Kolom Muliadi Saleh | Jejak Ramadan di Bulan Syawal

  • Whatsapp
Ir Muliadi Saleh (dok: Istimewa)

Sebagaimana Ramadan adalah bulan pembakaran dosa dan pembersihan jiwa, Syawal adalah bulan kebangkitan. Ia adalah bukti bahwa seseorang tidak hanya beribadah ketika diwajibkan, tetapi menjadikan ibadah sebagai bagian dari kehidupannya.

PELAKITA.ID – Langit berpendar dengan cahaya keimanan, bumi semerbak dengan takbir kemenangan. Setelah sebulan penuh kita berpuasa di bulan Ramadan, tibalah Syawal—bulan yang menjadi tanda kebangkitan, harapan baru, dan keberlanjutan amal saleh.

Syawal bukan sekadar bulan setelah Ramadan. Ia adalah simbol dari perjalanan spiritual seorang hamba yang telah ditempa dalam madrasah Ramadan. Ia mengajarkan kita bahwa ibadah bukan hanya milik satu bulan, tetapi harus berlanjut sepanjang hayat.

Read More

Mengapa Dinamai Syawal?

Kata Syawal berasal dari bahasa Arab شَوَّالٌ, yang secara etimologis berarti “meningkat” atau “menanjak.” Nama ini bukan tanpa makna.

Orang-orang Arab kuno menamai bulan ini berdasarkan perubahan musim: di bulan Syawal, unta betina biasanya mulai mengangkat ekornya karena memasuki masa kawin. Namun dalam Islam, makna Syawal lebih dalam: bulan ini adalah momentum peningkatan amal setelah latihan spiritual di Ramadan.

Sebagaimana Ramadan adalah bulan pembakaran dosa dan pembersihan jiwa, Syawal adalah bulan kebangkitan. Ia adalah bukti bahwa seseorang tidak hanya beribadah ketika diwajibkan, tetapi menjadikan ibadah sebagai bagian dari kehidupannya.

Syawal: Jejak Ramadan yang Tak Boleh Hilang

Ramadan meninggalkan jejak yang dalam di hati setiap Muslim. Setelah sebulan penuh kita menahan lapar dan dahaga, mendisiplinkan hawa nafsu, dan mendekatkan diri kepada Allah, Syawal datang sebagai ujian: Apakah kita akan mempertahankan kebiasaan baik itu, atau justru kembali ke kebiasaan lama?

Dalam banyak hal, Syawal adalah cerminan sejati dari Ramadan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian ia mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa Syawal bukan sekadar kelanjutan, tetapi juga penyempurnaan. Ramadan adalah fondasi, dan Syawal adalah konstruksi yang dibangun di atasnya. Jika Ramadan adalah pengendalian, maka Syawal adalah keberlanjutan.

Aktivitas yang Dianjurkan di Bulan Syawal

Syawal bukan sekadar bulan kemenangan, tetapi juga bulan amal. Ada beberapa ibadah dan amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan di bulan ini:

1. Menjalankan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Salah satu jejak Ramadan yang paling jelas di bulan Syawal adalah puasa enam hari. Sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya, puasa ini memiliki keutamaan yang besar, yaitu pahala seperti berpuasa setahun penuh.

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa puasa enam hari ini dapat dilakukan secara berturut-turut atau terpisah selama bulan Syawal. Yang terpenting adalah kontinuitas ibadah setelah Ramadan.

2. Melanjutkan Kebiasaan Ibadah Ramadan

Bulan Ramadan membentuk kebiasaan baik, dan Syawal adalah ujian apakah kita bisa mempertahankan kebiasaan itu. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk tetap:

* Menjaga salat berjamaah di masjid seperti saat Ramadan.

* Membaca Al-Qur’an secara rutin, karena Syawal bukan akhir dari interaksi kita dengan Kitabullah.

* Memperbanyak sedekah, sebagaimana di Ramadan kita dilatih untuk berbagi dengan sesama.

* Meningkatkan silaturahmi, karena Syawal adalah momentum saling memaafkan dan mempererat hubungan.

3. Menjaga Semangat Taqwa

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Imran: 200).

Ramadan melatih kita untuk bertakwa, dan Syawal adalah ujian apakah ketakwaan itu tetap bertahan. Jangan sampai semangat ibadah hanya menyala di Ramadan, lalu padam di bulan berikutnya.

4. Menjaga Akhlak yang Baik

Banyak orang menjaga lisan dan akhlaknya di bulan Ramadan, tetapi begitu Syawal tiba, mereka kembali ke kebiasaan lama: berkata kasar, menyebarkan gosip, dan meremehkan sesama. Padahal, hakikat Ramadan adalah membentuk pribadi yang lebih baik, bukan sekadar menahan lapar.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Muslim yang paling baik adalah yang membuat Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari).

Maka di bulan Syawal, pastikan kita tetap menjaga adab, tidak menyakiti orang lain, dan menjadikan Ramadan sebagai titik perubahan sejati.

Syawal: Awal Baru, Bukan Akhir

Banyak orang menganggap Syawal sebagai akhir dari perjuangan, padahal seharusnya ia menjadi awal dari perjalanan baru. Seperti seorang pelari yang baru saja menyelesaikan latihan panjang, Syawal adalah saatnya menerapkan semua yang telah dipelajari selama Ramadan.

Jika Ramadan mengajarkan kita kesabaran, maka Syawal adalah saatnya mempraktikkan kesabaran dalam kehidupan nyata.

Jika Ramadan mengajarkan kita untuk berbagi, maka Syawal adalah saatnya memperbanyak sedekah di luar bulan puasa.

Jika Ramadan mendekatkan kita kepada Al-Qur’an, maka Syawal adalah saatnya menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan hidup sehari-hari.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya setelah ia kuat.” (QS. An-Nahl: 92).

Jangan biarkan Ramadan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan bekas dalam hidup kita. Jangan sampai kita merajut ibadah di Ramadan, lalu mengurainya di bulan-bulan setelahnya.

Syawal bukan sekadar bulan setelah Ramadan, tetapi bulan ujian bagi hamba yang ingin membuktikan bahwa ibadahnya bukan sekadar ritual tahunan, tetapi jalan hidup yang sejati.

Maka, mari kita jadikan Syawal sebagai awal yang baru. Bukan akhir dari perjuangan, tetapi langkah pertama menuju kehidupan yang lebih dekat kepada Allah.

Karena kemenangan sejati bukanlah ketika Ramadan berakhir, tetapi ketika amal kita tetap berlanjut sepanjang tahun.

Moel’S@28032025-

Related posts