Cinta menyatu di mangrove Langge

  • Whatsapp
Menikmati pemandangan di tracking Langge (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pagi itu, dua perempuan sedang meniti dermaga. Laut di utara Gorontalo sedang surut. Seutas kabut membentang di bukit jauh.

Pemandangan menarik itu jadi latar eksotisme hamparan mangrove yang kini mewujud tracking ekowisata. Bukti cinta dan kesadaran warga Desa Langge pada ekosistem penting mereka. Tak ayal, wahana yang dibangun pun diberi nama ‘Mangrove in Love (MIL)’.

Read More

Pagi itu, (Kamis, 24/08), di dalam bilik yang catnya masih baru, Thomas Gabriel (69) duduk menghadap meja. Di depannya ada buku tamu dan berlembar karcis.

Saya lalu memeriksa buku dan membilang. Tertanggal 29 Januari 2017, tamu mulai terdaftar.

Hingga Juli 2017 ada 3.000an pengunjung. Salah seorang yang datang khusus ke situ adalah Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie.

Thomas, pria nelayan kelahiran Pulau Sangir yang saya sapa menunjukkan naskah Peraturan Desa pengelolaan mangrove bertahun 2017. Pun karcis masuk senilai 2.000/orang.

Thomas adalah anggota kelompok pengelola sarana prasarana bantuan CCDP-KKP yang selama ini menjadi mitra kerja Dinas Perikanan Gorut.

Dia mengurus kebersihan tracking dan sesekali melayani tetamu. Selain seksi kebersihan, ada pula seksi perlengkapan, pengelola, keamanan hingga kios.

Bersama Thomas, Kelompok Karya Bersama dan warga Desa Langge secara umum, kita kita lihat cinta yang menggeliat, pada pesona alam pesisir, pada aroma harapan masa depan desa.

Bukti cinta

Sapta Putra Ginting, Sekretaris Eksekutif kantor pengelola proyek CCDP di Jakarta mengatakan bahwa apa yang dipilih oleh warga Desa Langge itu sangat inovatif sebab mangrove adalah penghasil kayu, produktivitasnya amat penting bagi kelangsungan hidup manusia di pesisir.

“Ikan-ikan, kepiting, dan biota lainnya jadi sandaran ekonomi warga pesisir. Mangrove adalah pelindung pantai dari terjangan gelombang, kaya karbon dan mengandung tidak kurang 1.000 mg karbon per hektare,” katanya.

Menurut Sapta, mangrove menyimpan karbon 50 – 90 persen, karenanya rentan menjadi target eksploitasi oleh warga di sekitarnya.

Sebagai sumber kayu bakar maupun kayu untuk perahu dan rumah. Mangrove adalah ekosistem penting namun rentan.

Menurut laporan kantor DKP Gorontalo, kondisi mangrove di Provinsi Gorontalo amat mengkhawatirkan. Dari 17.204,84 hektare yang ada, sebanyak 3,084,68 telah rusak. Tersisa 14,220,16 yang masih baik.

Di Gorontalo Utara, dari 4.217, 49 hektare yang ada, sebanyak 1,107.93 telah rusak. Ada 3.109,56 hektare yang masih baik.

Khusus untuk Gorontalo Utara, dari 3.109,56 hektare yang ada, ada tidak kurang 40,5 hektare dapat ditemui di Desa Langge. Kawasan hutan mangrove di Desa Langge, Kecamatan Anggrek adalah kawasan hutan lindung.

Maka sangatlah beralasan ketika Pemerintah Gorontalo Utara, melalui Unit Pelaksana Kegiatan (PIU) Proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCDP) sejak tahun 2014 mendukung gagasan warga Langge untuk menjadikan areal mangrove di desa tersebut sebagai spot ekowisata.

Dana tidak kurang 200 juta diplot untuk merealisasikan mimpi membangun wahana ekowisata tersebut.

Saat dikunjungi oleh unit kerja Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP dan beberapa jurnalis nasional yang dipimpin oleh Hery Gunawan Daulay, Kepala Sub Bagian Humas Sesditjen PRL pada 24 Agustus 2017 itu, terekam geliat menawan MIL, destinasi wisata yang saat ini mulai mencuri perhatian publik di Provinsi Gorontalo dan nasional itu.

“Di sini ada 6 petak. Ada kios, musala, kantor pengelola, tempat makan, ruang souvenir hingga toilet,” kata Sandra, perempuan yang memanfaatkan salah satu bilik untuk menjual souvenir t-shirt khas Langge.

