Sasak Maiq, inspirasi dari CCDP IFAD

  • Whatsapp
Baiq Siti Suryani, perempuan di balik Sasak Maiq (foto: Kamaruddin Azis).

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Wulandari (30), ketua Kelompok Puri Ayu di Desa Taman Ayu, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, tak lagi berbasah-basah atau memanggul karung isi pasir dan menjualnya ke penampung. Kini dia punya pekerjaan lain.

Bersama perempuan lainnya, Wulandari memilih jalan berbeda dengan mendirikan kelompok pengolahan hasil laut.

Read More

Adalah Riska, tenaga pendamping desa, proyek pemberdayaan masyarakat pesisir atau Coastal Community Development Project (CCDP) di Kabupaten Lombok Barat yang membantu mereka menjajaki potensi dan meretas jalan pengorganisasian usaha mereka.

Maka dibentuklah Kelompok Puri Ayu yang terdiri dari 10 orang dimana Wulandari didapuk ketua. Mereka memperoleh bantuan dari CCDP sebesar 17 juta. Dengan dana itu, mereka membeli peralatan dasar untuk membuat produk olahan, di antaranya terasi, kerupuk hingga tortilla rumput laut.

Meski telah ditetapkan sebagai penerima bantuan sejak tahun 2014, namun Wulandari dan kelompoknya bisa mulai aktif berproduksi tahun berikutnya.

Dia dan anggotanya harus ikut pelatihan pengolahan dulu termasuk bagaimana caranya membuat tortilla ala Latino gurih dari Ibu Zaenab asal Lombok Tengah.

Bersama Wulandari, ada Suriani (30) sebagai sekretaris, Kalsum (29) dan beberapa perempuan lainnya. Mereka kini adalah mantan pengambil pasir.

“Jadi ikut pelatihan dulu, sama ibu Zaenab. Volume produksi dari kecil hingga bisa sampai 24 kilo perhari dan dijual ke UKM Sasak Maiq di Senteluk,” ujar Wulandari ketika ditemui di samping rumahnya.

“Pertamanya, kalau buat dua resep kita perlu modal 134 ribu dan harga jualnya 210 ribu perhari,” kata Wulandari sambil melihat buku catatannya. Dia mengaku mulai termotivasi untuk rajin berproduksi sejak tahun 2016. Itupun sejak ada kesempatan bermitra dengan Sasak Maiq.

“Kini, di tabungan kelompok sudah ada tersimpan 6 juta, sebagian lainnya dibagikan ke anggota sebagai hasil usaha,” katanya.

Menurut Ahmad (35 th), suami Wulandari, minggu lalu, kelompok Puri Ayu mengirim sebanyak 400 kilogram tortilla kering siap goreng di UKM Sasak Maiq.

“Nilai yang dibayar Sasak Maiq sebesar 14 juta,” kata Ahmad tersenyum. Uang ini dibagikan ke anggota dan sebagian ditabung.

“Uangnya dipakai untuk beli beli tas, kebutuhan setiap hari, beli baju,” kata Suriani.

***

Desa Senteluk baru saja diguyur hujan. Bersama rombongan CCDP-IFAD, saya menuju ke Pusat Kegiatan Sasak Maiq di Jalan Altis I, pada sore tanggal 4 Oktober 2017.

“Welcome to Sasak Maiq, technical team of ministry of sea inland waters and fisheries (MSIWF), the Republic of Mozambique, Senteluk, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat.”

Lalu, “Selamat datang rombongan alumni Malindo Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah di UKM Sasak Maiq Lombok – NTB. 13 September 2017.”

Dua tulisan spanduk tersebut masih terpasang di halaman UKM Sasak Maiq saat saya berkunjung pada 4 Oktober 2017. Penanda bahwa Sasak Maiq adalah destinasi studi banding yang bagus untuk sistem pengolahan dan pemasaran produk berbasis perikanan atau kelautan.

Sebelumnya, saat berada di Bandara Internasional Praya Lombok dan memeriksa isi toko suvenir atau produk makanan olahan, maka produk berlabel ‘Sasak Maiq’ adalah yang paling menonjol.

Menariknya, sebagian besar produk tersebut berbahan dasar hasil laut seperti udang, ikan hingga rumput laut.

Fakta dan informasi di atas, penulis peroleh ketika berkunjung ke Lombok Barat pada awal Oktober lalu bersama tim evaluasi proyek Coastal Community Development Project (CCDP), satu proyek yang bertujuan mengentaskan kemiskinan yang selama ini banyak membelenggu masyarakat pesisir di Indonesia.

