Catatan Rustan Rewa | Masa Depan Sulteng dan Harapan Para Pihak

  • Whatsapp
Penulis bersama dua akademisi Universitas Tadulako, Dr Syamsuddin dan Dr Muh Nur Sangadji (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Rugi rasanya jika tidak menulis poin-poin penting dan inspiratif setelah bersua sejumlah tokoh di Kota Palu, sepekan ini.

Kita semua tahu Sulawesi Tengah adalah provinsi yang kaya, namun belum benar-benar makmur.

Di tengah kekayaan sumber daya alam dan kekuatan sosial-budaya yang luar biasa, pembangunan daerah ini masih berjalan tertatih sehingga perlu terobosan bersama pemimpin barunya saat ini.

Harapan untuk menjadikan Sulawesi Tengah dua kali lebih maju tak cukup hanya menjadi slogan, tapi harus dibarengi dengan strategi yang menyentuh akar persoalan dan melibatkan seluruh elemen daerah.
Realitas Pembangunan: Tantangan yang Masih Menghantui

Saya beruntung dengan dua orang akademisi Universitas Tadulako. Satunya dosen Pertanian, satunya dosen MIPA. Yang pertama Dr Muhd Nur Sangadji dan Dr Syamsuddin.

Salah satu kendala utama pembangunan di Sulawesi Tengah adalah ketimpangan infrastruktur. Banyak wilayah, terutama di desa-desa dan kawasan pesisir, masih terisolasi. Akses jalan, pelabuhan, jaringan listrik, dan layanan internet belum merata. Ini membuat pertumbuhan ekonomi hanya terpusat di beberapa kantong, sementara daerah lain tertinggal.

Itu pendapat sahabat saya Dr Syamsuddin.

Sementara Dr Nur menilai, ketimpangan antarwilayah juga memicu kecemburuan sosial. Daerah seperti Morowali memang berkembang pesat karena investasi industri tambang, tapi tak semua warga merasakan dampaknya.

”Dalam jangka panjang, ketidakseimbangan ini bisa menimbulkan konflik horizontal dan menurunkan rasa keadilan,” sebut Pak Nur.

Saya juga mencatat sejumlah masalah lainnya seperti tata kelola sumber daya alam yang belum berkelanjutan. Eksploitasi tambang dan hasil bumi seringkali tidak memberikan nilai tambah lokal.

”Lingkungan rusak, tapi masyarakat sekitar tetap miskin. Di sisi lain, birokrasi daerah masih berkutat pada urusan administratif, bukan strategis. Kurangnya kapasitas ASN dan lemahnya perencanaan berbasis data menjadikan banyak program tidak efektif.” Sepertinya poin yang disampaikan Nur Sangadji.

Yang tak kalah penting, tambah Dr Syamsuddin, investasi pada sumber daya manusia masih minim. Pendidikan vokasi, pelatihan keterampilan, dan dukungan bagi inovasi lokal belum menjadi prioritas.

”Padahal, membangun manusia adalah jalan paling pasti menuju kemajuan berkelanjutan,” kata Putra Limbung Gowa itu.

Potensi Besar yang Menunggu Dikelola dengan Cerdas

Saya lalu mencatat bahwa jika tantangan tadi direspons dengan serius, Sulawesi Tengah sebenarnya punya modal luar biasa untuk tumbuh jauh lebih cepat dan adil.

Potensi pertambangan dan energi menjadi salah satu kekuatan andalan. Kawasan industri seperti Morowali sudah dikenal dunia, sementara cadangan energi terbarukan di Lore dan daerah lainnya menunggu untuk dikembangkan. Ini perlu ditangani lebih sungguh-sungguh sebab Gubernurnya paham persis dinamika dan potensi daerah.

Sektor pertanian dan perkebunan juga menjanjikan. Tidak bisa diabaikan kawasan strategis seperti Donggala, Tolitoli, dan Parigi Moutong punya potensi besar untuk jadi lumbung pangan dan komoditas ekspor seperti kakao, kopi, dan cengkeh.

Jika didukung dengan hilirisasi, agroindustri bisa menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Sementara, perikanan dan kelautan adalah kekuatan lain yang belum tergarap maksimal. Garis pantai Sulawesi Tengah sangat panjang, menyimpan potensi budidaya dan tangkap yang luar biasa. Kepulauan Togean bahkan bisa jadi destinasi pariwisata bahari kelas dunia, jika dikembangkan secara berkelanjutan.

