami di Kota Pinrang.
Lucunya, ini bukan kali pertama kami menghadapi hal serupa. Kondisi jalan ini nyaris tidak berubah dari tahun ke tahun, meskipun jalur ini merupakan satu-satunya akses kendaraan roda empat ke Belajen dan sekitarnya.
Sementara kendaraan roda dua masih bisa mengambil rute alternatif melalui bendungan Benteng, peninggalan Belanda.

Keluhan yang Tak Tersampaikan
Saya bukan satu-satunya yang mengeluhkan kondisi ini. Bahkan Kakanda Nuru Nurdin Amir, mantan Ketua AJI Sulsel, juga pernah menuliskan kondisi serupa di link berikut:
👉link
Namun, di kampung, warga terlihat hanya bisa pasrah. Apalagi di era penghematan anggaran saat ini—semua bisa berlindung di balik tameng refocusing alias rekopusing.
Konon, jalan inspeksi irigasi ini bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten Pinrang. Jalur ini berada di bawah otoritas PUPR pusat. Namun, hingga kini, Pemkab Pinrang juga belum menunjukkan solusi konkret untuk mengatasi akses yang makin hari makin tidak efisien ini.
Padahal, semestinya sudah ada perencanaan matang untuk membangun jembatan penghubung Belajen – Malimpung atau titik lain yang melintasi Sungai Saddang.


Jembatan itu bukan hanya soal akses, tapi bisa menjadi ikon pembangunan, investasi jangka panjang, serta memperlancar arus barang dan jasa ke dan dari Kabupaten Pinrang, khususnya ke Kecamatan Batulappa yang berpenduduk 11.281 jiwa.
Semoga Ada Perubahan
Kita berharap, untuk mudik dan arus balik lebaran mendatang, jalur ini sudah lebih menggembirakan. Karena sejauh ini, “sepekan di Loka masih belum cukup”—baik untuk menikmati kampung maupun memperbaiki akses menuju ke sana.
Kullu ‘aamin wa antum bi khair.
Taqabbalallahu minna wa minkum. 🤲
Penulis Bahar ‘Obama’ Makkutana