Ada 13 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi peserta program dan tidak kurang 18 ribu warga telah mendapat manfaat secara langsung atau sekitar 50 ribu warga telah merasakan dampak, baik pada aspek ekonomi maupun kelestarian lingkungan usaha.

Sasak Maiq?

UKM Sasak Maiq adalah nama unit usaha pengolahan yang berbasis di Desa Senteluk, Lombok Barat. Produk utamanya adalah tortilla.

Produk yang sudah dipasarkan sampai ke Inggris dan setelah menjadi mitra kerja kelompok-kelompok pengolahan di desa-desa pesisir Lombok Barat, semakin inovatif dan memberikan dampak nyata bagi perbaikan ekonomi warga pesisir.

Tortilla-nya telah masuk ke Pasar Dunia Maya, dia ada di Tokopedia. Di laman itu tertulis Keripik Tortilla Rumput Laut, Netto: 120 gr, P-IRT: 215520102188-19, komposisi rumput laut, singkong tepung, bumbu.

Demikian pula di toko-toko online lainnya yang berpusat di kawasan Kota Mataram atau Lombok secara umum.

Baiq Siti Suryani bersama suaminya adalah pendiri UKM yang mengolah rumput laut menjadi beragam produk ekonomis, unik dan diminati pasar.

Penamaan Sasak Maiq merupakan cerminan nilai-nilai Sasak, artinya Sasak enak. Sasak adalah penduduk asli Lombok. Inilah nama yang dipilih Suryani dan suaminya untuk membesarkan produk-produk olahan dari rumput laut tersebut.

Usaha bermula di tahun 2012 dan saat ini mempekerjakan 15 orang karyawan. Sasak Maiq kini memenuhi permintaan toko ole-ole di segala penjuru Lombok hingga Denpasar Bali. Di Jalan Altis I itu, berlangsung prosessing, pengepakan dan pendisitribusian produk.

Untuk bisnis ini, KKP melalui CCDP-IFAD memberi dukungan konkret yaitu kendaraan pengangkut produk ke pasar berupa motor roda tiga dan bisa menjual produk relatif besar dibanding sebelumnya.

Menurut Suryani, hingga kini hampir semua desa peserta CCDP-IFAD telah terhubung dengan Sasak Maiq, kelompok-kelompok tersebut mengirimkan produknya untuk dipasarkan oleh Sasak Maiq. Tentu dengan spesifikasi dan kualitas yang telah distandarkan.

“Kalau di sini, unggulannya tortilla, stik rumput laut, kopi rumput laut,” tambah Suryani.

Produk Sasak Maiq adalah produk kelas dunia, telah menjadi pembanding yang baik untuk tortilla jagung atau gandum di pasar Eropa atau Amerika. Saat ini ada 27 toko penjualan produk olahan atau kuliner di Kota Mataram telah menjadi muara produknya.

***

Muara produk kelompok

Hari itu, Rabu, 4 Oktober 2017. Rombongan CCDP-IFAD yang terdiri dari anggota tim evaluasi Andrew Macpherson, Stevens Jonkheere, Grame McFadyen serta tim kerja PMO-CCDP yang dipimpin oleh Dr. Sapta Putra Ginting serta perwakilan Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sebelum sampai di pusat kegiatan Sasak Maiq, tim memperoleh informasi bahwa kelompok-kelompok produsen seperti di Desa Taman Ayu, Senteluk, Lembar Selatan, semua menyuplai tortilla ke Sasak Maiq. Tak hanya itu, juga produk seperti terasi hingga rengginang.

“Hampir semua kelompok dampingan CCDP-IFAD terhubung ke sini. Lalu kita proses, goreng, hingga menjadi paket yang siap dipasarkan,” kata Suryani. Menurut Suryani jaminannya adalah produk tersebut harus mengkuti kualitas dan setuju dengan skema pemasaran.

“Kualitas mungkin ada yang bagus, ada yang tidak. Itukita kontrol dan sortir. Mana yang bagus itu untuk retail modern, mana yang bagus untuk dijual ke sekolah-sekolah,” katanya.

Graeme McFadyen, anggota tim evaluasi mengatakan bahwa relasi yang ada saat ini antara kelompok dan Sasak Maiq harus bisa berjalan terus menerus termasuk memanfaatkan fasilitas yang sudah disiapkan oleh CCDP, seperti motor angkut dan rumah produksi.