Di sektor pariwisata, Sulteng menyimpan harta karun budaya dan alam. Taman Nasional Lore Lindu dan situs megalitikum Lembah Bada bisa menjadi magnet wisata sejarah dan spiritual.

Ditambah dengan kekayaan budaya lokal dari suku Kaili, Mori, dan Bugis, Sulteng sangat layak menjadi ikon wisata nusantara.

Bonus lainnya adalah demografi. Generasi muda Sulteng adalah kekuatan perubahan. Jika diberikan akses terhadap pendidikan, teknologi, dan ruang berkreasi, mereka bisa menjadi pionir dalam ekonomi digital, pertanian cerdas, dan kewirausahaan.

Jadi tidak adalah menyebut Sulteng tidak punya kans menjadi maju dan melampaui kota-kota di Sulawesi lainnya.

Perlu Kolaboratif, Visioner, dan Eksekutor

Penulis sudah menyampaikan sejumlah pokok-pokok pikiran tentang Sulawesi Tengah dua kali lebih maju yang tidak akan terwujud tanpa kepemimpinan yang kuat dan berorientasi masa depan.

Ada optimisme bahwa kepemimpin saat ini Sulteng telah mulai mengedepankan bukan hanya mereka yang pandai membuat kebijakan, tetapi yang mampu membangun kepercayaan, menjembatani kepentingan, dan menggerakkan kolaborasi.

Pertama, dibutuhkan visi besar yang inklusif—bukan pembangunan yang elitis, tapi yang menyentuh kebutuhan semua lapisan masyarakat.

Kepala Daerah harus dibantu untuk bisa merumuskan arah pembangunan yang melibatkan petani, nelayan, perempuan, pemuda, dan masyarakat adat.

Kedua, kemampuan membangun kolaborasi lintas sektor (pentahelix) sangat krusial. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.

Saya ingat persis apa yang disampaikan dua kawan dari Universitas Tadulaku di atas bahwa harus ada sinergi nyata dengan akademisi, pelaku usaha, media, komunitas, dan masyarakat sipil. Setiap sektor punya kontribusi masing-masing untuk mempercepat perubahan.

Ketiga, penguatan sistem perencanaan berbasis data menjadi fondasi. Perlu investasi besar dalam membangun basis data geospasial, potensi ekonomi lokal, dan kondisi sosial desa-desa. Tanpa data yang kuat, pembangunan hanya akan menjadi proyek musiman.

Keempat, investasi pada sumber daya manusia dan inovasi lokal harus diprioritaskan. Membangun SDM bukan proyek instan, tapi hasilnya jangka panjang. Pendidikan vokasi, inkubasi bisnis lokal, dan pelatihan digital untuk anak muda akan menciptakan motor penggerak ekonomi baru.

Terakhir, pemberdayaan wilayah pinggiran adalah keharusan. Daerah perbatasan, pulau kecil, dan desa tertinggal tidak boleh ditinggalkan.

Di sana justru terdapat potensi lokal yang bisa menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru.

Kota Palu dari udara (dok Pelakita.ID)

Harus Konsisten dan Berani

Pertemuan penulis dengan tokoh LSM Pertanian Sulteng Muhammd Arief Sutte juga bisa menjadi pengingat yang baik.

Alumni Ilmu Tanah Unhas itu menilai, Sulawesi Tengah tidak kekurangan sumber daya.

”Yang dibutuhkan adalah arah pembangunan yang jelas, kolaborasi yang kuat, dan eksekusi yang konsisten dan berani. Dengan kepemimpinan kepala daerah yang transformatif, partisipatif, dan berpihak pada rakyat, provinsi ini bisa melompat jauh ke depan,” ucap Arief.

Berdasarkan pengalaman, realitas dan tantangan masa depan Sulteng, maka dapat ditandaskan bahwa Sulteng dua kali lebih maju bukan sekadar mimpi.

Ia bisa jadi kenyataan—sebagaimana pandangan sahabat Arief Sutte itu, asal dikelola dengan akal sehat, hati nurani, dan keberanian untuk berubah bersama.

Rustam Rewa, pengurus KKSS Tolitoli