Pesona Boak di Oesapa

  • Whatsapp
Deris (dok: istimewa)

DPRD Makassar

Oesapa dibingkai oleh laut, sungai dan bakau, beberapa tahun silam, mangrove kian berkurang hingga datang inisiatif CRMP atau Coastal Resources Management Program tahun 90-an yang mengajak warga mulai membangun harapan dengan menanam pohon mangrove.

PELAKITA.ID – Liukan deras angin timur di atas Kota Kupang menyambut pesawat Batik Air yang membawa saya dan ratusan penumpang dari Jakarta. Burung besi itu terseok di kolom udara sebelum mencium lembut landasan Bandara El Tari Kota Kasih Kupang, Sabtu 11/06/2016.

Read More

Angin cukup kencang di ibu Kota Nusatenggara Timur kali ini. Kunjungan ini berkaitan hembusan kabar pengelolaan kawasan mangrove di pantai Oesapa, Kelurahan Oesepa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang yang disebut telah menjadi oase baru berwisata di Kota Kupang.

Siang itu, di Pantai Oesapa telah berdiri warga menyambut saya dan rekan perjalanan Untung PL dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mereka Kris Long, Dance Foe alias Deris serta Dr. James Adam, konsultan untuk pogram pemberdayaan masyarakat pesisir atau Coastal Community Development Program (CCDP).

Proyek ini ada di bawah naungan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang disokong oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD) di Kota Kupang.

Tidak jauh dari tempat duduk kami terlihat jembatan kayu kokoh dengan batas pegangan kayu bercat biru muda. Kayu titian dibiarkan sesuai warna aslinya. Ada sambutan selamat datang di gerbang track.

Desir angin menari di telinga kala saya memandangi pohon-pohon mangrove melambai dari tepi pantai siang itu. Inilah jembatan sekaligus lintasan trek kayu bagi pengunjung yang ingin membaurkan pandangan dan perhatiannya pada keindahan bahari pantai Oesapa yang dibanggakan itu.

Dibanggakan sebab ini menjadi salah satu tempat rekreasi di Kota Kupang yang disiapkan Kelompok Pengelola Sumberdaya Alam (PSDA) pesisir yang diletupkan oleh Dance, kerap disapa Deris, Deris Foe.

Deris, lelaki kelahiran empat puluh tiga tahun silam di Oesapa ini menjadi dirijen sekaligus pemantik ide pembangunan fasilitas rekreasi sekaligus matra pengelolaan lingkungan di Kota Kupang.

“Pantai kami tergerus karena dulu ada penggalian pasir di sekitar sini,” kata Kris Long, ketua komite kerja CCDP-IFAD yang menjalin dan mengkoordinasi gagasan kelompok-kelompok dampingan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang atas kerjasama dengan CCDP-IFAD.

Oesapa dibingkai oleh laut, sungai dan bakau, beberapa tahun silam, mangrove kian berkurang hingga datang inisiatif CRMP atau Coastal Resources Management Program tahun 90-an yang mengajak warga mulai membangun harapan dengan menanam pohon mangrove.

“Ya ini, hasil penanaman boak itu. Dulu tahun 70-an dong orang-orang tua masih gali dan jual pasir dari sini ,” kata Kris dalam aksen khas Kupang. Kris tahu persis bahwa sejak berkembangnya mangrove ini kepiting mulai banyak, warga tak lagi menebang bakau hingga bisa rindang menghijau seperti sekarang. Boak adalah pohon mangrove yang tumbuh dan kini menjadi benteng pantai Oesapa. Selain karena pengambilan pasir pantai, abrasi diperparah pula oleh pembangunan tanggul tambak.

“Dong beton tambak, jadi airnya lagi ke sini,” sungut Kris.

Melihat boak yang mulai merimbun, Deris diam-diam merawat gagasannya, membayangkan betapa indahnya jika mangrove Oesapa ini menjadi wilayah perlindungan sekaligus tempat rekreasi dan mendatangkan manfaat ekonomi.

“Gagasan membangun sudah lama, kebetulan sebagai ketua RT saya mendengar ada master plan atau perencanaan wilayah Kota Kupang dan Oesapa ini masuk. Itu juga angan-angan sejak tahun 2012,” ungkap Deris.

Perencanaan yang dimaksud Deris adalah pengelolaan jangka 20 tahun yang dikaji oleh Bappenas dan Bappeda Kota Kupang.

