Kolom Rusman Madjulekka: DOKTOR Supriansa

  • Whatsapp
Dr Supriansa bersama keluarga setelah promosi doktor (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – PROMOTOR Supriansa membuka ”rahasia” di balik raihan doktor di usia 53 tahun ini. Dengan predikat summa cumlaude (sempurna).

“Saya sering ditanya orang, Supriansa itu doktor lulusan mana. Kok cerdas dan kritis merespon fenomena hukum yang terjadi ,” katanya.

“Saya jawab, lulusan UMI yang 300 persen. Sebab dia tamat S-1, S-2 dan S-3 nya pun di UMI,” katanya disambut tawa hadirin.

Read More

Sang promotor Prof Sufirman Rahman SH,MH adalah Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) periode 2023-2026.

Saat Supriansa masih mahasiswa ia berstatus dosen muda dan masih jomblo. Angkatan Supriansa dkk saat itu terkenal dengan kelompok “Persada”, yakni persatuan sarjana tertunda.

Mereka tidak pernah punya niat untuk ikut ujian akhir. Mereka sibuk sebagai aktivis.

Supriansa sendiri tidak membayangkan dirinya bisa lulus kuliah dan jadi sarjana.

“Saya anak petani dari kampung di Soppeng. Saya tidak bisa ujian akhir karena masih menunggak pembayaran SPP,” ceritanya dari atas podium dengan mata berkaca-kaca.

Saat itu orang tuanya di kampung, hanya mengirim beras dalam karung bekas pupuk berukuran sedang.

“Selanjutnya beras itu saya jual setengahnya di terminal bus Panaikang dan sisanya saya pakai untuk makan,” ungkap Supriansa sembari melepas kacamata dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Saya perhatikan beberapa tamu dalam ruangan ikut larut terbawa suasana kesedihan.

Untungnya, pada masa kritis itu ada sosok Rektor yang baik hati. Supriansa tak bisa melupakan jasanya yang memberikan semacam garansi dengan membuat surat rekomendasi agar dirinya bisa ikut ujian akhir.

Supriansa pun lulus dan jadi sarjana hukum. Meskipun sempat tidak dipercaya orang tuanya karena tidak ada foto wisudanya.

“Orangnya ada di sini, namanya Prof Mansyur Ramli. Saya tak bisa membalas budi baik bapak,” katanya dengan mengarahkan pandangan ke pria yang duduk paling ujung dalam deretan para guru besar.

Hari itu Jumat 26 April 2024. Saya bertemu dengan Supriansa. Di Makassar. Di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Papan karangan bunga ucapan selamat berderet panjang sejak gerbang pintu masuk kampus di jalan Jend.Urip Sumohardjo hingga memenuhi halaman gedung Fakultas Kedokteran tempat acara berlangsung.

Supriansa saat ini tercatat sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Partai Golkar.

Dia bertugas di komisi 3 atau dikenal dengan sebutan komisi air mata. Pada Pemilu 2024 lalu, ia belum beruntung.Tidak terpilih lagi.

“Saya fokus menyelesaikan studi S3,” katanya.

Nama-nama promotor dan penguji Supriansa: Prof Dr Sufirman Rahman SH,MH dan co-promotor Prof.Dr.Kamal Hidjaz SH,MH dan Dr.Ilham Abbas SH,MH. Sedangkan para penguji Prof.Dr.Syahruddin Nawi SH,MH, Prof.Dr.Ma’ruf Hafidz SH,MH, Prof.Dr.Muhammad Rinaldy Bima SH,MH, Dr.Hardianto Djanggih SH,MH. Penguji eksternal Prof.Dr.Muzakkir SH,MH dan penguji lintas disiplin ilmu Prof.Dr.Mansyur Ramli SE,M.Si.

 

Saat menguraikan disertasinya bertajuk “Esensi Restoratif Justice dalam Pembangunan Hukum Indonesia” Supriansa mengungkap fakta empirik. Yang banyak dikeluhkan. Dimana kondisi wajah lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia saat ini sangat miris dan memprihatinkan. Akibat over kapasitas.

Ia mencontohkan kondisi di Lapas Cipinang Jakarta. Satu blok sel yang mestinya dihuni 20 warga binaan, faktanya menampung sampai 60 narapidana. Bahkan untuk tidur pun mereka terpaksa harus bergantian.

“Restoratif Justice salah satu solusi,” tegasnya.

Mengapa? Karena menurut Supriansa, ke depannya diharapkan pendekatan restoratif justice (RJ) selain menekan jumlah perkara yang berujung vonis penjara juga melahirkan sebuah perdamaian yang hakiki dengan rasa kekeluargaan antara pelaku dan korban. “

Tidak ada lagi dendam setelah ini,” tegasnya.

Dalam praktek penerapan RJ, ia menceritakan dan mengapresiasi upaya Kejaksaan Negeri (Kejari) kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang membebaskan pria yang mencuri motor karena terdesak biaya melahirkan istrinya.

Jaksa juga mengganti kerugian pemilik yang motornya dicuri pelaku. Dengan alasan kemanusiaan, kasus itu dapat diselesaikan dengan pendekatan RJ pada 17 Februari 2022.

Tersangka berinisial MA sebelumnya terancam dibawa ke meja hijau karena kasus pencurian motor milik Mahaming Dg Nanjeng 16 Desember 2021.

Pelaku terancam dijerat pasal 362 tentang pencurian dengan ancaman 5 tahun penjara. Dirinya mengaku motor curian itu digadaikannya kepada seseorang seharga Rp 1,5 juta untuk keperluan biaya persalinan istrinya.

“Hadir juga di ruangan ini jaksa dari Kejari Takalar Pak Salahuddin,” ujar nya meyakinkan audiens dan yang bersangkutan berdiri mengenalkan dirinya.

Supriansa juga menawarkan agar penerapan RJ tersebut bersifat limitatif. Cukup sekali saja. Kapan si pelaku melakukan perbuatan pidana yang berulang, katanya, maka praktis RJ tidak bisa berlaku lagi. Hal ini untuk menutup celah hukum yang bisa dimanfaatkan para pelaku tindak pidana.

Supriansa terlihat begitu menguasai soal restoratif justice ini. Ia sampai riset dan studi banding ke beberapa penjara di luar negeri termasuk Belanda.

“Di sana penjara-penjara terlihat bukan seperti rumah tahanan tapi lebih mirip hotel. Penghuninya tak banyak dan sesak,” ungkapnya.

Selain itu Supriansa juga terlibat dalam Panja (panitia kerja) di komisi tiga DPR terkait restoratif justice tersebut. Karena itu ia mendorong dan berharap kedepannya, agar DPR dan pemerintah bisa sepakat melahirkan UU UU Restoratif Justice.

Meskipun sudah diatur di Perja No 15/2020 sebagai pedoman kejaksaan dan Perkap No 8/2021 sebagai pedoman kepolisian dalam melakukan RJ.

Kali ini saya bisa mengucapkan kepadanya setidaknya dua selamat sekaligus: lebaran dan pencapaian gelar akademiknya. Secara langsung. Tidak melalui perantara bernama whatsapp (WA).

Rusman Madjulekka.

Related posts