’Integrated Farming’ ala Bahtiar Baharuddin, Contoh Nyata Pengungkitan Ekonomi Sulbar

  • Whatsapp
Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin di demplot kolam alam 'integrated farming' (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Gerimis mengurung Kota Mamuju.  Petang sebentar lagi beranjak menuju malam.

Saat mobil yang penulis tumpangi melintas di ruas jalan menuju rumah jabatan Pj Gubernur Sulawesi Barat, tersaji pemandangan unik.

Dua orang nampak berbicara di atas pematang kecil. Di sampingnya mengalir air dari pipa yang dipasang dari pompa air mini.

Yang satu berpakaian dinas ASN, yang satunya mengenakan baju layaknya jersey warna hitam lengan panjang.  Pria berjersey hitam adalah Pj Gubernur Sulawesi Barat, Bahtiar Baharuddin. Dia nampak serius mengobrol dengan lawan bicaranya, tangannya sesekai menunjuk ruas kolam yang dikelilingi vegetasi itu.

Dia meminta wadah pakan dari ajudan. Melemparnya, dan ikan-ikan nila berlarian, berloncatan menyambut pakan serupa pellet bundar kecii.

”Ada seratus ribu ekor nila kita tebar,” ungkap Bahtiar saat menjawab pertanyaan founder Pelakita.ID, Kamaruddin Azis, Selasa, 26/11/2024.

Bahtiar menyebut saat dia pertama kali tiba di Mamuju, lahan di sekitar rumah dinas banyak yang nampak tak terurus, terbengkalai. ”Bahkan di sekitar sini, gelap dulunya. Kita pasangi lampu,” ujarnya seraya menunjuk hamparan lahan yang kini ditumbuhi sejumlah tanaman ekonomis.

”Ada Cavendish, sukun, singkong hingga kangkung,” katanya seraya mengajak penulis ke satu titik yang disebutnya tempat menyediakan bibit ikan nila gratis.

Di tempat dimaksud nampak empat kolam bundar. Wadah yang dimaksud oleh Bahtiar sebagai pembenihan nila.  Dia pun memberi pakan juga untuk satu kolam yang berisi indukan nila. Ikan nila berukuran besar menangkap pakan pemberian Bahtiar.

”Konsepnya, warga yang tertarik untuk budidaya nila bisa ambil bibit gratis di sini,” ucapnya.

Dikatakan Bahtiar, konsep atau model budidaya nila seperti yang dijalankan saat ini bisa menjadi inspirasi untuk siapa saja memanfaatkan lahan tidur atau lahan yang tidak produktif di seluruh penjuru Sulbar.

”Meski ini masih percobaan, kita tebar seratus ribu nila, untungnya bisa 10 kali lipat,” kata dia.  ”Dengan modal 30 juta, hasilnya bisa sampai 10 kali lipat dan tak harus menunggu lama,” terangnya.  Modal yang dimaksud, kata Bahtiar termasuk pakan, pengerjalan persiapan lahan, fasilitas kolam bundar, aerator dan tenaga kerja.

Pengungkit ekonomi warga Sulbar

Bahtiar menyebut di Sulawesi Barat tersedia banyak kawasan yang selama ini tidak produktif. Obyek yang semestinya bisa menjadi motivasi untuk melaksanakan budidaya seperti nila ini. Solusi untuk keluar dari persoalan ekonomi, apalagi Sulbar masih kerap dikaitkan dengan tingkat kemiskinan tinggi di Indonesia.

Terkait apa yang menjadi harapan Bahtiar terkait pengembangan budidaya ikan itu, penelusuran Pelakita.ID, saat ini Sulbar punya unit pembibitan di BBI Patagang dan Balai Benih Ikan Pantai BBIP Poniang di Majene.

Salah satu harapan Bahtiar adalah bagaimana Balai Benih Ikan bisa menjadi semacam Badan Layanan Umum Daerah untuk melayani kebutuhan pembudidaya ikan.  Kata Bahtiar, tugas BLUD mengkalkulasi berapa jumlah indukan yang dibutuhkan untuk menetaskan bibit, misalnya untuk 100 juta dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Bukan hanya mengembangkan nila, tetapi juga bisa mengembangkan ikan lele dan komoditas ikan laut unggulan lainnya.

Saat ditanya apa motif peran seorang kepala daerah di balik kolam ikan nila yang dikelilingi sejumlah komoditi ini, Bahtiar menyebut sebagai contoh, sebagai inspirasi untuk siapapun yang ingin mengangkat ekonomi Sulawesi Barat dari kesan umum sebagai provinsi dengan jumlah warga miskin yang cukup tinggi.

Dia menyebut, publik terlalu banyak mendengar pidato-pidato tanpa aksi. Terlalu banyak teori, tanpa ada solusi untuk ekonomi daetah seperti Sulawesi Barat yang sejatinya kayak sumber daya alam ini.

”Kita tidak perlu lomba pidato, kita perlu contoh nyata,” kata Bahtiar sebelum meninggalkan kawasan yang ioleh penulis disebut sebagai ’integrated farming’, ada ikan, ada komoditi seperti Cavendish hingga sukun.

”Sumber daya alam Sulbar luar biasa, pembesaran nila ini hanya contoh kecil. Tugas kita menyiapkan sarana prasarana seperti perbenihan agar warga yang tertarik untuk budidaya bisa dapat bibit dari sini,” ucapnya.

“Jika ekonomi tumbuh, warga punya usaha seperti ini, kita bisa punya andil untuk menekan misalnya stunting di desa-desa Sulbar,” kata Bahtiar.

Apa yang dilakukannya sore itu mendapat pujian dari pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Dr Hasrullah yang datang ke Mamuju menemui Bahtiar Baharuddi.

Hasrullah menyebut sebagai wujud nyata komitmen Bahtiar untuk menunjukkan kepada publik bahwa selalu ada harapan, selalu ada ruang kreatif bagi pembangunan ekonomi daerah.

“Ini inovasi dari seorang kepala daerah yang melihat potensi sumber daya alamnya,” kata Hasrullah yang ikut menabur pakan di kolam nila itu.

Menurut Hasrullah, kepemimpinan yang ditunjukkan Bahtiar adalah kepemimpinan dengan bukti atau contoh nyata.

“Tidak banyak pemimpin yang mau aksi begini. Basah-basah di tengah gerimis. Memeriksa dan memberi pakan ikan nila. Beliau memberi contoh,” tutur Hasrullah.

Dikatakan Hasrullah, pemimpin yang baik adalah mereka yang memberi bukti, bukan semata ceramah, atau pidato tanpa aksi nyata.

Pembaca sekalian, bagaimana, tertarik usaha budidaya ikan nila di Sulbar?  Punya lahan tapi belum tahu bagaimana memulai usaha pembesaran nila di lahan terbuka?  Berminat berinvestasi usaha perikanan di Sulbar? Mari…!

 

Penulis Denun

Related posts