Solusi terbaik adalah berdialog dengan pemerintah provinsi, karena pada akhirnya, yang terkena dampak adalah masyarakat di tingkat kabupaten dan pesisir.
PELAKITA.ID – Mengelola terumbu karang sering kali dianggap sebagai pemborosan. Banyak orang yang tidak melihat nilainya secara langsung. Bahkan, ketika diminta satu terumbu karang saja, sering kali sulit mendapatkannya. Inilah persoalan bangsa kita.
Prof JJ mengatakan itu saat memberikan paparan di depan sejumlah aktivis kelautan yang menghadiri Deklarasi Adopsi Karang Indonesia yang digelar atas dukungan Unhas, ADSI, dan JOB Tomori Pertamina – Medco Energi, Rabu, 27 Februari 2025.
Perlu Menyusun Narasi Besar
Kata dia, kita semua perlu menyusun narasi yang lebih strategis, bukan sekadar menjaga ekosistem, tetapi menyelamatkan ekonomi bangsa.
”Terumbu karang memiliki manfaat ekonomi yang luar biasa, dan data serta angka-angka yang ada harus dikonversi menjadi realitas,” sebutnya.
”Untuk itu, kita membutuhkan kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, swasta, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya, termasuk universitas, lembaga penelitian, dan perusahaan seperti Pertamina dan PT Mars,” ucapnya.
Menurut JJ, semua pihak harus terlibat. Setiap pertemuan dan diskusi mengenai konservasi laut harus melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan agar kesadaran dan aksi nyata semakin luas.
Menurutnya, kadang, meski komunitas kecil tetap perlu memiliki militansi besar.
”Jika hanya bertindak biasa-biasa saja, perubahan tidak akan terjadi. Diperlukan komitmen yang lebih kuat dan semangat tinggi,” ujarnya.
”Kita juga harus menginspirasi orang lain agar semakin bersemangat menyuarakan bahwa terumbu karang jauh lebih penting daripada sekadar perbincangan politik,” sebutnya.
”Indonesia harus dikenal sebagai negara yang terang, yang mampu menjadikan terumbu karang sebagai bagian dari kebangkitan ekonominya.” ucap Jamaluddin Jompa.

JJ mengakui meskipun pemerintah sudah memiliki berbagai program, kita tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah semata.
”Kenyataannya, lebih banyak pihak yang belum terlibat dibandingkan yang sudah bergerak. Terumbu karang sering kali dianggap hanya sebagai tanggung jawab pemerintah, padahal ini adalah urusan kita bersama. Masyarakat luas harus turut serta dalam upaya konservasi,” tegasnya.
”Saya telah lama berkecimpung dalam pengelolaan terumbu karang dan menyadari bahwa tanpa keterlibatan masyarakat luas, keberhasilan konservasi sulit tercapai,” ujarnya.
Dia menyebut, kita semua memerlukan generasi muda yang memiliki patriotisme tinggi. Tanpa patriotisme, akan selalu ada alasan untuk tidak bergerak:
“Ombaknya besar,” “Ah, malas,” dan sebagainya.
Menurutnya, jika kita terus berpikir seperti ini, maka perubahan tidak akan terjadi.
Dia juga menegaskan, perlunya upaya untuk mendorong DPR dan pemerintah daerah agar lebih peduli terhadap terumbu karang.
“Pemerintah daerah mulai terlibat, tetapi masih banyak daerah lain yang belum bergerak. Oleh karena itu, kita harus menjadikan daerah-daerah yang telah sukses dalam konservasi sebagai contoh dan mendorong daerah lain untuk mengikuti jejak mereka,” sebutnya.
Kewenangan Daerah
JJ menyebut, salah satu isu penting dalam pengelolaan terumbu karang adalah kewenangan pemerintah daerah terhadap wilayah laut.
“Dahulu, kabupaten memiliki kewenangan atas wilayah laut di sekitarnya, tetapi kemudian tanggung jawabnya dipindahkan ke tingkat provinsi. Perubahan ini justru menimbulkan masalah baru karena membuat kabupaten seolah-olah tidak memiliki tanggung jawab terhadap wilayah pesisirnya sendiri. Akibatnya, banyak daerah yang tidak lagi merasa bertanggung jawab atas pengelolaan laut,” terangnya.
Namun, kata JJ, pemerintah daerah yang baik harus bersikap proaktif.
“Kita harus bekerja sama dengan pemerintah provinsi untuk mengisi kekosongan regulasi dan memastikan bahwa pengelolaan terumbu karang tetap berjalan dengan baik,” sebutnya.
”Saya saat ini menjalankan program fellowship – Pew Trust – dari Amerika yang bertujuan untuk mengkaji dampak perubahan regulasi terhadap pengelolaan laut, khususnya kawasan konservasi yang kini menjadi tanggung jawab provinsi yang mungkin belum memiliki kapasitas memadai,” ungkap JJ.
“Solusi terbaik adalah berdialog dengan pemerintah provinsi, karena pada akhirnya, yang terkena dampak adalah masyarakat di tingkat kabupaten dan pesisir,” tambahnya.
”Jika pengelolaan tidak dilakukan dengan baik, sumber daya laut yang melimpah akan hilang. Potensi ekonomi kelautan yang begitu besar hanya akan terealisasi jika dikelola dengan benar. Jika tidak, kabupaten akan merasa bahwa ini bukan lagi tanggung jawab mereka, dan akhirnya semua menjadi masalah,” jelasnya.
JJ menilai, publik harus mengubah paradigma bahwa terumbu karang bukan hanya urusan pemerintah daerah.
”Daripada hanya mengkritik kebijakan, lebih baik kita mencari solusi nyata. Dalam kondisi gelap, jangan hanya mengeluh, tetapi nyalakan lilin agar ada cahaya,” ucapnya filosofis.
Tindakan Nyata
Terkait kondisi terumbu karang dan tantangannya yang semakin kompleks, JJ meyebut perlu lebih dewasa dalam memberikan solusi dan mengambil tindakan nyata.
”Terumbu karang terlalu penting, terlalu luas, dan terlalu bernilai untuk hanya dikelola secara parsial dengan narasi formalitas yang tidak substantif,” kata dia.
Salah satu ancaman utama bagi terumbu karang saat ini adalah fenomena bleaching.
”Sebelum tahun 1998, bleaching tidak pernah dianggap sebagai ancaman serius karena tidak terjadi secara signifikan. Namun, pemanasan global telah mengubah segalanya,” sebutnya.
”Pendekatan geologi sangat penting dalam memahami sejarah bumi, dan fakta menunjukkan bahwa bleaching bukanlah fenomena alami, melainkan dampak langsung dari aktivitas manusia,” jelasnya.
”Oleh karena itu, kita harus bersatu dalam upaya menyelamatkan terumbu karang. Kolaborasi antara akademisi, industri, pemerintah, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa ekosistem laut yang kita miliki tetap lestari,” ucapnya lagi.
” Jika kita tidak bertindak sekarang, generasi mendatang akan kehilangan salah satu aset terbesar Indonesia: terumbu karang yang indah dan kaya akan keanekaragaman hayati,” pungkasnya.
Redaksi