[OPINI] Blinken Berkunjung ke Indonesia dan Malaysia: Pendekatan Baru AS Terhadap Indo-Pasifik

  • Whatsapp
Rifqy Tenribali Eshanasir, Peneliti Muda di Puslitbang Perdamaian, Konflik dan Demokrasi Unhas, Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang. (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Rifqy Tenribali Eshanasir, Peneliti Muda di Puslitbang Perdamaian, Konflik dan Demokrasi Unhas, Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang membagikan pandangannya atas muhibah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken ke Asia Tenggara. Misi yang jomplang jika membandingkan pernyataan Pembantu Joe Biden itu atas realitas Indonesia dan Malaysia. Seperti apa? Yuk simak. 

 

Read More

PELAKITA.ID – Pada tanggal 14 Desember lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken mengunjung Indonesia sebagai bagian dari perjalanan keliling Asia Tenggara (SEA) dengan maksud untuk menguraikan strategi Indo-Pasifik dan minat Presiden Joe Biden di wilayah tersebut.

Itu adalah perjalanan diplomatik pertama Menlu Blinken sejak Joe Biden dilantik sebagai presiden AS awal tahun ini dan jelas merupakan langkah penting untuk memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara, bersaing dengan rival adidaya China.

Faktanya, minat baru AS di Asia Tenggara ini muncul setelah Joe Biden menyatakan ASEAN sebagai ‘wilayah kunci dalam melawan China’, dan setelah bertahun-tahun diabaikan oleh pemerintahan Trump sebelumnya.

Anthony Blinken juga mengunjungi Malaysia sebelum membatalkan sisa perjalanannya karena positif COVID-19 di antara rombongannya.

Saat berkunjung ke Indonesia, Menlu AS bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo serta Menlu Retno Marsudi di Istana Merdeka, sekaligus memberikan pidato di Universitas Indonesia tentang pendekatan AS terhadap Indo-Pasifik. Di sana, Blinken menggarisbawahi pentingnya kemitraan strategis antara AS dan Indo-Pasifik, dan khususnya dengan Indonesia.

Blinken menyebutkan lima elemen inti dalam pendekatan AS  terhadap Indo-Pasifik.

Pertama, AS akan memajukan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka di tingkat negara bagian dan kawasan.

Kedua, Amerika Serikat akan menjalin hubungan yang lebih kuat di dalam dan di luar kawasan.

Ketiga, AS akan mempromosikan kemakmuran berbasis luas, dan atas arahan Presiden Biden, akan mengembangkan kerangka kerja ekonomi Indo-Pasifik yang komprehensif.

Keempat, AS akan membangun Indo-Pasifik yang lebih tangguh, terutama setelah pandemi COVID-19 dan krisis iklim.

Terakhir, Blinken menyatakan bagaimana AS akan meningkatkan keamanan Indo-Pasifik, dan bagaimana pendekatan keamanan mereka akan dikembangkan.

Namun, materi dan cara pidato Menlu AS sangat penting untuk dianalisa. Meskipun pidatonya  mengesankan sebagai deklarasi revitalisasi minat AS di Asia Tenggara, pidatonya juga sangat umum dan kurang konkret sebagai deklarasi kemitraan AS-Indonesa untuk pembangunan dan kemakmuran bersama. Walaupun aspek-aspek pembangunan dan kemakmuran disebut beberapa kali, namun masih bersifat retoris.

Pendekatan AS malah terdengar lebih berorientasi pada isu keamanan, dan sebagian besar hanya tertarik untuk menghadapi yang mereka sebut sebagai ‘agresivitas Beijing di kawasan’. Banyak poin Blinken menyinggung kembali ‘sikap agresif dan intimidasi China’ di Laut China Selatan dan bagaimana klaim laut teritorial mereka sudah ditolak oleh pengadilan internasional dan melanggar hukum internasional.

Lebih lanjut, setiap poin Blinken mengenai pembangunan sosial dan infrastruktur lebih ditujukan kepada ASEAN sebagai kawasan, belum kepada Indonesia secara khusus.