Suryani menimpali bahwa seperti yang dilakukannya saat ini, pesanan dari toko-toko semakin meningkat. Kelompok semakin bertambah, tantangan dengan kelompok adalah menjamin keberlanjutan usaha mereka.

“Meski begitu, kami tetap bekerja dengan kelompok tersebut meskipun proyek sudah berakhir. Beragam variasi produk telah dicoba dan dikembangkan dengan bahan dasar rumput laut,” kata Suryani.

Tips yang digunakan Suryani ke depan adalah melalui cara arisan. Inilah salah satu cara yang bisa mengikat kelompok, kalau produk tidak berkualitas akan diberikan sanksi, atau barangnya tidak diambil.

Prospek usaha Sasak Maiq semakin terbuka ketika belakngan ini dia harus melayani permintaan dari retail Indomaret di Denpasar.

Suryani menyadari bahwa usaha pembuatan tortilla juga dijalankan oleh pihak lain, atau dengan kata lain, ada persaingan di Mataram atau di Lombok.

“Dengan harga yang ada, kami merasakan adanya persaingan, tetapi kami tidak mundur dengan pesaing. Kami terus perjuangkan kualitas, kemasan dan rasa meskipun di toko yang sama ada tortilla merek lain,” katanya.

Terkait barang yang dikirim oleh kelompok-kelompok dampingan CCDP, Suryani merasa tidak ada masalah atau permintaan harga meski di harga di Lombok Barat lebih tinggi dibanding di Lombok Tengah yang hanya 35ribu.

Tentang relasi ke kelompok tersebut, Suryani mengatakan bahwa langgengnya kerjasama ini disebabkan oleh kebebasan bagi kelompok yang diberikan oleh Sasak Maiq.

“Kami istilahnya, tidak mengikat mereka, semoga mereka bisa memasarkan ke tempat lain tugas kami hanya bimbing mereka, dari kemasan. Kami harapkan, mereka bisa memasarkan ke pihak lain selain ke Sasak Maiq,” katanya.

Sejauh ini sesuai dengan catatan Sasak Maiq, tidak kurang 80% produksi kelompok di Lombar dipasok ke mereka.

“Kami memang ada pesaing di Lombok Tengah, tetapi kami terus berinovasi termasuk mengubah kemasan,” katanya.

Jumlah karyawan Sasak Maiq sebanyak 14 orang. Sebelumnya ada 15 namun yang satu berhenti karena menikah.

Sore ini, di salah satu ruangan Sasak Maiq, Minasih, Seruni, Lina, Fitri, Ayunah sedang sibuk memasukkan tortilla ke bungkusnya. Mereka adalah bagian dari yang mendapat pekerjaan dari Sasak Maiq.

Dengan memberikan gaji ke karyawannya antara 150 ribu perminggu hingga 185 ribu perminggu, rasanya telah menjadi contoh bahwa usaha pengolahan yang langgeng akan dapat memberikan manfaat bagi warga sekitarnya.

Termasuk kelompok-kelompok dampingan CCDP-IFAD yang tersebar di 15 desa, atau setara dengan 150 orang perempuan yang bergantung pada UKM Sasak Maiq.

Bagi mereka, jika usaha Sasak Maiq lancar, lancar pula aliran pendapatan ke kas-kas kelompok mereka.

Jika membaca narasi dan daya tahan kelompok UKM Sasak Maiq ini, rasanya kita bisa belajar dari Baiq Siti Suryani untuk bisa melakukan hal yang sama. Bagaimana dia mempertahankan kualitas produk dan bagaimana mereka menjamin suplai ke toko-toko atau retail seperti Indomaret.

Ditemui di tempat terpisah, Kepala Dinas Perikanan Lombok Barat yang ketua Project Implementation Unit (PIU-CCDP) tingkat kabupaten, H. Subandi mengatakan bahwa apa yang dicapai selama pelaksanaan proyek ini pasti berkontribusi pada perbaikan peringkat indeks pembangunan manusia Kabupaten Lombar.

“Tahun ini kita dapat hal yang menggembirakan, IPM kita yang tadinya di 8, naik ke peringkat 3 di NTB,” katanya. Menurut Subandi, meningkatnya IPM Lombar ini berkaitan dan dengan perbaikan derajat kesehatan, tingkat pendidikan dan daya beli warga, termasuk di pesisir.

Yang pasti, usaha tersebut tidak akan berhasil tanpa kerjasama dengan berbagai pihak termasuk Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan CCDP-IFAD, bukan?

 

Ditulis ulang oleh K. Azis (Konsultan Knowledge Management CCDP-IFAD 2016-2017)

 

Related posts