Menabuh semangat kolaborasi di hamparan mangrove Nibung

  • Whatsapp
Menyambut tetamu yang datang (dok: CCDP IFAD)

DPRD Makassar

Tabuhan rebana dan guntingan pita mewarnai peresmian Pusat Kegiatan Ekowisata Bahari Desa Sungai Nibung oleh Sekda Kubu Raya, Odang Prasetyo. Utusan KKP, BPSPL, DPRD, Kapolres, SKPD/Badan, KompasTV, awak media, tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil jadi saksinya.

Tugas belum usai. Ini baru tabuhan pertama.

Read More

***

Cahaya pagi di Dermaga Rasau menyapa tetamu. Awan berarak di atas ruas Kapuas kala puluhan orang berkumpul di tepi dermaga. Mereka membicarakan sebuah inisiatif mulia dari Pantai Tengkuyung, tepatnya pusat ekowisata bahari di Sungai Nibung, Kecamatan Pekadai, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin 31/05/2016.

Speedboat yang membawa Sekda Odang Prasetyo meliuk laju. Di sampingnya duduk takzim Sapta Putra Ginting, pejabat senior di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Hadir pula perwakilan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Iwan Al Qadrie serta Anshori Zawawi dan Adi Priyana dari Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCDP).

Di speedboat lain, ada Kapolres Kubu Raya AKBP Dedi Agustono S.Ik, perwakilan WWF, awak media dan tamu undangan lainnya seperti dari Kota Pare-pare, Sulawesi Selatan.

Sejauh mata memandang, di bentang sungai terlihat beragamnya vegetasi sungai Kapuas jelang muara. Berjejer pohon khas di sempadan Kalimantan, nipah yang pucuknya mencium paras sungai, ada bakau yang daunnya digoyang angin laut China Selatan.

Tidak kurang dari sepuluh jenis ekosistem ada di Kalimantan Barat. Dari ekosistem pegunungan, hutan, lahan basah hingga mangrove dan terumbu karang. Ada 3 daerah aliran sungai—urat nadi kehidupan masyarakat termasuk di Kubu Raya.

Salah satunya adalah daerah aliran sungai Kapuas, yang membentang dari Kapuas Hulu sampai ke Kubu Raya. Di sekitar Kapuas terhampar pula lahan gambut dan hutan lebat, sayangnya, degradasi yang hebat selama 20 tahun terakhir mengancam keberadaannya. Termasuk mangrove.

Menjaga mangrove secara kolaboratif (foto: Kamaruddin Azis)

Kalimantan Barat mempunyai kawasan hutan nangrove terluas di Indonesia. Tidak kurang dari 100ribu hektar. Terdapat 75% jenis mangrove yang ditemukan hidup di Indonesia. Kabupaten Kubu merupakan salah satu lokasi yang mempunyai kepadatan relatif tinggi bersama Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Mempawan,Singkawang dan Sambas.

Mangrove Kalimantan, termasuk di sepanjang Pantai Tengkuyung dan Sungai Nibung, terancam oleh pembukaan lahan permukiman, perambahan kayu bakar. Ini diperburuk karena selama ini dukungan program Pemerintah Pusat untuk pengentasan kemiskinan amat minim di Kalimantan Barat terutama Kubu Raya.

Salah satu alasannya karena warga berada di dalam wilayah lindung hutan dan rentan diperkarakan.

“Banyak orang tak peduli dengan warga miskin di tengah hutan, di Sungai Nibung itu, ada permukiman warga. Yang terlihat adalah warna hijau peta, tetapi ada orang di dalamnya. Makanya saya sangat, sangat, mendukung inisiatif warga Desa Sungai Nibung itu, kami terima kasih ke Dinas Perikanan dan Kelautan serta CCDP,” kata Herbimo Utoyo, Plt Kadis Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Kubu Raya.

Inisiatif dari Sungai Nibung

Sekda Kubu Raya didampingi Kapolres dan perwakilan PMO-CCDP turun dari speedboat dan meniti jembatan sementara yang dibangun warga desa. Dengan suka cita, Kades Sungai Nibung Syarif Ibrahim menyalami tetamu dan mempersilakan ke lokasi penyambutan.