Hingga bulan Agustus 2017, tercatat tidak kurang 3.000 pengunjung telah datang ke MIL Langge.

Sebagai contoh, sejak tanggal 29 Januari 2017 hingga April telah ada 1,500-an pengunjung. Dari April hingga Juli ada 1.500. jadi ada 3.000 pengunjung sejak dibuka pada Januari 2017.

Jika boleh menyebut, maka capaian kelompok pengelola tersebut adalah bukti cinta yang telah berdampak pada ekonomi desa, para pengunjung telah membayar retribusi desa senilai 2ribu setelah menikmati pemandangan dan menyerap inspirasi dari alam.

Sejauh ini telah ada dana terkumpul hingga Rp. 6 juta dari retribusi, dana dari buah cinta pada mangrove.

Peluang ke depan

Menurut Adi Priana Pasaribu, dari Kantor Pengelola Proyek (PMO) Kementerian Kelautan dan Perikanan ketika memberikan sambutan di depan warga Langge dan para jurnalis tersebut, hal yang dibutuhkan saat ini dan nanti adalah kesungguhan untuk menjaga dan menggiatkan kerja-kerja kelompok seperti pada Mangrove in Love ini.

“Kelompok perlu menjaga kegiatan ke depan agar lebih bagus. Harus jalan terus, jangan habis, jangan besoknya gak aktif lagi. Ini harus diupayakan dengan bantuan ayahanda desa,” katanya di depan puluhan warga Langge, (24/08).

Ayahanda yang dimaksud adalah sebutan untuk kepala desa di Gorut.

“Salah satunya merencanakan dan mengembangkan kawasan MIL untuk menggunakan dana desa yang ada,” katanya sembari melirik Kepala Desa Langge, Ato Ali.

Apa yang disampaikan Adi tersebut didasarkan pada pengamatannya sebab di sekitar lokasi MIL telah ada geliat ekonomi selain di bangunan utama.

Sebelum pengunjung turun ke lokasi, sebelum gerbang telah ada tempat makan yang dikelola olah warga setempat.

Di kawasan itu telah pula didorong pembesaran kepiting bakau, yang diletakkan di sela tiang pancang dan pokok mangrove, penanaman atau penyulaman mangrove hingga mencuatnya gagasan merintis pusat kajian mangrove desa.

Hal lain yang disampaikan Adi adalah perlunya inisiatif untuk memanfaatkan keunikan mangrove ini dengan usaha ekonomi seperti perlebahan, lebah madu.

“Mangrove di sini bisa dibawakan bibit tawon seperti yang dilakukan di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Supaya warga bisa dapat madu dari mangrove. Kalau ada, kan bisa dibawa dan jadi ole-ole,” ujarnya sembari memberi senyum.

Menurut Ato Ali, desanya merupakan pemekaran Desa Tolongio pada 2011 dan dibagi dalam 3 dusun, Palowa, Tengah, Pantai Timur.

Menanggapi harapan PMO, Ato mengatakan bahwa lewat anggaran dana desa, Pemerintah Desa bisa menganggarkan melalui APBDes untuk pengembangan.

“Kami akan menganggarkan melalui dana desa, hadirnya masyarakat ini juga bukti bahwa dukungan kami, sangat tinggi sekali dalam hal membangun Desa Langge ke depan,” katanya.

Sebelumnya (di 2016), Pemerintah Desa Langge telah menganggarkan 193 juta untuk membangun dermaga menuju tracking utama MIL.

“Pada 2016, kami dengan CCDP IFAD berkolaborasi anggaran, ada dana desa dan dari CCDP,” tambah Amanda dari PIU Gorut. Dia menambahkan bahwa Pemkab Gorut sangat mendukung kegiatan ini baik melalui APBD kabupaten, provinsi maupun mendorong adanya dana APBN.

Bagi Amanda, kolaborasi pengelolaan sumber daya pesisir seperti ekosistem mangrove di Langge ini telah memadukan sumber daya dari proyek

Pemerintah melalui CCDP yang menanggung biaya pembangunan 180 meter jembatan trek dan buah cinta Pemdes melalui Dana Desa pada titian sepanjang 130 meter.

“Apa yang menjadi rencana kami, dalam hal ini untuk pengembangan ekowisata ke depan, lewat bapak dan ibu bisa mediakan. Pada rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa memperhatikan apa yang menjadi keinginan masyarakat,” katanya kepada KKP dan awak media.