“Nah ternyata konsep tersebut sama dengan konsep 2012 itu. Ada pula rencana dari PU dan Bina Marga provinsi, ada konsultan dari Jawa yang survei tapi kita sudah lama memang,” katanya.

“Ide ini kami sampaikan ke CCDP-IFAD, ke Pak Robby (PIU), ibu Welma, bagaimana supaya mangrove ini bisa dikelola. Dari angan-angan kemudian jadi seperti sekarang ini,” terang Deris. Tersungging senyum di bibirnya. Bagi Deris motif pendirian bangunan ini didasari alasan ekonomi masyarakat.

“Sebagai (ketua) RT, pembangunan ini berkaitan dengan kepentingan ekonomi, memanfaatkan hutan mangorve ini. Warga selain bergantung pada tani garam, mereka juga bisa memperoleh pendapatan dari jual-jualan atau ada pemasukan dari sumbangan sukarela warga,” tambahnya.

“Warga bisa menawarkan jenis minuman, makanan, termasuk bikin souvenir seperti topi dengan pesan perlindungan mangrove ini,”

Deris melanjutkan sembari menunjukkan topi bertuliskan Ekowisata Mangrove Kupang. Selain memotivasi warga untuk menjaga mangrove, Daris juga pernah berinisiatif memanfaatkan lahan kosong sekitar pantai untuk menanam kacang tanah, umbi-umbian dan berhasil.

Apa yang dirawat kelompok PSDA Oesapa ini patut diapresiasi. Di dalam areal track terlihat pohon mangrove seperti jenis Avicennia yang sangat tinggi hingga 10 meter dengan dahan dan daun yang menjuntai. Lebarnya areal ini sekitar 1 kilometer dengan ketebalan dari pantai ke laut maksimum 200 meter. Manfaatnya bisa terbaca, bagi mangrove yang tak lagi tebal ada abrasi yang hebat di selatan, sedangkan yang tebal tak terlihat pengikisan.

Pengunjung di lokasi eko-wisata (foto: Kamaruddin Azis)

Di Oesapa, mangrove yang dijaga telah memberi peluang berkembangnya kepiting, mengurangi dampak abrasi dan memberi kesempatan kepada Deris dan anggota kelompok masyarakat dalam naungan program CCDP-IFAD untuk mengembangkan pesona keindahan vegetasi mangrove yang ada melalui track wisata sepanjang 200 meter dengan anggaran sekitar Rp. 200 juta.

Bukan hanya itu, mereka juga menyiapkan tempat untuk pembenihan dan perawatan bibit mangrove. Selain pesona keindahan, manfaat ekonomi pun tak kalah besarnya.

Untuk menyisip lahan-lahan kosong di sela pohon mangrove, telah disiapkan bibitnya. Untuk pembibitan warga Oesapa punya pengalaman. Menurut Deris, ada warga bernama Obi Geon serta Jemy yang membudidayakan anakan mangrove. Di sekitar lokasi ini terdapat pula vegetasi cemara hutan yang menambah pesonanya.

Tenaga pendamping lapangan Oesapa bernama Derry menyebutkan bahwa agenda ke depan adalah mengembangkan lokasi ini seperti yang disebutkan Deris sebelumnya yaitu menambah panjang trek dan membangun gapura di jalan darat.

Berdasarkan pengerjaan sarana konservasi dan rekreasi yang tuntas selama satu bulan, Deris optimis bisa melanjutkan pembangunan trek tambahan.

“Awalnya dikerjakan hanya 7 orang anggota kemudian beberapa warga ikut membantu. Mulai dikerjakan pada tanggal 4 November 2015 hingga awal Desember 2016 dan diresmikan oleh Walikota Kupang , 13 Februari 2016 lalu,” kata Deris.

Untuk memastikan keberlanjutan program ini Deris dan beberapa anggota kelompok telah menyiapkan mekanisme agar ada fee dari pengunjung. “Sementara ini masih suka rela tapi nanti kita akan atur termasuk pengelolaan kebersihan atau sampah di sekitar lokasi ini,” katanya

“Ini akan tangan lama, kayu yang digunakan kayu meranti asal Sulawesi. Selain itu, di dasarnya kami cor dan bungkus dengan plastik, jadi kayu tak kena air,” kata suami Juvelina Umao yang juga ketua RT II/RW I, Kelurahan Oesapa.