Tabuhan rebana empat warga menyambut tetamu. Menjadi bagian dari peresmian lokasi ekowisata bahari di tepian Pantai Tengkuyung. Pasir halus yang telah memadat dengan lumpur sungai menjadi alas menuju lokasi, di kiri-kanan berserang siput laut. Yang ini agak panjang tak seperti di tempat lain.

“Orang ini bilang tengkuyung,” kata Abdur Rani, Kepala Bidang Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kubu Raya.

Menurut Rani, sebelum dinamai Pantai Tengkuyung, kawasan ini disebut Pantai Paloh, namun karena Paloh berasosiasi ke salah satu lokasi di tempat lain di Kalimantan Barat maka diganti menjadi Tengkuyung.

Dasarnya karena banyak ditemukan tengkuyung besar di sepanjang pantai. Pantai Sungai Nibung juga disusun oleh formasi pecahan tengkuyung, kerang dan hewan laut lain yang memiliki cangkang kapur.

Kades Syarif (kedua dari kiri) bersama Sapta P. Ginting dari PMO-CCDP (foto: Kamaruddin Azis)

Ribuan tahun silam sumberdaya alam hutan, tanah dan air telah bermuara pada proses kejadiaan kawasan elok ini. Ada pohon cemara, vegetasi bakau dan hamparan pasir nan luas tempat bermain dan menikmati keindahan pesisir Kubu.

“Kampung kami telah ada sejak tahun 1934. Kampung Nibung ini sudah ada, jauh sebelum negara Republik Indonesia berdiri,” seru Syarif Ibrahim di depan tetamu yang datang.

Menurut Syarif, orang-orang telah lama hidup di pesisir barat Pulau Kalimantan ini. Mereka datang dari berbagai asal namun mengaku satu, warga Nibung.

“Itu sejarah desa kami. Jadi kalau disebut ilegal tidak betul, kami ada turun temurun dalam kawasan ini. Sejarah kampung adalah sejarah pertanian, ada padi,”  tegas Ibrahim.

Ibrahim adalah Kepala Desa Sungai Nibung. Dia adalah motivator kunci di balik pendirian pusat ekowisata bahari Desa Nibung yang disokong lembaga keuangan untuk pengembangan pertanian dan perikanan bernama IFAD melalui skema Coastal Community Development Development (CCDP) sejak tahun 2013.

Bersama Syarif, beberapa pilar kegiatan ini adalah Nurdin, Hafid, Andi Bahtiar dan beberapa warga Kampung Tepok dan Paloh, umunya Sungai Nibung.

Syarif mengatakan bahwa tidak kurang 90 hektar lahan di Sungai Nibung adalah mangrove. Oleh kelompok PSDA telah dibangun perlintasan (track) wisata berupa titian dan bangunan peristirahatan, tiga kamar homestay menghadap ruas sungai Nibung, ada pula lokasi perawatan dan pembesaran penyu di sisi timur.

Biaya pembangunannya merupakan kontribusi CCDP-IFAD yang difasilitasi oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kubu Raya, warga desa, organisasi masyarakat sipil dan dukungan beberapa pihak termasuk Dinas Perkebunan, kehutanan dan pertambangan Kubu Raya.

Apa yang disampaikan Syarif ini disambut positif oleh Sekda Kubu Raya.

“Benar yang disampaikan pak Kades, di Kubu ini kami terbatas soal lokasi wisata, jadi ini merupakan salah satu solusi, ini merupakan langkah maju dan inovatif,” timpal Odang yang juga bersedia melepas tukik penyu hijau hasil perawatan warga.

Simbol perlindungan dan komitmen Pemkab menjaga harmoni lingkungan di Kubu Raya. Odang berjanji akan menyampaikan dan mengajak SKPD lain untuk ikut membantu inisiatif warga Sungai Nibung ini melalui kegiatan pendukung.

Sementara itu, Hafid, anggota kelompok pengelola usaha ekowisata ini mengatakan bahwa untuk pengembangan wisata ini ke depan dibutuhkan listrik dan akses jalan yang dapat menghubungkan kampung atau pusat pemerintahan desa.