Amanda sudah punya skenario ke depan. Dia membayangkan adanya rumah makan, lokasi pemancingan, wisata pantai pasir putih, area untuk mountain bike atau airsoft war games, wall climbing, yang selama ini belum ada di Gorontalo.

“Sasarannya pengunjung anak-anak muda. Insya Allah kami akan coba komunikasikan dengan pihak universitas untuk ide sebagai Pusat Kajian Mangrove di Langge. Siapa tahu bisa dikembangkan. Jadi ke depan pengembangannya bisa betul-betul menjadi wisata edukasi mangrove juga,” katanya.

Apa yang disampaikan Amanda tersebut sungguh amat penting menjadi perhatian bersama. Kalau pakai istilah, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui.

Pada saat yang sama melindungi mangrove dari ancaman perambahan demi kayu bakar dan balok rumah, dan mendorong menggeliatnya ekonomi warga melalui ekowisata.

Untuk memastikan keberlanjutan gagasan warga Langge melestarikan mangrove dan terbukanya peluang ekonomi desa ini maka Pemdes melalui Ato Ali dan perangkat desa yang ada menyiapkan peraturan desa.

“Kita ada peraturan desa terkait pengelolaan tracking mangrove pada bulan Februari, yaitu Perdes Nomor 1/2017,” pungkas Amanda, yang juga alumni Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta ini.

Begitulah, jika Anda ada di Kota Gorontalo dan ingin melihat eksotime tracking mangrove berbentuk hati ini di Desa Langge, sisihkan waktu untuk berkendara sekira 1,5 hingga 2 jam ke utara. Jalan raya sudah sangat bagus, tak perlu khawatir.

Dengan jumlah pengunjung mencapai ribuan , boleh dibilang MIL merupakan destinasi yang layak anda jajal.

Bukan hanya menikmati sejuk dan semilir angin utara di sela pohon mangrove dan trek ber-konfigurasi cinta atau heart, tetapi bisa juga melihat geliat sosial ekonomi warga setempat.

Wisata perahu atau wisata bagang. Atau melakukan kegiatan konservasi seperti penanaman mangrove bersama kelompok masyarakat setempat bisa menjadi pilihan.

Di Langge ada 10 kelompok dampingan CCDP dan Pemkab setempat. Sebagian besar merupakan kelompok nelayan, pembudidaya dan pengolahan.

Ada 6 kelompok penangkapan, satu pengolahan, satu sarana prasarana dan dua budidaya. Mereka telah berpengalaman dalam perencanaan dan pelaksanaan program sehingga pantas menjadi mitra ke depannya.

Kelompok prasarana sebagai misal, mereka membangun pondok Informasi dan menyediakan sarana air bersih senilai 120 juta.

Dana tersebut digunakan untuk membangun pondok informasi, komputer, meja, kursi, sound system, bak penampungan air, mesin air, dan pipa. Semuanya telah dimanfaatkan dengan baik.

Menurut Nazruddin Maddeppungeng, konsultan CCDP, kelompok prasarana ini digerakkan oleh masyarakat yang mempunyai keahlian sebagai tukang. Sehingga mereka sendiri yang melakukan pekerjaan sarana prasarana untuk di desa.

“Mereka bertanggung jawab, merawat dan selalu mencari ide bagaimana membangun sarana prasarana yang ada termasuk MIL itu. Demikian pula nelayan tangkap atau kelompok pengolah dan pembudidaya rumput laut. Tentu ada koordinasi dengan Dinas dan Pemerintah Desa,” katanya saat ditemui di Langge.

Kepada penulis, Sapta memberikan pandangannya bahwa substansi pelestarian ekosistem mangrove ke arah ekowisata dimaksudkan agar masyarakatlah yang merawat ekosisistem mangrove dan bisa mendapatkan insentif dari donasi, penjualan makanan dan minuman serta biaya parkir.

“Sehingga dalam.jangka panjang, dana operasional dan pemeliharaannya tdak lagi tergantung pada proyek yang akan berakhir di Desember 2017 atau ke Pemerintah Pusat. Dengan demikian, motto ekosistem pesisir sehat, produktivitas perikanan melimpah dan masyarakat pesisir sejahtera akan dipenuhi,” kunci Sapta.

Anda tertarik menjadi mitra, memberi ide atau menyemai cinta mutualistik dengan Kelompok Pengelola MIL di Langge ini?

Mau berinvestasi penginapan atau jadi tour operator destinasi Langge?

 

Tulisan K Azis ini untuk proyek CCDP IFAD 2017

 

Related posts