Kris Long menambahkan bahwa semangat kerjasama di Oesapa masih sangat tinggi.

“Kalau ada kerusakan dari bangunan, selain sumbangan-sumbangan kita juga akan gotong royong perbaiki, kalau dipanggil, warga pasti datang,” kata Kris. Kris juga menambahkan kalau Lurah Oesapa, ibu Vera Soe juga sering ke lokasi eko-wisata mangrove ini untuk kerja bakti.

Pesona bersambut

Optimisme Deris dan Kris itu nampaknya akan jadi kenyataan. Ke depan, beragam aktivitas lingkungan, sosial, ekonomi akan paralel dengan pengelola ekowisata mangrove Oesapa ini.

Hingga kini, banyak sekali warga Kupang yang datang berekreasi ke sini. “Banyak sekali, ada untuk foto pra-wedding, pengambilan gambar vocal grup, video shooting, mereka bayar hingga 100ribu sekali datang,” terang Deris.

Mengingat peluang dan manfaat kawasan Eko-wisata Mangrove Oesapa-Kupang ini, ke depan, pengelola dalam hal ini Daris dan kawan-kawannya akan mengusulkan dana tambahan untuk perluasan trek. Status lahan yang merupakan tanah Pemerintah memberinya keleluasaan untuk menawarkan pendekatan konservasi dan pengembangan ekonomi warga. Dukungan Pemerintah Kota Kupang sangat kuat, Walikota Jonas Saelan sangat peduli.

“Melalui APBD, tahun ini akan ada alokasi dana pembangunan jalan dan sarana prasarana lainnya,” ujar Dr. James Adam, konsultan CCDP-IFAD Kota Kupang. Menurut James, kerjasama antar SKPD telah terlihat, ini terbukti dengan peran yang akan diemban oleh Dinas Pariwisata Kupang dan Dinas PU.

“Kami ada permohonan ke IFAD untuk menambah jalur trek keluar, karena pada hari libur pengunjung padat sekali. Kita akan tambah 60 meter keluar dan tambah ke selatan. Lain pintu masuk, lain pula pintu keluar. Selain itu aka ditambah pula gazebo sebagai tempat pertemuan,” lanjut Deris.

Kepala Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP, Zulficar Mochtar, ST, M.Sc yang pernah menjadi team leader CCDP-IFAD memuji dan mendukung inisiatif warga Oesapa ini.

“Inisiatif eko-wisata adalah jembatan yang coba pertemukan konservasi, edukasi dan wisata. Oesapa Mangrove track di Kupang berada pada misi itu, sehingga sangat perlu didukung,” katanya. Menurut Zulficar, inisiatif di Oesapa perlu diakselerasi cepat dan dinamis, memastikan di lapangan, agar elemen tersebut tersebut bisa tercapai proporsional. Bukan wacana atau rencana.

***

Siang itu, terdapat tujuh orang pengunjung yang sedang menikmati pesona mangrove Oesapa yag dikelola kelompok PSDA, tiga orang mengenakan jaket kuning khas mahasiswa Universitas Artha Wacana Kupang dan dua pasang muda-mudi.

Andi, salah seorang pengunjung datang bersama Emmy. “Keren tempatnya walau saya kira awalnya jembatannya panjang,” aku Andi. Andi menambahkan bahwa ini pertama kali dia datang, dengan hadirnya kawasan eko-wisata ini maka sekarang untuk berwisata pantai tak harus ke Lasiana lagi, apalagi di sana sudah sangat padat.

“Intinya kerenlah,” ujar warga Kampung Kayu Putih, Kupang ini.

Upaya yang dilakukan kelompok PSDA Oesepa ini setidaknya dapat mengurangi tekanan pada aset tidak kurang 40ribu hektar mangrove NTT yang belakangan ini mengalami banyak tekanan karena dieksploitasi untuk bahan bangunan dan kayu bakar. Ke depan, akan ada banyak pengunjung seperti Andi dan Emmy ini.

Sekarang, bola pengelolaan ada di tangan pengurus PSDA untuk merawat dan menjaga pesona boak Oesapa, modal utama ekowisata di Kota Kupang sekaligus harapan bagi 26ribu lebih warga yang bermukim di Kelurahan Oesapa.

 

Ditulis oleh K. Azis untuk CCDP IFAD

Kupang, 11/06/2016

Related posts