“Perlu jalan pak,” ujar Hafid, lelaki 26 tahun berdarah Bugis. Ayahnya Banjar ibunya Bugis.

Selain Syarif, sosok kunci di balik upaya pengelolaan sumberdaya mangrove dan potensi ekonomi Sungai Nibung ini adalah Nurdin. Dialah motor penggerak partisipasi warga untuk mengawal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sarana prasarana wisata Sungai Nibung.

“Mohon disampaikan kepada warga lain atau yang berkunjung ke Pontianak supaya mampir juga ke sini,” pinta nelayan pukat yang telah berjanji untuk mengelola lokasi ekwisata ini. Nurdin lalu menunjukkan ruang dalam tiga kamar homestay yang menurutnya dapat dimanfaatkan oleh tamu.

“Antar wargalah yang mengerjakan bangunan ini, tenaga kami siapkan. Kami siap mengelolanya. Mohon bantulah dipromosikan,” pinta Nurdin (31 tahun). Pria yang lahir di Sungai Nibung ini hanya tamat SD namun merasa tak harus kecil hati menatap masa depan. Dia tertark pada pembukaan tambak namun ramah lingkungan.

Nurdin di depan homestay dukungan CCDP-IFAD (foto: Kamaruddin Azis)

Sementara itu, Kadis Perikanan dan Kelautan, Djoko Triyono mengatakan bahwa ada hal menarik di Sungai Nibung yang tak dijumpai di tempat lain yaitu adanya kesepakatan antar warga untuk memberikan denda 1.000 ketupat bagi yang bersalah atau merusak ekosistem mangrove.

Menurut Djoko, inilah salah satu kunci penting dalam pengelolaan sumberdaya alam Kubu Raya, ketika nilai-nilai sosial telah ikut mewarnai pengelolaan mangrove, bukan hanya untuk pengembangan ekowisata ini tetapi memastikan keberlanjutannya.

“Warga Sungai Nibung mengambil inisiatif, itu kuncinya,” katanya. Sapta Putra Ginitng utusan Kementerian Kelautan dan Perikanan didapuk pula untuk memberikan sambutan.

“Saya ingat tahun 2013, saat kami datang, ada omongan, untuk apa bapak jauh-jauh datang dari Jakarta, kalau ada uangnya mari, untuk apa bentuk kelompok,” kenang Sapta. Sapta ingin mengingatkan betapa tidak mudahnya menginisiasi pengelolaan lingkungan dan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, hal demikian adalah tantangan dan selama 3 tahun terakhir atas kerjasama berbagai pihak, sarana prasarana ekowisata bahari ini terbangun dengan sukses. Tak kuasa menahan haru, ada derai di matanya. Di tengah keharuan itu, dia melanjutkan sambutannya.

“Apa yang dilakukan kelompok PSDA Sungai Nibung ini mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan. Bahwa ketika mangrove dirawat dan ikan berkembang biak, hasilnya akan bisa dilihat dengan jelas. Bisa mengembangkan kegiatan kuliner, bisa pula dipasarkan ke luar daerah, mari rawat,” seru Sapta. Suaranya bergetar.

Fenomena ini jamak ditunjukkan oleh sebagian pihak bahwa pemberdayaan masyarakat adalah pepesan kosong, faktanya, apa yang terjadi di Sungai Nibung ini adalah bukti kesungguhan yang harus diapresiasi.

Sapta mengapresiasi pernyataan Sekda Kubu Raya tentang pentingnya dukungan SKPD atau pihak lain dalam mengembangkan ekowisata ini, bahwa ikhitiar tak bisa berhenti setelah CCDP-IFAD ini selesai.

Bagi Sapta, termasuk kita semua, agar kebutuhan di lokasi ekowisata ini semakin lengkap, dukungan atas inisiatif kelompok pengelola sumberdaya alam Sungai Nibung ini harus dipenuhi ke depannya. Jangan biarkan layu sebelum berkembang.

“Agar tetap bertahan dan berkembang mari kita dukung dan alokasikan anggaran, melalui APBD atau sumber pembiayaan lainnya,” pungkas Sapta.

 

Postingan ini dibuat K Azis untuk CCDP IFAD 2016

Related posts