Secara keseluruhan, meskipun bagus melihat AS lebih tertarik daripada sebelumnya untuk membuat kemitraan dengan Kawasan Indo-Pasifik dan ASEAN, kunjungan Anthony Blinken pihak ke Indonesia oleh berbagai pihak dinilai mengecewakan karena tanpa janji dan program nyata untuk kemitraan khusus AS-Indonesia.

Kemudian, ketika kita membandingkan kunjungan Menlu ke Indonesia dengan tujuan berikutnya, Kuala Lumpur di Malaysia, dapat dilihat perbedaan tertentu dalam bahasa dan janji Menlu AS.

Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada 15 Desember, Anthony Blinken bertemu dengan Menlu Malaysia, Saifuddin Abdullah, dan membahas kemitraan AS-Malaysia. Secara lebih rinci, Anthony Blinken telah berjanji bahwa AS akan meningkatkan investasi asing di rantai pasokan Malaysia, mempercepat transisi Malaysia ke energi bersih, dan bahkan meningkatkan keamanan siber mereka.

Blinken menjelaskan pula bahwa AS akan bekerja sama dengan Malaysia untuk memperkuat pemulihan ekonomi pasca COVID-19. AS adalah investor asing terbesar kedua di Malaysia, terutama di sektor elektroniknya. Ia lebih lanjut menambahkan bahwa AS juga akan berusaha untuk memperkuat rantai pasokan semi-konduktor Malaysia.

Menteri Luar Negeri AS bahkan merinci bagaimana ia akan bertemu dengan perwakilan dari sektor energi Malaysia untuk membicarakan program baru, di mana AS akan membantu meningkatkan investasi sektor swasta dalam transisi energi bersih Malaysia hari itu juga.

Terakhir, Anthony Blinken memberi komentar mengenai harapannya agar Malaysia memanfaatkan 5 juta dolar AS dari Washington untuk mengembangkan keamanan sibernya.

Pernyataan Menlu AS di Malaysia jelas berbeda dengan di Indonesia. Ia menyebutkan janji-janji nyata dan terukur di Kuala Lumpur, sementara pernyataan Anthony Blinken di Jakarta mengenai kemitraan AS-Indonesia masih umum dan kurang jelas.

Lebih lanjut, pidato Anthony Blinken di Kuala Lumpur menjelaskan secara spesifik rencana pengembangannya untuk Malaysia. Sementara pidatonya di Universitas Indonesia lebih banyak membahas kawasan Asia Tenggara daripada Indonesia sendiri.

Yang lebih mengecewakan mungkin adalah fokus Anthony Blinken yang lebih berat pada keamanan regional daripada pembangunan sosial-ekonomi Indonesia.

Menurut Menlu AS, pentingnya kemitraan AS-Indonesia sebagian besar adalah ‘mempromosikan kebebasan dan keterbukaan di kawasan, serta keamanan Indo-Pasifik’. Sebaliknya, poin-poin tentang kerjasama dengan Indonesia sendiri seperti hanyalah seperti suatu catatan kaki.

Pendekatan AS ke Indo-Pasifik dalam kaitannya dengan Indonesia lebih menekankan pada penyeimbangan terhadap pengaruh China yang agresif di Indo-Pasifik dan Laut China Selatan daripada investasi untuk sektor bisnis Indonesia, tidak seperti rencana mereka di Malaysia. Akibatnya, pendekatan AS saat ini dalam membangun hubungan dengan Indonesia mudah dianggap agak mengecewakan oleh Indonesia, karena lebih banyak berfokus dalam melawan saingan daripada mengembangkan mitranya.

Kemitraan konkrit AS dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN yang memprioritaskan pembangunan perlu menjadi fokus utama, bersama dengan isu-isu keamanan, bukan hanya sebagai catatan kaki.

AS perlu menyeimbangkan kepentingannya di Indonesia, antara pembangunan sosial ekonomi dan keamanan Indonesia serta kawasan. Pendekatan AS ke Indonesia membutuhkan tindakan yang lebih konkret dan terukur untuk kemakmuran bersama, sebanding dengan apa yang telah kita lihat dalam kunjungan Blinken ke Malaysia.

Indonesia layak dianggap sebagai bangsa yang memiliki aspirasi ekonomi, bukan hanya sekedar penyangga yang nyaman dari negara adidaya lainnya.

 

Editor: K. Azis

Related posts