Serangan hama tikus dan irigasi terbatas, tantangan petani di Mahalona Raya Lutim

  • Whatsapp
Marlan, ketua BKAD Mahalona Raya (ujung kanan) saat berbagi cerita tentang tantangan pertanian di Mahalona (dok: Abd, Gani/COMMMIT Foundation)

DPRD Makassar

Satu hektar, biasanya sekitar 4 ton padahal di tempat lain ada yang bisa sampai 7 ton per hektar seperti di SP1 di lokasi transmigrasi

PELAKITA.ID – Serangan hama tikus dan terbatasnya sumberdaya daya air menjadi tantangan dalam meningkatkan produktivitas sawah di Kawasan Mahalona Raya, Kecamatan Towuti, Luwu Timur. Sudah banyak lahan sawah tidur dan petani berpindah ke usaha bertanam merica.

Hal tersebut disampaikan Marlan, (42), anggota Badan Koordinasi Antar Desa untuk Program Pengembangan Kawasan dan Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) PT Vale dari Desa Mahalona saat ditemui di Kota Sorowako, Selasa, 6/12/2022.

Read More

Menurut Marlan, sejauh ini kawasan Mahalona Raya meliputi beberapa desa seperti Mahalona, Libukan Mandiri, hingga Tole dan merupakan pemasok beras sejak lama keluar Luwu Timur. “Termasuk memasok ke Sidrap jika di sana produksi kurang atau gagal panen,” ujarnya saat ditemui Pelakita.ID.

Dia  menyebut Mahalona Raya adalah kawasan yang disiapkan sebagai sentra pertanian melalui skema PKPM PT Vale  bersama beberapa kawasan lain seperti pesisir dan pengolahan hasil laut hingga kawasan pariwisata.

Lahan persawahan dan irigasi di Mahalona Raya (dok: Faizal Halim)

Menurutnya, fokus atau konsentrasi pengembangan itu melalui dukungan sarana prasarana pertanian, benih, peralatan panen seperti Combine termasuk fasiilitasi pemenuhan akses ke air bersih atau pengairan.

Marlan menyebut pengembangan padi organik adalah salah satu program yang didukung oleh PT Vale, Kementerian Desa Tertinggal dan PDT serta Pemkab Luwu Timur dan Dinas PMD Sulsel.

“Lahan pertanian di Mahalona luas sekali, kalau digabung lahan dikeola SP4 dan SP5 sudah ada 5000 hektar, di Desa Mahalona sendiri ada sekitar 2000 hektar,” ucapnya.

Meski demikian, Marlan juga menyebut ada persoalan lain yaitu, banyak sawah tak lagi produktif, karena mahalnya pupuk non-subsidi. “Memang belinya di Mahalona tapi mahal juga. Kalau pupuk subsidi harus lewat kelompok dan ini susah didapat,” ungkapnya.

Dia menyebut untuk mengelola lahahn seluas 1 hektar butuh modal belasan juta. “Kalau gagal maka bisa rugi,” katanya.

Panen padi organik di Desa Libukan Mandiri, salah satu andalan Mahalona Raya (dok: istimewa)

“Tantangan petani Mahalona adalah tikus. Air persoalan kedua,” imbuhnya.

Saat ini untuk memaksimalkan usaha pertanian di Mahalona Raya itu, Marlan menyebut ada pengembangan kapasitas pengelola Bumdesma yang saat ini dipimpin Normanysah untuk dapat mengelola berbagai usaha pertanian seperti pengembangan padi organik, bisnis penyediaan pupuk hingga pengelolan mesin panen Combine.

“Bumdesma Mahalona Raya sudah ada pengurus baru, sudah komplit dan mulai aktif. Saat ini hanya perlu menyiapkan laporan akhir tahun 2022,” ucap Marlan disaksikan Laode M. Ichman dari PT Vale serta Darsam dari COMMIT Foundation.

Terkait akses ke pengairan saat, ini sedang didorong program JIDES atau Jaringan Irigasi Desa, “Membangun irigasi rata-rata 200 meter per desa,” tambah Darsam.

Kondisi pematang irisgasi di Mahalona Raya (dok: Faizal Halim)

Sungai yang menjadi sumber pengairan dan air bersih bagi warga Mahalona menurut Marlan bernama Lampesue, melintasi perdesaan Mahalona.

“Produksi rendah per hektar, rata-rata hanya 4 sampai 5 ton. Jadi bisa rugi sampai 8 juta kalau panen sedikit bahkan ada yang tidak panen sama sekali kalau hama tikus menyerang,” ujar Marlan.

Marlan, ketau BKAD Mahalona Raya (dok: istimewa)

“Jadi karena tikus ini bikin malas kerja sawah. Satu hektar, biasanya sekitar 3 sampai 4 ton padahal di tempat lain ada yang bisa sampai 7 ton per hektar seperti di SP1 di lokasi transmigrasi,” ungkap  ketua BPD Desa Mahalona sementara di  BKAD sebagai anggota. juga sebagai ketua Forum BPD se Mahalona Raya.

Penulis: K. Azis

Related posts